Senin, 10 Desember 2012

NATALAN DI GEREJA... MASIH PERLU, NGGAK, YA?



Nggak terasa sudah bulan Desember lagi. Itu artinya kita bakal ngerayain Natal (lagi). Praktis kita pun bakalan disibukkan dengan aneka macam persiapan untuk menyambut Natal. Baju baru, sepatu baru, pohon natal, sampai dandanan terbaru. Yang pasti kita juga bakal sibuk nyiapin aneka acara buat ngerayain Natal. Latihan koor, drama, tari, de el el buat ngisi acara Natal di gereja. Sampai tanpa disadari, kegiatan-kegiatan tersebut bikin kita jadi bosan karena sepertinya sudah menjadi sebuah rutinitas akhir tahun belaka.
Nah, gara-gara merasa bosan dengan rutinitas aktifitas Natal inilah yang kemudian membuat sebagian anak muda (dan mungkin saja termasuk kita), yang mungkin berpikir untuk merayakan Natal dengan cara yang berbeda dari biasa. And then, pilihan pun jatuh pada berbagai macam christmas party event yang digelar di berbagai hotel, club, mal, dan sejumlah tempat-tempat hiburan.

Salah, Nggak, Sih?
Awalnya mungkin kita akan merasa ’bersalah’ karena sudah memilih meninggalkan gereja dan lebih menikmati event christmas yang digelar. Tapi kemudian kita jadi ’menghibur’ diri sendiri dengan mengatakan, ”Ah, toh, masih sama-sama merayakan Natal juga, kan...” Tapi sebenarnya, mestikah kita bersikap seperti ini? Salah, nggak, sih, kalau kita merasa bosan dengan perayaan Natal yang sudah menjadi ’tradisi’ seperti itu?
Sebagai manusia biasa, wajar kita merasa bosan akan sesuatu hal yang mungkin sudah menjadi rutinitas. Akan tetapi ketika kita sudah mulai bosan dengan Natal, hmmm... mungkin patut dipertanyakan lagi pada diri sendiri, apa, sih, motivasi kita sesungguhnya dalam merayakan Natal? Ketika menyambut Natal tanpa menyadari bagaimana Allah telah rela memberikan diriNya demi keselamatan kita, kita pun tengah melupakan kasih Allah.
Yang pasti, akan menjadi salah ketika kita sudah melupakan makna Natal yang sesungguhnya. Lupa bagaimana besarnya pengorbanan dan kasih Allah, yang rela turun ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Dengan mudahnya kita melupakan semuanya itu, hanya karena merasa bosan dan ingin menggantikannya dengan sesuatu yang lain, yang lebih menyenangkan diri kita dan bukan untuk menyenangkan hati Allah.

Never Say Not Necessary
Kalau ditanya masih perlu nggaknya kita ngerayain Natal, jelas jawabannya perlu banget. Terkadang di antara rutinitas dan kesibukan sehari-hari, kita justru lupa akan moment bagaimana Allah sudi turun ke bumi untuk mengentas kita dari dosa. Dengan hadirnya perayaan Natal, kita kembali diingatkan, betapa besarnya kasih Allah kepada kita. Sebagaimana diungkapkan oleh Firman Allah dalam Yohanes 3:16, ”Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Well guys, sebenarnya kalau kita punya hubungan yang sangat dekat dengan Allah, kejenuhan dan kebosanan itu akan jauh dari kita. Sebab ketika kita punya hubungan yang intim dengan Allah, kita akan selalu diingatkan akan besarnya cinta kasih Allah pada kita. Nah, kalau saat ini kita mulai merasa bosan ataupun jenuh dalam menjalani rutinitas menjelang Natal, ayo refresh kembali hati dan jiwa kita. Ingatlah kembali betapa besarnya cinta kasih Allah pada kita, melalui perenungan dan saat teduh pribadi yang lebih intens lagi. Selain itu, saat kejenuhan itu melanda, justru jangan membuat kita makin menjauh dari persekutuan dan bahkan ibadah. Karena ketika kita menjauh, itulah kesempatan bagi Mang Iib untuk membuat kita makin tertarik untuk menjauh dari kasih karunia Allah. Merry Christmas!(greesika) 




(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Desember 2012)

HARUSKAH KITA MEMAAFKAN MASA LALU?



Menjelang penghujung tahun, banyak orang (termasuk mungkin kita di dalamnya) yang seringkali melakukan kontemplasi. Kita merenungkan dan mengingat kembali seluruh perjalanan hidup yang sudah dilalui sepanjang tahun ini. Biasanya kita melakukannya sebagai pijakan dan motivasi untuk menjalani hidup yang lebih baik lagi di tahun yang baru nanti. Ada banyak kejadian yang sudah kita alami sepanjang tahun. Baik itu kejadian yang menyenangkan maupun yang sangat menyakitkan. Semuanya itu mewarnai kehidupan kita dalam satu tahun yang hampir berlalu ini.
Nah, masalahnya, terkadang ketika kita sudah mantap untuk hidup lebih baik lagi di tahun yang baru nanti, kita kerap dibayang-bayangi oleh masa lalu yang tidak menyenangkan dan bahkan menyakitkan buat kita. Semuanya terjadi karena kita tidak mau memaafkan apa yang terjadi di masa lalu, dan itulah yang seringkali membuat kita kesulitan melangkah di masa depan.

I forgive... but not forget
Sebagai contoh, tahun lalu mungkin ada di antara sobat muda yang diputusin pacar dengan cara yang sangat menyakitkan. Nah, mungkin saat ini kita bisa mengatakan sudah memaafkan sang mantan. Tapi rupanya kita tidak melupakan apa yang pernah diperbuatnya, sehingga membuat kita jadi dendam dan apatis dalam menjalin hubungan lagi dengan orang lain. Tak jarang kita juga menyamaratakan semua orang dengan orang-orang yang pernah menyakiti kita. Akibatnya, kita sendiri yang membuat belenggu dan tanpa disadari, membuat diri kita semakin rapuh.
Manusiawi sekali memang ketika kita merasakan sakit dan sulit untuk melupakan. Terkadang kita sering beralasan, ”Kenapa harus dilupakan? Justru itu harus selalu diingat agar kita lebih berhati-hati biar nggak jatuh dalam kesalahan yang sama.” Well, memang benar, masa lalu yang menyakitkan justru harus menjadi pelajaran berharga agar kita lebih berhati-hati dalam melangkah ke depan. Tapi tahu nggak, sih, ketika kita nggak mau melupakan hal-hal yang menyedihkan serta menyakitkan itu, and then semuanya itu akhirnya membelenggu hidup kita. Kita jadi sulit mengambil keputusan, karena masih terikat dengan masa lalu, hingga akhirnya nggak ada sesuatu pun kemajuan dalam hidup kita.

