Minggu, 31 Desember 2006

TRADISI NATAL DI BERBAGAI NEGARA


“Asyik... hari Natal sudah tiba...” Hmm begitu kali ya kalo masa raya Natal sudah semakin dekat. Mulai deh prepare macam-macam. Mulai dari sepatu baru, baju baru, penampilan baru, nyiapin kado-kado Natal, kue-kue, pohon Natal, hiasan-hiasan Natal, en pernak-pernik Natal lainnya. Pokoknya heboh deh.. Kalo ngelihat tradisi Natal di Indonesia, maybe udah nggak asing lagi buat kamu-kamu semua. Tapi gimana ya tradisi ngerayain Natal di beberapa negara di dunia?

Natal di Australia

Di Australia, Natal jatuh di musim liburan yaitu mulai awal atau pertengahan Desember hingga awal Februari. Orang-orang Australia menggantungkan rangkaian bunga yang berbentuk melingkar di depan pintu rumah mereka.  Di malam Natal, mereka juga berkeliling dari rumah ke rumah, menyanyikan lagu-lagu Natal yang gembira. Masyarakat juga menghias rumah-rumah dan juga taman-taman mereka dengan pohon Natal dan lampu-lampu Natal. Terkadang mereka mengadakan kompetisi kecil-kecilan untuk mendapatkan siapa yang meraih pajangan lampu terbaik.
Di setiap ibukota negara bagian terdapat paduan suara Natal yang besar dilengkapi cahaya lilin. Salah satu perayaan terbesar diselenggarakan di luar kubah terbesar di Australia. Para penonton berdiri di luar, masing-masing orang memegang sebuah lilin. Setiap tahunnya sekitar 100.000 atau lebih orang-orang yang menghadiri perayaan yang disiarkan di televisi di seluruh Australia. Ada juga pawai Natal yang sangat besar di setiap ibukota negara bagian. Sebagian besar kota-kota di Australia juga mengadakan festival dan parade. Di beberapa tempat, di taman-taman setempat diletakkan kembang api yang besar untuk memeriahkan perayaan Natal.

Natal di Republik Ceko
Sepanjang malam tanggal 6 Desember, anak-anak di Republik Ceko biasanya menyaksikan di langit berbagai tanda dari Santo Nicholas. Mereka percaya bahwa Santo Nicholas akan turun dari langit dengan membawa satu tas besar berisi hadiah-hadiah bagi anak-anak yang sepanjang tahun telah berbuat baik, dan satu tas besar berisi tongkat-tongkat untuk anak-anak nakal. Ketika anak-anak mengira bahwa mereka mendengar kedatangannya, mereka kemudian beramai-ramai menuju ke ruang makan dan mengucapkan doa-doa, berharap akan mendapat hadiah yang indah. Biasanya anak-anak ini mendapatkan beberapa hadiah kecil pada hari Santo Nicholas. Serupa dengan di Inggris dan beberapa negara lainnya anak-anak ini juga menemukan hadiah-hadiahnya di kaos-kaos kaki pada hari Natal. Hadiah utama seringkali dibuka pada malam Natal.
Pada hari Natal di Republik Ceko, binatang-binatang peliharaan dan binatang-binatang di peternakan juga ikut ngerayain Natal lho. Binatang-binatang ini dikasih makanan Natal yang spesial juga, yang dibagikan bersama-sama. Selain itu, orang-orang di Ceko juga punya kebiaasaan unik di hari Natal. Pada hari Natal mereka sengaja meninggalkan makanan yang ditaruh dalam sebuah tempat, dengan tujuan agar bayi Kristus datang untuk mengambil makanan itu. Ada-ada saja yah?

