Jumat, 29 Februari 2008

DIA BUKAN MILIKMU


Aldo kesal sekali. Selama ini ia hampir tidak pernah punya waktu untuk dirinya sendiri. Seluruh hidup dan waktunya tersia untuk mengurus Evi, kekasihnya yang baru dipacari setahun belakangan. Dari melek mata sampai menjelang merem lagi, ia harus stand by buat Evi. Nemenin sarapan, nganterin sekolah, bantuin ngerjain pr, nganterin les, nemenin belanja, dll. Pendek kata, karena Aldo sudah menjadi pacarnya, Evi merasa bahwa Aldo adalah milikmya sepenuhnya. Pokoknya Aldo nggak boleh jalan bareng orang lain kecuali dengan dirinya. Sikap Evi ini terang saja membuat Aldo berontak, dan akhirnya memutuskan hubungan mereka.

Pacaran = “Penjajahan”?
Sobat muda, seringkali ketika sudah punya pacar, kita suka lupa bahwa masa pacaran adalah sebuah masa penjajagan. Masa di mana kita berusaha untuk saling mengenal satu sama lain sebelum sampai ke jenjang yang lebih lanjut. Sebagian sobat muda ada yang menganggap bahwa masa pacaran adalah masa-masa for just have fun belaka. Tapi nggak sedikit juga yang menganggap kalau kita sudah nembak seseorang buat dijadiin pacar, otomatis si dia adalah milik kita sepenuhnya. Bahkan nggak jarang juga, baru sampai tahap naksir aja, kita sudah menganggap si dia yang kita taksir itu adalah milik kita, so orang lain nggak boleh ada yang menganggu gugat. Buntut-buntutnya, kita bisa berantem cuma gara-gara berebut cewek or cowok yang lagi ditaksir. Ck… ck… ck…
Guys, seoperti yang sudah diungkap tadi bahwa pacaran adalah masa penjajagan di mana kita mulai berteman lebih dekat lagi, kita belajar untuk bisa lebih mengenal pasangan kita lebih dalam lagi. Nggak cuma sekedar bisa bersama-sama ke mana pun kita berada. Nggak juga cuma sekedar menikmati hari bersama dan menjalani hidup seolah dunia hanya milik berdua saja. Lebih dari itu, masa pacaran adalah masa di mana kita bisa belajar untuk saling menghargai, saling mendukung, saling mengerti dan memahami satu sama lain, dan bukannya untuk saling ‘menguasai’.
Remember guys, pacar kita bukanlah milik kita. Ingat bahwa si dia masih milik kedua orangtuanya, demikian juga dengan kita. Kita nggak bisa serta merta mengklaim bahwa dia adalah milik kita sepenuhnya. Coba, deh, perhatiin firman Tuhan dalam Kejadian 2:24, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” Nah, dari ayat ini kita bisa melihat bahwa selama kita dan pacar kita belum terikat dalam tali pernikahan, berarti si dia belumlah sah menjadi milik kita. So, kalau sudah begitu jelas sudah bahwa meskipun kita sudah resmi pacaran, bukan berarti pacar kita adalah milik kita. Kita juga nggak berhak untuk mengatur hidup si dia semau-mau kita, apalagi sampai ‘menjajah’ dan menguasai seluruh hidupnya.
Sobat muda, mungkin karena rasa cinta yang sangat besar, kita ataupun si dia merasa rela-rela saja untuk melakukan apapun yang dinginkan oleh sang kekasih, demi menyenangkan orang yang dicintai ataupun menunjukkan kebesaran cinta kita. Sah-sah saja kita melakukannya. Tetapi harus diingat bahwa bukan berarti semuanya itu membuat kita jadi lupa akan the real life yang kita punya. Kita punya banyak kewajiban dan tujuan-tujuan yang harus dicapai dalam hidup ini. Kita punya banyak hal yang harus dikembangkan, agar hidup kita punya arti. Apalagi Allah sudah mengaruniakan talenta bagi tiap-tiap orang yang harus dikembangkan. Nah, kalau hari-hari kita isinya hanya buat pacaran aja dan nggak mikir yang lain-lainnya, bagaimana nanti ketika kita harus mempertanggung jawabkan talenta yang sudah Allah berikan buat kita?

Pacaran = Pengenalan
That’s why guys, kita kudu ingat dan sadari sejak dini, bahwa masa pacaran justru harus kita gunakan sebaik mungkin untuk mengenal pasangan kita dan bukan untuk memonopoli hidupnya. Dengan saling memberikan kesempatan bagi masing-masing untuk dapat mengeksplorasi serta mengaktualisasikan diri, menghargai setiap apapun yang dilakukannya, memberikan kebebasan dan memahami apa yang menjadi keinginan dan harapannya, justru akan membuat kita menjadi tahu seperti apa pasangan kita yang sesungguhnya. Nah, kalau kita berusaha memonopoli kehidupan pasangan kita, sama artinya kita sebenarnya nggak siap buat pacaran. Kenapa? Karena kita hanya lebih mementingkan keakuan dan keegoisan kita. Kita nggak mau berbagi, apalagi menghargai kehidupan orang lain yang notabene adalah pacar kita. Kalau sudah begini, bukankah lebih baik nggak usah pacaran aja?
Makanya, mulai sekarang, belajar untuk nggak lagi “sok berkuasa” atas hidup pacar kita. Ingatlah bahwa si dia bukanlah (belum menjadi) milik kita. Meski jika kelak suatu saat nanti pun si dia akhirnya benar-benar menjadi pasangan hidup kita, kita pun juga nggak berhak untuk berlaku seenaknya. Akan tetapi yang terpenting yang harus diingat adalah bagaimana kita benar-benar memanfaatkan masa pacaran sebagai sarana belajar untuk saling mengerti dan memahami satu sama lain, supaya kita nggak salah dalam memilih pasangan hidup kita kelak.q(ika)    (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Februari 2008)