I really... really forgive and forget
Sobat muda, masih ingat nggak dengan kisah anak yang hilang? (Lukas 15:20-24). Dalam kisah tersebut, kita bisa melihat bagaimana sang bapa mampu melupakan masa lalu. Ia sungguh-sungguh mengampuni anak bungsunya tanpa syarat. Ia bahkan tidak lagi mengingat perbuatan-perbuatan yang sangat menyakitkan, yang pernah dilakukan putra bungsunya itu. Sebaliknya, dengan tangan terbuka dan penuh sukacita, ia mau merangkul kembali putranya yang telah terpuruk itu.
Nah, bagaimana dengan kita? Kalau hari ini masih ada di antara masih ada yang terikat dengan masa lalu yang menyakitkan, dan semuanya itu membuat kita selalu sulit mengambil keputusan dan menjalani hidup yang lebih baik, ayo sama-sama belajar untuk melepaskannya. Belajar untuk mengampuni dan melupakan hal-hal yang telah lalu dan menyakitkan buat kita.
Kalau Allah saja mau menerima kita lagi dan melupakan segala dosa dan masa lalu kelam yang pernah kita buat, kenapa kita tidak? Selama kita mau berusaha dan senantiasa keep in touch dan membangun hubungan yang intim dengan Tuhan, niscaya kita akan sanggup melupakan masa lalu yang buruk dan selalu membelenggu kita. Yakin dan percayalah bahwa Allah sanggup menolong dan memulihkan kita, serta menopang kita untuk menjadi lebih kuat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.(greesika)                                                                                                                              



(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Desember 2012)



Kamis, 16 Agustus 2012

THINK SMART TO CHOOSE MEDIA


Jadi anak muda sekarang memang kudu pintar and jeli dalam memilih media. Kalo nggak, yang terjadi akhirnya bukannya nambah wawasan dan bikin pintar, tapi justru malah buat otak kita jadi ngaco plus error gara-gara menyerap informasi yang keliru dari media.

Seorang remaja di Banyumas, Jawa Tengah, melakukan aksi perkosaan setelah menonton film vcd porno. SHR, remaja berusia 17 tahun warga Desa Sirau, Kecamatan Kemrajen, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, diringkus aparat Polsek Kemrajen. Karena memperkosa gadis kecil berusia 10 tahun yang masih tetangganya. Kepada aparat, tersangka mengaku dua kali melakukan perbuatan tidak senonoh tersebut kepada korban berinisial BMG. Menurut Kapolsek Kemrajen, AKP Isfa Indrato, sebelumnya tersangka juga pernah melakukan percobaan pencabulan terhadap rekan korban, namun gagal karena korban memberontak. (http://www.indosiar.com/patroli)
Yang namanya media, sekarang ini memang nggak lagi jadi barang yang asing buat anak muda. Bahkan dari usia dini pun kita sudah mengenal media, mulai dari televisi, video, internet, de el el. Apapun yang disajikan oleh media,  most of them isinya pasti membuat kita jadi tertarik. Meski mungkin nggak semuanya bagus, tetap saja bakal mengundang perhatian kita. Why? ‘Coz, kita tahu ada informasi yang terkandung di dalamnya.

Dari Sinetron Sampai Internet
Sayangnya memang nggak semua informasi yang disajikan oleh media itu baik serta bermanfaat buat kita. Misalnya aja film-film juga sinetron-sinetron yang menggambarkan anak-anak SMU yang rela menjual keperawanannya demi mendapatkan kemewahan. Atau sinetron yang memperlihatkan siswa SMP yang rela macarin gurunya demi mendongkrak nilai. Selain adegan-adegan yang sebetulnya belum waktunya buat kita tonton, apalagi ditonton juga oleh adik-adik kita yang masih kecil, sinetron Indonesia juga banyak menampilkan kata-kata dan bahasa yang kasar dari mulut pemainnya, seperti ‘brengsek’, ‘wanita murahan’, dan lain sebagainya, yang sangat nggak layak untuk dikonsumsi.
Belum lagi buku-buku bacaan serta game, bahkan juga komik yang isinya kerap kali nggak sesuai dengan usia kita. Ada juga komik-komik dan game yang sepertinya ditujukan untuk anak-anak atau remaja, tapi isinya malah penuh dengan adegan kekerasan, adegan ciuman dan variasi berbagai hubungan seks antar teman sekolah, bahkan juga anatar murid dengan gurunya. Apalagi sekarang ditambah lagi dengan kebebasan untuk mengakses internet di mana saja dan kapan saja serta nggak terbatas utuk siapa saja. Padahal di internet sendiri, banyak banget dan nggak bisa kehitung lagi yang namanya situs-situs porno, juga jejaring sosial yang memungkinkan kita berkenalan dan terlibat dengan pelaku pornografi dunia maya. Pendek kata, betapa mudahnya bukan akses kita untuk mendapatkan pengaruh negatif lewat media,
Dalam sebuah dalam seminar “Kepentingan Publik dalam Regulasi Penyiaran” Jakarta, 14 Juli 2004, Steven Allen, kepala perwakilan UNICEF di Indonesia saat itu mengatakan bahwa media  telah menjadi alat yang sangat kuat dalam era masyarakat global saat ini karena kemampuan jangkauannya yang luas dalam memberikan informasi, pendidikan, dan mengubah perilaku masyarakat. Ketersediaan produksi media yang bersifat mendidik dan informatif dalam jumlah yang memadai dirasakan juga masih kurang, sehingga banyak dari kita yang harus menikmati konsumsi media untuk orang dewasa yang lebih banyak berisi tentang seks dan kekerasan. Menurutnya, seringkali media juga tidak memikirkan bahwa anak atau remaja adalah masyarakat yang juga memiliki hak informasi tentang dirinya yang diarahkan secara positif.

Harus Selektif
That’s why guys, mulai sekarang kita kudu lebih selektif dalam memilih isi media yang tepat buat kita. Sutradara film Garuda Di Dadaku 2, Rudi Soedjarwo, pernah mengatakan, “Jangan pernah percaya dengan apapun yang dilihat dan ditawarkan, meski dalam kemasan semenarik apapun. Siapa yang menawarkan tujuan program yang ditayangkan, dan apakah yang mereka hadirkan bisa mendidik dan membantu perkembangan masyarakat ke arah yang lebih baik, itu semua harus benar-benar dicermati.”
Nah, gimana caranya, ya, supaya bisa selektif? Well, kita semua harus berhikmat, dong. Dengan meminta hikmat dari Allah dan selalu mencamkan setiap firmanNya, nggak bakalan sulit, kok, buat kita untuk pintar-pintar menyaring setiap isi media yang ada di sekeliling kita. Amsal 24 : 14 juga sudah ngingetin kita, “Ketahuilah, demikian hikmat untuk jiwamu: Jika engkau mendapatnya, maka ada masa depan, dan harapanmu tidak akan hilang.”
Kalau sobat muda sudah bisa selektif dalam memilih content media, nggak bakalan lagi, deh, kita terjerat dengan dampak negatif yang ditaburkan oleh media massa, yang mungkin saja bisa menghancurkan masa depan kita. Maka dari itu, ayo kita rame-rame melek media, biar nggak gampang lagi ketipu sama daya tarik Mang Iib yang berusaha menjerumuskan kita dalam dosa melalui isi media.(greesika)


(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Agustus 2012)

BEBAS ITU... NYATA...