Natal di Ghana
Orang-orang Ghana merayakan Natal mulai 20 Desember sampai minggu pertama bulan Januari. Malam Natal adalah saat dimana perayaan  dimulai dengan kebaktian di gereja yang diiringi dengan tabuhan drum dan tari-tarian. Dalam kebaktian, Pastor mengingatkan jemaat mengenai alasan mengapa mereka berkumpul. Anak-anak biasanya memainkan drama kelahiran Kristus atau drama lainnya. Kemudian paduan suara mulai menyany,i dan orang-orang maju ke depan untuk mulai menari. Lagu-lagunya kebanyakan dinyanyikan dalam bahasa-bahasa yang paling dimengerti oleh masyarakat. Maklum, ada 66 bahasa yang digunakan di Ghana (kebayang kan bingungnya?). Ini membuat mereka merasa bahwa Allah berbicara dalam bahasa  mereka. Kadang-kadang kebaktian-kebaktian dan tari-tarian ini berlangsung sepanjang malam.
Beberapa orang lainnya merayakan malam Natal dengan kembang api dan pesta-pesta. Pada hari natal, gereja-gereja menjadi sangat penuh, dan orang-orang keluar dengan pakaian tradisional mereka yang berwarna-warni. Setelah kebaktian Natal di gereja pada pagi hari, orang-orang cepat-cepat kembali ke rumah mereka dan mulai saling memberi dan menerima hadiah-hadiah.
Natal di Greenland
Di desa-desa di kutub, tempat tinggal orang-orang Eskimo,  setiap keluarga sangat senang untuk saling mengunjungi dan mengadakan pesta pada hari Natal. Mereka minum kopi dan makan kue-kue serta saling bertukar parcel yang telah dibungkus dengan kertas berwarna terang. Hadiah-hadiah tradisionalnya seperti godam, sepasang taring beruang laut yang telah dihaluskan, atau sarung tangan dari kulit anjing laut. Setiap orang di desa mendapatkan sebuah hadiah dan anak-anak  pergi dari pondok ke pondok menyanyikan lagu-lagu.
Pohon-pohon Natal harus diimpor karena tidak ada pohon-pohon yang tumbuh sampai sejauh utara Greenland. Mereka menghiasnya dengan lilin dan ornamen-ornamen yang bercahaya. Tarian-tarian dilakukan sepanjang malam. Setelah menikmati kopi, kue-kue dan menyanyikan lagu-lagu gembira, orang-orang Greenland kemudian menyediakan makanan yang sangat lezat yang disebut ‘mattak’, yaitu kulit ikan paus dengan potongan lemak didalamnya.
Selain itu disajikan juga makanan yang disebut ‘kiviak’, terbuat dari kulit telanjang dari daging salah satu jenis burung arctic kecil yang kemudian dipanggang seluruhnya dalam kulit anjing laut selama beberapa bulan, sampai mereka mendapatkan tingkat pembusukan tertinggi. Meskipun terdengar mengerikan, ini makanan yang sangat lezat di Greenland. Tradisi lain orang-orang Greenland di malam Natal, di mana para pria memperhatikan para wanita, melayani mereka dengan menghidangkan kopi dan menyeduhnya untuk mereka. Biasanya mereka juga mengadakan permainan.

Natal di Yunani
Di negeri yang terkenal dengan mitologi serta dewa-dewinya ini, malam Natal biasanya merupakan saat di mana anak-anak, terutama anak laki-laki, untuk pergi ke jalan-jalan sambil menyanyikan lagu-lagu natal yang gembira. Mereka memainkan drum dan kerincing, mengikuti irama sebagaimana lagu yang  mereka nyanyikan.
Kadang-kadang mereka juga membawa kapal-kapalan yang dihias dengan biji-bijian yang dicat dengan warna emas. Membawa sebuah kapal adalah kebiasaan kuno di kepulauan Yunani. Biasanya jika anak-anak ini menyanyi dengan baik, mereka akan diberi uang atau kacang, kembang gula dan daun ara kering untuk di makan, oleh masyarakat setempat.