Kebebasan itu omong kosong...
Katanya bebas berekspresi... tapi selama rok masih di bawah lutut.
Hidup ini singkat mumpung masih muda nikmati sepuasnya... 
asal jangan lewat dari jam sepuluh malam.
Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada di tanganku.
Asalkan, sesuku, kalau bisa kaya, pendidikan tinggi, dari keluarga baik-baik.

Kebebasan itu omong kosong...
Katanya bebas berteman dengan siapa saja... asal orang tua suka.
Katanya jadi laki-laki itu jangan pernah takut gagal...
tapi juga jangan bodoh untuk ambil resiko.
Mendingan kerja dulu cari pengalaman.
Katanya urusan jodoh sepenuhnya ada di tangan.
Asalkan, dari keluarga terpandang, nggak cuma cantik tapi juga santun, berpendidikan.
 
Think Again..

Begitulah penggalan iklan yang belakangan sering muncul di layar TV kita. Bahwa kebebasan yang diimpikan setiap orang selama ini, ternyata nggak seperti yang dibayangkan. Tetap saja ujung-ujungnya... nggak bebas juga. Tapi, benarkah kita ingin hidup sebebas-bebasnya tanpa adanya batasan? Apakah artinya hidup bebas dan merdeka buat kita?
 
Bebas itu....
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bebas diartikan sebagai lepas sama sekali, atau tidak terhalang, terganggu, dan sebagainya, sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat dengan leluasa. Bebas juga diartikan sebagai kemerdekaan, tidak dijajah, diperintah, atau tidak dipengaruhi dan tidak terikat atau terbatas oleh aturan. But the real fact, kebebasan itu rupanya nggak bisa sebebas-bebasnya. Tetap saja bebas itu ada batasannya. Kok, bisa, ya?
Sebagai contoh, nih, kita bebas melakukan apapun, melakukan apa saja semau kita. Tapi ingat, kita juga punya keterbatasan fisik. Sobat muda bebas-bebas aja kalau mau berolahraga dari pagi sampai pagi lagi. Tapi kita bisa saja kena typhus yang bukan hanya merepotkan diri kita sendiri, tapi juga keluarga, kerabat dan sahabat. Tetap saja kebebasan itu ada batasnya.
Masih mau bukti lagi? Contoh selanjutnya, kita bebas melakukan apapun dalam hidup kita sehari-hari, namun ada batasan waktu yang melingkupi kita. 24 jam sehari yang terus menerus diberikan kepada kita. Bisa saja hari ini kita bebas. Tapi besok pagi belum tentu kita bisa mendapatkan kebebasan itu, karena sudah nggak dikasih waktu lagi oleh Allah, alias sudah meninggal dunia.

Free In Christ
Well, sobat muda... intinya yang namanya bebas itu ternyata tetap ada batasannya, karena manusia sendiri adalah makhluk dengan kemampuan yang terbatas. Apalagi bagi kita semua yang sudah berada di dalam Kristus, kebebasan yang kita miliki adalah kebebasan yang berdasarkan Firman Allah. Oleh karena itu hidup dalam kebebasan berarti menunjukan kebebasan kita sebagai orang yang telah dibebaskan oleh Yesus Kristus dari belenggu dosa.
Kebebasan di dalam Kristus sendiri ditentukan dari penyerahan diri kita secara total kepada Allah, serta ketaatan penuh pada firmanNya. Artinya, kebebasan yang diberikan oleh Allah ini, menuntut kita untuk hidup sesuai dengan firman Allah. Om Paulus dalam  1 Korintus 7 : 35 mengingatkan, “Semuanya ini kukatakan untuk kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu dalam kebebasan kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu melakukan apa yang benar dan baik, dan melayani Tuhan tanpa gangguan.”
Bukan berarti di masa muda kita ini, kita nggak boleh menggunakan kebebasan kita secara mutlak. Tetapi Allah sudah mengingatkan bahwa segala sesuatu boleh dilakukan, tapi tetap akan ada akibatnya (Pengkhotbah 11:9). Sebab itu, ayo mulai sekarang, belajar untuk menggunakan kebebasan yang kita miliki secara benar. Belajar untuk tahu batas-batas kebebasan kita, agar hidup kita pun tetap berkenan di hadapan Allah.(greesika)

(Telah dimuat di Majalah Kasut GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Agustus 2012) 

Sabtu, 30 Juni 2012

MEMANG BUKAN UNTUKKU


Belajar menerima kenyataan, seringkali menjadi sesuatu yang gampang-gampang susah untuk dilakukan. Tetapi karena hal inilah, ada banyak sobat muda yang jadi galau dan melakukan hal-hal yang nggak wajar demi memaksakan diri untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Sebagai anak muda, seringkali sulit menerima kenyataan jika kita menginginkan sesuatu tetapi tidak bisa mendapatkannya. Padahal kita tahu bahwa ternyata itu memang bukan untuk kita. Apalagi kalo itu masalah cowok ataupun cewek yang sedang kita taksir. Saking kepenginnya mendapatkan sang pujaan hati, kita pun rela melakukan apapun juga, meski itu adalah hal yang paling konyol atau bahkan tindakan yang paling bodoh sekalipun.
Seperti yang dilakukan Bunga. Demi menarik perhatian Adi, kakak kelas yang sedang ditaksirnya, Bunga nekat memproduksi film dan foto porno yang dibintanginya sendiri, yang direkam dengan ponsel miliknya. Bunga kemudian meminjamkan ponselnya kepada Adi dengan niat untuk memamerkan tubuh indahnya. Dengan cara itulah Bunga berharap agar Adi yang selama ini selalu menolak cintanya, akan tertarik kepadanya (tribunnews.com, 24 April 2012).

It’s difficult, but…
Bertepuk sebelah tangan memang adalah hal yang paling tidak mengenakkan. Sebagai anak muda, ketika jatuh cinta pada seseorang, kita tentu saja berharap si dia pun akan membalas cinta kita. Tapi apa yang terjadi kalau ternyata dia nggak punya perasaan yang sama dengan kita, dan bahkan mungkin memang Allah tidak mengizinkan kita untuk bersama dengannya?
Protes? Marah? Kesal? Sedih? Terluka? Sakit hati? Mungkin semua itu kita rasakan. Tapi bagaimana sobat muda bereaksi dengan semuanya itu? Kalau masih ingat kisah Amnon dan Tamar di dalam II Samuel 13, disitu kita melihat bagaimana cara Amnon bereaksi atas perasaan cintanya terhadap Tamar. Tak ingin ditolak, Amnon pun nekat memperkosa Tamar.
Menerima kenyataan bahwa orang yang kita cintai ternyata memang bukanlah yang Allah kehendaki untuk kita, terkadang memang sangat menyakitkan. Kadang kita suka berpikir, bahwa hanya dialah satu-satunya orang yang kita cintai, dan kita tak mungkin jatuh cinta dengan orang lain lagi. Kalau nggak bisa mendapatkannya, lebih baik dia bukan untuk orang lain juga. Wow… ingat, lho, jatuh cinta memang bisa membuat kita kehilangan akal sehat. Cinta juga kuat seperti maut. Tapi kita juga harus belajar untuk mengendalikan perasaan cinta itu, kalau tidak mau jatuh ke dalam dosa.

Terima dan pahami
Mungkin saat ini, kita masih nggak ngerti, kenapa Allah, kok, nggak mengabulkan keinginan kita untuk bersama dengan orang yang kita cintai. Namun seiring berjalannya waktu, kita akan tahu apa maksud Tuhan. Mungkin saat ini Allah membuat si dia yang kita cinta itu menolak, karena Ia mau agar kita lebih dahulu fokus dengan studi dan masa depan kita.
Sobat muda, patah hati, bertepuk sebelah tangan, adalah hal yang biasa dalam kehidupan kita sebagai anak muda. Tapi jangan pernah membiarkan diri kita terlarut di dalamnya. Dunia ini nggak cuman selebar daun kelor, guys. Jangan pernah pula berpikir bahwa gara-gara masalah ini, lalu kita menuduh Allah nggak sayang karena Ia tak mengabulkan kenginan kita untuk bersama-sama dengan si dia. Remember, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yeremia 29:11).
Kalau memang si dia yg dicinta memang bukan untuk kita, ayo sama-sama belajar untuk berlapang dada menerimanya. Ingat juga bahwa Allah sudah mempersiapkan pasangan yang terbaik untuk kita. Oleh karena itu, nggak usah takut kalo misalnya ditolak, kita nanti nggak bakalan dapat pasangana untuk selama-lamanya. Untuk apapun juga yang ada dalam hidup kita, Allah sudah mempersiapkan yang terbaik bagi kita, So, kalau ditolak, belajar untuk bisa menerimanya dan anggaplah itu sebagai sebuah pembelajaran, bagaimana Allah tengah membentuk kita untuk menjadi lebih baik lagi. Okay?(ika)      


                                                                                                                                                                     
 (Telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Juni 2012)

 

INDAHNYA BERJUANG


“Berjuang, kok, indah? Berjuang, kan, nggak enak. Berjuang itu, kan, harus merasakan sakit, capek, kesal, dan lain-lain. Pokoknya yang nggak enak-enak, deh...” Sebegitu nggak enaknya sebuah perjuangan, sampai terkadang rasanya kita sendiri kepengen, “Kalau bisa, nggak usah pakai berjuang segala, deh. Tahu-tahu sudah enak aja. Itu kan lebih asyik. Ngapain harus susah-susah segala kalau kita bisa enak-enakan?”

Namanya Prayoga Septiandi. Tahun Ajaran 2011-2012 ini, ia berhasil meraih nilai Ujian Nasional tertinggi untuk jurusan IPS tingkat Jawa Timur. Nilai 57,1 (Jawa Pos Radar Bojonegoro, 28 Mei 2012). Karena kedua orangtuanya sudah berpisah, siswa SMA Negeri I Bojonegoro ini sejak duduk di kelas 1 SMP, tinggal bersama Om-nya (Pdt. Joko Waluyo) di Pastori GPPS (Gereja Pantekosta Pusat Surabaya) Bojonegoro. Perpisahan kedua orangtuanya tentu saja membuat Yoga sangat terpukul. Namun ia bertekad untuk terus belajar dengan rajin, supaya ia dapat membahagiakan dan mempersatukan kembali kedua orangtuanya.
Yoga tidak pernah ikut les ataupun bimbingan belajar di tempat-tempat bimbel. Program belajar di sekolahnya sendiri sudah cukup padat. Belum lagi setiap hari ia masih harus membantu di Om-nya untuk membersihkan gereja, mulai dari menyapu, mengepel, dan menyiapkan segala sesuatunya sebelum ibadah ataupun kegiatan-kegiatan gereja dimulai. Yoga belajar ketika malam sudah menjelang. Dilanjutkan keesokan harinya jam 04.00 pagi setelah doa pagi. Alumni SD Kristen Mardisiswo Bojonegoro ini bukanlah termasuk siswa yang sangat pandai. Namun berkat perjuangan dan ketekunannya, Yoga berhasil lulus SMA dengan hasil yang luar biasa.

Nggak Enak, Tapi Perlu
Sobat muda, yang namanya berjuang itu memang tidak pernah ada yang enak. Semuanya mungkin menjadi serba sulit dan melelahkan. Terkadang juga menjadi beban, entah itu beban hati maupun beban pikiran, bahkan mungkin beban fisik. Kalau sudah seperti ini, rasanya ingin saja kita lari menjauhi semuanya itu, dan menghentikan segala perjuangan itu. Kalau perlu, nggak usah, deh, hidup ini pakai berjuang segala. Cuma bikin capek aja.
Tapi tahu, nggak, sih, sebenarnya kita semua sangat membutuhkan yang namanya perjuangan. Kita butuh berjuang. Karena dengan berjuang itulah kita belajar tentang kehidupan. Dengan berjuang, kita juga belajar untuk lebih menghargai kehidupan yang sudah dikaruniakan oleh Allah pada kita. Melalui perjuangan juga, kita menjadi orang yang tahan uji dan lebih kuat dalam menghadapi berbagai persoalan yang menimpa diri kita.
Ketika Adam dan Hawa diusir dari taman Eden, mereka pun harus berjuang untuk dapat bertahan hidup. Adam berjuang untuk mengelola tanah yang sudah diberikan Allah, supaya ia dapat menghidupi dirinya sendiri dan juga Hawa, istrinya (Kejadian 3:17-19). Sementara Hawa sendiri juga harus berjuang mempertaruhkan nyawanya, ketika ia melahirkan anak-anaknya (Kejadian 3:16). Sejak saat itulah mereka belajar, bagaimana seharusnya mereka menghargai kehidupan yang sudah Allah berikan di taman Eden.

Sulit, Tapi Mudah
Sahabat, mungkin selama ini ada di antara kita yang merasa bosan ataupun lelah karena harus terus menerus berjuang untuk hidup, sampai rasanya ingin berhenti berjuang saja. Kalau kita nggak dekat dengan Allah, bukan nggak mungkin banyak yang kemudian mengambil jalan pintas dengan bunuh diri. Tapi, selama kita dekat dengan Allah, Ia akan memberi kekuatan serta memberikan kemampuan dalam menghadapi segala perjuangan yang harus kita tempuh. Ingat lho, kita tidak akan pernah sendirian. Karena Allah selalu menyertai dan tidak akan membiarkan kita sendirian dalam melewati setiap perjuangan berat yang harus kita lalui (1 Korintus 13:10).
Buat sebagian sobat muda lainnya, mungkin ada yang merasa tidak pernah mengalami sebuah perjuangan hidup berarti. Segala sesuatu sudah tersedia di depan mata dengan begitu mudahnya, sehingga kita tidak perlu susah-susah untuk mendapatkannya. Tetapi bukan berarti kemudian kita tidak harus berjuang lagi. Kita tetap harus berjuang untuk tidak terlena dengan segala kemudahan yang kita miliki. Karena bagaimanapun juga, nggak untuk selamanya segalanya itu mudah didapatkan. Ketika suatu saat dihadapkan dengan sesuatu yang sulit untuk didapat dan harus memperjuangkannya, kita sudah nggak kaget lagi karena sudah terbiasa untuk melatih diri sendiri berjuang menghadapi apapun juga.
Sebab itu, jangan pernah merasa sulit dulu ketika harus berjuang menghadapi sesuatu. Ketika kita mau bersandar dan berjalan bersama-sama dengan Allah, segalanya akan terasa jauh lebih mudah. Perjuangan yang sulit itu akan terasa lebih ringan dihadapi saat kita dekat dengan Allah. Persoalannya sekarang, maukah kita terus bertahan untuk terus berjuang dalam menghadapi apapun juga yang menimpa hidup kita? (ika) 

(Telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Juni 2012)

Sabtu, 14 April 2012

SUDAH ADILKAH KITA?


Sinta, Eva, dan Amelia. Tiga sekawan ini awalnya bersahabat karib. Kemana-mana selalu bertiga. Di mana ada Sinta, selalu ada Eva dan Amelia. Begitu pula sebaliknya. Namun entah mengapa, sebulan belakangan ini Sinta tampak menyendiri. Tidak ada Eva dan Amelia yang menyertainya. Selidik punya selidik, semuanya berawal dari cowok bernama Edo. Sinta pacaran dengan Edo. Tapi Sinta tidak tahu kalau Eva juga menaruh hati pada Edo. Gara-gara Sinta jadian dengan Edo, Eva pun marah dan memusuhi Sinta. Amelia pun ikut-ikutan marah dan memusuhinya, karena Sinta dianggap tidak solider dengan sahabatnya.
Sinta sendiri pun akhirnya jadi sedih dan serba salah. Satu sisi dia sangat menyayangi Edo. Sisi lain, dia juga tak mau kehilangan sohib-sohibnya. Sinta merasa semuanya jadi tak adil. Sementara itu Eva sendiri mulai menimbang-nimbang. Sebenarnya ia sendiri sadar, sudah berlaku tak adil pada Sinta. Bagaimanapun juga, ini bukan salah Sinta kalau akhirnya dia pacaran dengan Edo. Toh, Sinta juga tidak tahu kalau sebenarnya Eva juga jatuh cinta pada Edo.

Bersikap Adil : Sulit nggak, sih?
Kalau boleh jujur, sebenarnya memang sulit untuk dapat benar-benar bersikap adil. Terkadang emosi serta perasaaan kita lebih jalan duluan ketimbang logika dan akal sehat. Seperti misalnya ketika sahabat kita menjadi juara kelas, dan kita hanya duduk di posisi kedua. Seharusnya kita tidak perlu kesal dan mencemburui kalau kita benar-benar tahu bahwa dia memang berjuang keras dalam meraih prestasi dan memang lebih unggul dari kita. Tetapi kita seringkali nggak fair dan lebih menuruti perasaan cemburu dan kecewa.
Terkadang memang kita sulit menerima bahwa orang lain memiliki hal-hal yang tidak kita miliki atau bahkan mempunyai lebih dari yang kita punya. Mungkin karena itulah kita menjadi cemburu karena kita tidak seperti mereka. Rasanya sulit memang untuk mengendalikan rasa cemburu itu. Tapi, sadar nggak, sih, kalau kecemburuan itu kalau kita pelihara justru akan membuat kita menjadi tidak bahagia dan menyusahkan orang lain juga?
Sobat muda, ingat, lho, Allah menciptakan kita semua segambar dan serupa denganNya (Kejadian 1:26-27). It means, kita juga nggak punya hak buat negative thinking juga memperlakukan orang lain dengan buruk, hanya karena mereka nggak sama atau bahkan lebih daripada kita dalam hal apapun juga. Mau mereka lebih kaya, lebih pintar, lebih kreatif, lebih beruntung, atau lebih apapun juga, nggak semestinya juga kita ngiri. Toh, Allah pun juga sudah mengaruniakan kelebihan-kelebihan lain pada diri kita, yang nggak mereka miliki. Nggak adil, kan, kalau kita nggak suka si A, hanya gara-gara suaranya lebih merdu dari kita, terus kita mengajak teman-teman untuk ikutan memusuhi si A? So, apa gunanya kita cemburu dan membuat diri jadi tidak bahagia, sehingga mengantar kita untuk berlaku tidak adil pada orang lain?

Treat Others Like Yourself
Lalu bagaimana jika yang terjadi sebaliknya? Kadangkala, ketika diminta berlaku adil, selalu susah untuk melakukannya. Tapi giliran kita diperlakukan nggak adil, rasa jengkel, sebal dan emosinya setengah mati. Padahal kalau dipikir-pikir, seringkali kita baru bisa berlaku adil pada orang lain, ketika kita juga pernah diperlakukan tidak adil oleh orang lain.
Guys, sebetulnya nggak terlalu susah, kok, untuk belajar bersikap adil. Asal kita mau, tentu saja pasti bisa. Apalagi Allah sudah mengingatkan, “Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?” (Mikha 6:8).
Nah, mulai sekarang, ayo belajar bersikap adil. Bagaimana memulainya? Dengan belajar mendengarkan hati nurani kita, dan bukan memperturutkan keinginan hati kita. Belajar adil juga bisa kita lakukan mulai dari hal yang sederhana. Belajar memperlakukan orang lain, seperti kita ingin diperlakukan oleh orang lain. Belajar bersikap adil pada orang lain, kalau kita juga ingin diperlakukan dengan adil oleh orang lain. Ingat  yang dikatakan Firman Tuhan, “Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.” (Lukas 6:31). Selamat bersikap adil… (ika)              (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi April 2012)

IT DOESN’T MAKE THEIR DIFFERENT



“Punya BB, nggak?”
“Nggak…”
“Kenapa nggak punya?”
“Sengaja nggak mau punya. Gue nggak mau jadi autis…”

Hmm… Autis… seringkali autisme jadi bahan bercandaan buat mereka-mereka yang suka asyik menyendiri dan sibuk dengan dirinya sendiri. Padahal yang disebut dengan autis adalah sebuah keadaan dimana seseorang anak memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dan bergaul dengan lingkungannya disekelilingnya secara normal. Arti lingkungan di sini  adalah bukan hanya tempat dia bermain saja, tetapi juga dengan orang-orang yang berada disekitarnya.
Mendengar kata autis pun seringkali tanpa sadar kita langsung menempelkan stigma “orang aneh” di benak kita, pada orang-orang autis. Padahal, sebenarnya  mereka yang autis sebenarnya sama saja dengan kita. Hanya saja mereka membutuhkan perhatian ekstra agar dapat berkomunikasi dan bergaul dengan sekitarnya.

Still Same With Us
Sobat muda, bukan cuma autisme saja, tanpa disadari seringkali kita juga menjadikan mereka yang memiliki ketidaksempurnaan yang lain sebagai bahan bercandaan. Padahal sebenarnya mereka sama seperti kita. Mereka juga punya hati, pikiran dan perasaan yang sama dengan kita. Kalau disakiti dan dijadiin bahan bercandaan, tentunya akan merasa sedih serta sakit hati. Nah, seandainya saja yang mengalami semuanya itu adalah diri kita sendiri, tentunya akan merasakan hal yang sama juga, kan?
Seperti halnya kita, mereka yang berkebutuhan khusus juga membutuhkan perhatian. Mungkin selama ini kita cenderung cuek dan acuh tak acuh dengan keberadaan mereka. Namun ketika kita mau belajar untuk sedikit lebih memperhatikan mereka, kita baru akan menyadari betapa luar biasanya Allah dalam memelihara kita semua, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus.
Untuk dapat memperhatikan mereka yang berkebutuhan khusus, kita perlu belajar berempati. Belajar berempati jelas nggak sama dengan merasa kasihan, lho. Kalau merasa kasihan, kita akan cenderung memandang rendah mereka. Dalam hati mungkin kita akan berkata, “Kasihan sekali mereka seperti itu. Syukurlah aku nggak seperti itu.” Berempati adalah ketika kita belajar untuk turut merasakan dan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain. Ketika berteman dengan mereka yang berkebutuhan khusus ini, kita pun belajar untuk merasakan dan memahami perasaan mereka.

How Can We Learn To Care?
Sebenarnya tidaklah terlalu sulit bagi kita untuk belajar memperhatikan teman-teman yang berkebutuhan khusus. Apalagi Firman Tuhan sudah memberikan dasar yang jelas buat kita, sebagaimana yang tertulis dalam Filipi 2:1-4. Bagaimana kita sebagai satu anggota tubuh Kristus harus belajar saling memperhatikan, dan tanpa memandang rendah satu dengan lainnya. Belajar peduli terhadap sesama, bersikap baik, mau membantu serta berbagi dengan mereka adalah langkah awal yang bisa sobat muda lakukan.
Langkah berikutnya adalah ketika kita mau belajar menjadi pendengar yang baik untuk mereka, menghormati keberadaan mereka, serta memperhatikan dan melibatkan mereka agar tidak merasa sendiri, kesepian, ataupun ditinggalkan. Kemudian belajar untuk memberi, dan membantu mereka untuk merasa senang, belajar serta bertumbuh. Yang terakhir, sama halnya dengan kita, meskipun mereka berkebutuhan khusus, bukan nggak mungkin mereka juga bisa melakukan kesalahan pada kita. That’s why kita pun harus selalu punya hati yang penuh memaafkan. Jangan pernah menyimpan luka atau dendam terhadap mereka, sebab dengan demikian pula mereka akan memperlakukan kita.
Nah, nggak susah, kan, untuk belajar memperhatikan dan lebih perduli dengan mereka? Nggak usah merasa malu ataupun jengah. Selama kita mau melakukannya dengan ketulusan hati, Allah pasti akan menolong kita untuk dapat lebih memahami dan mengerti keberadaan teman-teman yang berkebutuhan khusus ini.q(ika)        (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, edisi April 2012)

Selasa, 10 April 2012

TERNYATA...

          Di tengah-tengah beragam ide yang tengah berloncatan di kepala, baru disadari ternyata sudah banyak juga artikel yang saya tulis. Meski memang nggak semuanya saya masukkan di blog ini. Hmm... jadi terusik kembali... kapan, ya, saya bisa benar-benar membuat sebuah buku?
        Terus terang saja membuat buku adalah impian sekaligus kemalasan saya. Di satu sisi saya mupeng banget, di sisi lain saya juga males banget bikinnya. Butuh waktu yang lama untuk membuat satu buku (itu menurut saya, lho...). Sedangkan hal yang paling menyenangkan buat saya adalah menulis artikel. Selain lebih simple, juga nggak butuh waktu lama.
            Tapi, sepertinya harus dipecut juga, nih. Kalo nggak, mimpi bikin buku itu nggak bakalan pernah jadi-jadi. Well, sejak akhir tahun lalu saya masih mikir-mikir, apa, ya, kira-kira resolusi untuk tahun 2012 nanti? Nah, sekarang sudah menjelang pertengahan tahun 2012, baru, deh, saya menemukannya. Pokoknya tahun ini, saya harus wujudkan mimpi untuk membuat buku. Setidaknya draft buku-nya saja harus sudah jadi tahun ini. Kalau nggak sekarang, mau kapan lagi, sih? Ayo... Semangat!!!

UNDANG NGGAK, YA?


“Gimana, sih? Gue sudah bolehin dia ngundang mantannya. Eh… giliran gue mo ngundang mantan, dianya ngamuk-ngamuk. Secara gue sama mantan udah jadi temen baik. Bete, deh…” keluh Riska. Semuanya sudah siap. Venue, Catering, Bridal, Dekorasi, Undangan, Souvenir, etc. Tapi sepertinya masalah-masalah kecil menjelang due date bisa bikin naik darah. Bahkan, bukan nggak mungkin juga malah bikin wedding party yang tengah dirancang jadi buyar alias batal.
Salah satunya adalah masalah mengundang mantan kekasih di pernikahan kita. Seringkali hanya gara-gara mengundang sang mantan, pernikahan indah yang sudah di depan mata pun jadi hancur berantakan. Sebenarnya, perlu nggak, sih, mengundang mantan kekasih masing-masing untuk hadir di pesta pernikahan kita?

Ketika Rasa Itu Masih Ada
Mengundang sang mantan memang bisa jadi masalah besar, bisa juga nggak jadi masalah buat rencana pesta pernikahan kita. Bisa jadi masalah besar kalau di masa lalu, hubungan kita dengan mantan ternyata masih menggantung, alias masih ada rasa cinta di hati. Jangan pernah mencoba mengundang mantan kekasih ketika story antara kita dan mantan ternyata sebenarnya masih menggantung, dan  masih menyisakan rasa cinta dihati. Bisa-bisa hanya gara-gara melihat mantan di pernikahan, membuat hati kita menjadi goyah dan membatalkan pernikahan.
Atau, sang mantan adalah seseorang yang pernah menjadi someone special dalam jangka waktu yang cukup lama, dan bahkan pernah hampir menjadi calon pasangan kita. Akan lebih baik untuk tidak mengundangnya, terlebih bila mantan begitu dekat dengan keluarga kita. Bisa jadi kehadirannya hanya akan membuat hati kita dan keluarga jadi remuk redam, karena masih memiliki perasaan yang kuat dengannya. Bukan tak mungkin pula kehadirannya malah membuat keluarga membanding-bandingkan sang mantan  dengan calon pasangan kita. Alhasil, justru kita akan membuat posisi calon pasangan kita menjadi tersudut dan menimbulkan situasi yang tidak enak dengan keluarga besar si dia.
Satu lagi. Ketika kita masih merasa ‘sakit hati’ dengan perlakuan mantan di masa lalu, dan dengan sengaja mengundangnya ke pernikahan kita hanya untuk sekedar ‘pamer’ , atau hanya ‘untuk terakhir kali melihatnya’. Lebih baik lupakan saja niat untuk mengundangnya. Alasan ini hanyalah kamuflase, bahwa sebenarnya kita belum terlampau siap untuk menikah dengan orang lain.

Boleh Undang, Asal…
Sebenarnya nggak jadi masalah kalau mau mengundang sang mantan. Hanya saja, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ketika ingin mengundang mantan. Yang pertama, diskusikan dengan pasangan, apakah dia keberatan ketika kita ingin mengundang mantan. Demikian pula sebaliknya, ketika si dia ingin mengundang mantannya. Buat kesepakatan bersama, apakah kita dan pasangan akan mengundang mantan masing-masing atau tidak. Kesepakatan bersama ini sangat penting untuk dibuat. Bagaimanapun juga, kita dan pasangan harus saling menghargai satu sama lain, demikian pula dengan masa lalu yang pernah dimiliki oleh kedua belah pihak.
Kedua, jika memang kita dan pasangan sudah no hurt feeling dengan mantan masing-masing, dan bahkan sudah berteman baik dengan mereka. Tidak ada salahnya untuk mengundang mantan. Toh, kita dan pasangan sudah menjadi sahabat baiknya. Ketiga, pastikan bahwa mantan masing-masing memang ‘tidak bermasalah’ dan  tidak akan membuat masalah. Sebab ketika kita mungkin merasa sudah tak punya hubungan apapun dengan mantan, bukan berarti mantan merasakan hal yang sama. Bisa jadi mantan ternyata masih memendam rasa, dan berniat membuat ‘masalah’ di pernikahan kita. Jika kita merasa mereka akan membuat masalah, lebih baik jika sejak awal tidak mengundangnya.
Bagaimanapun juga, ketika kita memasuki pernikahan, bukan lagi diri kita sendiri yang dipikirkan, akan tetapi pasangan kita pun juga harus dipikirkan. Kita tidak bisa lagi menjadi egois dan mengedepankan keinginan dan perasaan kita semata, karena sekarang ada pasangan yang akan selalu menjadi teman berbagi dalam segala hal. Well, selamat mempersiapkan pernikahan Anda…q (ika)

Selasa, 31 Januari 2012

SAFETY FIRST

19 Maret 1995, penyanyi cantik idola anak muda saat itu, Nike Ardilla, tewas dalam sebuah kecelakaan mobil, karena tidak menggunakan sabuk pengaman. Sementara itu di Muara Bungo, Jambi, sepanjang tahun 2011 lalu dari 182 kasus angka kecelakaan lalu lintas yang terjadi, 54% di antaranya didominasi oleh kaum remaja yang sering ugal-ugalan saat mengendara, khususnya pengendara roda dua seperti balapan liar dan mengoperasikan handphone saat mengemudi.
Hmm… tragis, ya. Hanya karena hal sepele, tidak menggunakan sabuk pengaman, tidak menggunakan helm, menggunakan handphone saat mengemudi, nyawa kita harus melayang sia-sia di jalanan di usia yang masih muda. Padahal kalau saja kita mau sedikit lebih ‘repot’ dengan menggunakan helm, memakai sabuk pengaman, dan tidak ber-handphone ria saat berkendara, akan jauh lebih aman buat diri sendiri tanpa harus berkorban nyawa sia-sia.

Ah… tidak apa-apa, kok…
Ini yang sering terjadi. “Ah… nggak apa-apa, cumin deket aja, nggak usah pake helm, lah…” Tapi tak lama kemudian, kecelakaan pun terjadi. “Biasanya juga nggak apa-apa, kok, telpon-telponan sambil nyetir. Yang penting tetep konsen nyetir, aja…” Begitulah alasan yang selalu terlontar. Padahal, menurut hasil survey yang dilakukan LG Mobile tahun 2011, pengendara berusia muda memang paling rentan terhadap bahaya penggunaan ponsel sebab jam terbang mereka yang masih sedikit ditambah fokus yang hilang akibat ponsel banyak membuat kecelakaan.
Sobat muda, bukan hanya soal safety first dalam berkendara yang sering dilalaikan oleh hampir sebagian besar kita, anak-anak muda. Dalam soal iman pun kita juga sering banget nggak safety. Kerap kali kita lalai dalam berdoa, ber-saat teduh, bahkan juga ke gereja. Alasan malas, besok-besok juga masih bisa, nggak mood, nggak sempat, ataupun sibuk,  sering kita kemukakan. Tapi tahukah sobat muda, bahwa semuanya itu bisa menjadi penyebab awal kehancuran hidup kita?
Mungkin kita nggak sadar. Tapi ketika kita mulai malas berdoa dan nggak pernah lagi baca Alkitab, apalagi ke gereja, pelan-pelan kita akan lebih mudah jatuh ke dalam pergaulan yang tidak sehat. Iman kita menjadi semakin melemah. Sekali dua kali melalaikannya, kita masih takut. Lama-lama karena sudah biasa dan merasa nggak apa-apa, kita pun jadi gampang diiming-imingi minuman keras dan narkoba, nggak susah untuk masuk ke pergaulan bebas, hingga hidup kita pun semakin terpuruk dan jauh dari Tuhan.

Jangan main-main!
Sama seperti halnya ketika kita menyepelekan keamanan di jalan raya, demikian pula kita tidak bisa menyepelekan keamanan iman kita. Karena ketika mulai menyepelekannya, Mang Iib sudah siap-siap bersukacita untuk mengajak kita jatuh ke dalam dosa. Sedikit saja kita lalai, efeknya bisa menjadi panjang.
Ingat, lho, “Jagalah supaya jangan ada seorang pun menjauhkan diri dari kasih karunia Allah, agar jangan tumbuh akar yang pahit yang menimbulkan kerusuhan dan yang mencemarkan banyak orang.” (Ibrani 12:15). Artinya, kita mengenal Kristus dan menjadi anak-anakNya, adalah merupakan sebuah kasih karunia yang luar biasa. Kalau kita menjauhkan diri dariNya, bukan hanya berakibat buruk untuk diri kita sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Kok, bisa? Yup! Tentu saja. Sebab bagaimana mungkin kita menjadi saksi Kristus bagi orang lain, kalau kita sendiri tidak mau taat dan berpaling dari padaNya.
Sebab itu sobat muda, jangan pernah main-main dengan hidup dan iman kita. Mulai sekarang, ayo kita belajar untuk mulai safety first dalam hal apapun juga, terlebih dalam iman dan pengenalan kita akan Allah. Kalau nggak mau hidup kita berakhir dengan sia-sia, mulailah untuk memperketat keamanan. Nggak lagi menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah, makin rajin berdoa dan dengar-dengaran dengan Allah, serta hidup sesuai dengan kehendakNya. Percaya, deh, Mang Iib pun pasti jadi makin susah untuk menjatuhkan kita. Lets be safety, guys... q(ika)   (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Januari 2012)

LAGI… DAN… LAGI…

Membaca kisah hidupnya, mungkin kita akan bilang bahwa dia adalah bocah pecundang sejati. Bayangkan saja. Sparky, begitu ia biasa dipanggil, selalu mendapat nilai jelek di semua mata pelajaran di kelas delapan SMU. Ia juga tidak lulus di pelajaran Fisika dan mendapatkan nilai nol. Bukan hanya mata pelajaran Fisika saja yang tidak lulus. Untuk pelajaran Matematika, Bahasa Inggris, dan Bahasa Latin pun Sparky juga tak lulus. Yang lebih menyedihkan lagi, di pelajaran olahraga ia juga hampir bernasib serupa. Bukan hanya gagal di hamper setiap pelajaran, Sparky juga seorang anak yang sulit bergaul.  Tak ada seorang teman pun yang perduli padanya. Bahkan mungkin murid-murid di sekolahnya pun nggak ngeh kalau dia juga bersekolah di situ.
Akan tetapi ada satu hal yang membuat Sparky bangga pada dirinya sendiri. Ia sangat suka menggambar. Ia sangat menghargai karya seni yang dibuatnya sendiri. Tentu saja tak ada seorang pun yang menghargai karyanya. Meski berkali-kali karyanya ditolak dan tak ada satupun yang mau menerimanya, Sparky tetap yakin pada kemampuannya. Ia pun lantas memutuskan untuk menjadi seniman professional.
Terakhir kali, karya Sparky ditolak juga oleh Walt Disney Studio. Akhirnya Sparky pun memutuskan untuk menulis otobiografinya dalam bentuk kartun. Ia menggambarkan dirinya sendiri sewaktu masih anak-anak. Seorang anak yang selalu gagal dan tidak pernah berhasil. Lalu apa yang terjadi? Segera saja karakter kartun itu menjadi terkenal di seluruh dunia. Kalau sobat muda suka dengan kartun “Peanuts”, dan karakter kartun yang layangannya tak pernah terbang dan tak pernah sukses menyepak bola, Charlie Brown, ya… itulah karya buatan Sparky alias Charles Schultz.

Pecundang ≠ Dunia Kiamat
Siapa bilang enak jadi anak yang ‘nobody knows about us’? Tak ada seorang pun yang tahu tentang kita, bahkan tak ada yang perduli dengan kita. Selalu jadi the looser dimanapun kita berada, dan selalu dipandang sebelah mata. Jangankan ada yang melirik, tahu pun juga nggak. Rasanya menyakitkan. Seolah-olah tak ada satu pun hal yang special yang kita miliki dan bisa dibanggakan. Kalau sudah begitu, rasanya dunia mau kiamat saja. Tak seorang pun yang perduli, tak seorang pun yang mengerti, jadi… mendingan bunuh diri saja… Weits… no… no… no… don’t do that!
Sobat muda, hidup memang buat sebagian orang tidaklah selalu mudah. Buat sebagian dari kita yang seringkali hidup tanpa kesulitan yang berarti, mungkin saja ini bukan apa-apa dan tak menjadi masalah. Tetapi buat mereka yang selalu hidup dalam kesulitan alias man without lucky, tentu saja ini bisa jadi masalah besar. Seolah-olah hidup tak pernah berpihak pada dirinya. Tapi benarkah hidup benar-benar tidak berpihak padanya?
Bukan seperti itu. Terkadang yang kita butuhkan hanyalah sedikit kesabaran. Eh, tapi bukankah kesabaran itu ada batasnya? Kalau sudah terus-terusan susah, bagaimana mungkin kita bisa bersabar lebih lama lagi? Yup, terkadang mungkin kita berpikir seperti itu. Tapi tahukah kita bahwa Allah selalu punya rencana yang indah dalam hidup kita? Terkadang kita mungkin lelah bersabar, lelah menunggu sedikit lama untuk menantikan waktu Allah untuk memberikan yang terbaik dalam hidup kita. Misalnya saja, mungkin Allah akan memberikan berkat yang telah kita nantikan itu besok. Tetapi, hari ini kita sudah menyerah kalah. Sayang sekali bukan kalau kita menyerah duluan padahal berkat itu sudah tinggal sedikit lagi kita dapatkan?

You’re Not A Looser
Terkadang kita juga merasa, hidup bak pecundang seperti hidup yang penuh dengan masalah tiada henti. Padahal, kita sebenarnya patut mensyukurinya, lho. Hah, bagaimana mungkin bisa bersyukur dengan kondisi seperti itu? Tentu saja bisa. Pengalaman pahit yang kita alami itu jangan pernah dijadikan sesuatu yang membuat kita jadi trauma. Tapi syukurilah itu dan jadikan pengalaman hidup yang berharga, yang membuat kita jadi kuat, membuat kita jadi lebih sabar dalam menghadapi apapun rintangan yang dihadapi, dan pantang menyerah.
Remember guys, Allah tidak pernah menjadikan kita sebagai seorang pecundang. Ketika berbagai penolakan dan persoalan yang datang terus menerus dalam hidup kita, semuanya itu adalah bagian dari cara Allah yang sedang membentuk kita sedemikian rupa agar kita menjadi seorang pemenang. Menjadi ciptaanNya yang sangat berharga dan untuk kemulianNya. Kalau sobat muda membaca Roma 9:20-24, kita akan tahu dengan pasti bahwa apa yang kita alami saat ini adalah bagian dari rencana pembentukan Allah atas hidup kita.
Sebab itu guys, jangan pernah patah semangat. Ingatlah, “… bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28). Seperti Sparky yang yakin dengan kemampuan yang dimilikinya, ia pasti akan berhasil. Meski untuk itu ia harus melewati masa-masa sulit, penolakan serta perlakuan yang tidak mengenakkan, tetapi Sparky juga tidak menyerah. Kita pun pasti akan bisa melewati segala perkara, terlebih jika kita bersama-sama dengan Kristus yang akan selalu memberi kekuatan, penghiburan dan kesabaran. Hingga pada akhirnya nanti, kita pun akan memetik buah yang manis, hasil dari perjuangan kita yang tak kenal menyerah.q(ika)    (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Januari 2012)