Natal di Belanda
Bagi sebagian besar anak-anak di Belanda, hari yang paling penting dalam perayaan Natal adalah 6 Desember, di mana Sinter Klaas – sebutan untuk Santa Claus (Amerika Serikat) ataupun Santo Nicholas (Inggris, Ceko, dll) di Belanda – akan tiba dan memberikan banyak hadiah untuk mereka. Pada pagi hari Sinter Klaas melakukan perjalanan ke Amsterdam dengan sebuah kapal, memakai jubahnya yang berwarna merah, bersama dengan pembantunya yang bernama Peter Si Hitam. Ketika Sinter Klaas dan Peter Si Hitam tiba turun dari kapal, semua lonceng gereja setempat dibunyikan, untuk menandai dimulainya prosesi  perayaan Natal. Sinter Klaas kemudian memimpin sebuah prosesi sepanjang Amsterdam, mengendarai seekor kuda putih, untuk bertemu dengan Ratu Amsterdam di istana.
Pada malam menjelang hari kedatangan Sinter Klaas (5 Desember), anak-anak meninggalkan bakiak atau sepatu di luar rumah, supaya Sinter Klaas mengisinya dengan hadiah-hadiah. Mereka juga percaya jika mereka meninggalkan sejumlah rumput kering dan wortel di sepatu mereka untuk kuda Sinter Klaas, mereka juga akan mendapatkan sejumlah kembang gula yang ditinggalkan Sinter Klaas. Anak-anak biasanya menyerahkan kepada Peter Si Hitam, sebuah catatan yang mereka simpan dalam sebuah buku, tentang segala sesuatu yang telah mereka lakukan selama satu tahun. Anak-anak yang selalu berbuat baik akan mendapatkan hadiah dari Sinter Klaas, tetapi anak-anak yang nakal akan mendapat pukulan dari Peter Si Hitam dengan sebuah tongkat. Setiap kota kecil di Belanda memiliki beberapa pembantu Sinter Klaas, berpakaian sama dengan Sinter Klaas yang membantu membagikan hadiah-hadiah.
Pesta-pesta Sinter Klaas seringkali diselenggarakan pada malam harinya, dimana permainan mencari harta karun dimainkan dengan puisi-puisi yang memberikan petunjuk berupa teka-teki. Anak-anak mengikuti petunjuk untuk menemukan hadiah-hadiah kecil yang ditinggalkan oleh Sinter Klaas. Hari Natal sendiri lebih merupakan hari tenang di Belanda, yang diisi dengan kebaktian di gereja dan makan malam keluarga. Terkadang ada juga hari Natal spesial untuk Sekolah Minggu pada malam harinya di gereja, di mana kisah Natal dan kisah-kisah tradisional lainnya diceritakan.  q(ika/ berbagai sumber)                     (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Desember 2006)

NATAL: BUKAN SEKEDAR TRADISI


Natal memang nggak bakal bisa lepas dari yang namanya tradisi. Mulai dari pasang pohon Natal, Sinterklas, kado-kado Natal, lampu-lampu dan hiasan Natal, kartu-kartu Natal, makan malam spesial, pesta-pesta Natal di hotel-hotel atau di mal-mal terkenal, and so on. Sejumlah negara bahkan memiliki tradisi Natal yang unik, dan nggak tertutup kemungkinan beberapa suku di Indonesia pun demikian. Lama kelamaan, tanpa disadari, seringkali kita jadi ngerayain Natal bukan karena kepengin mengingat makna Natal sebagai kelahiran Yesus yang datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Sebaliknya kita justru lebih sering ngerayain Natal hanya karena itu memang tradisinya orang Kristen, atau bahkan karena kita lebih kangen sama pesta perayaannya saja.

Mengapa Natal?
Ngomongin soal makna Natal, sebenarnya ini adalah bagaimana kita melihat begitu besar kasih Allah yang mau datang ke dalam dunia ini untuk kita, umat manusia (Yohanes 3:16). Dalam keadaan-Nya yang hina, Dia tanggalkan segala kebesaranNya. Dia datang sebagai sosok bayi kecil, dan juga lahir di satu kandang. Ini menunjukkan bagaimana Dia sudah menyatakan kasih-Nya untuk menjangkau semua orang dari berbagai kalangan, bahkan sampai tingkatan yang rendah sekalipun. Inilah inti Natal yang sesungguhnya, bahwa Allah telah menunjukkan kasih-Nya yang luar biasa bagi kita, manusia yang sesungguhnya nggak layak untuk mendapatkan kasihNya yang begitu mulia.
Kalau pun memang ada tradisi-tradisi khusus yang unik ataupun dengan pesta-pesta serta perayaan yang meriah, itu juga baik dan nggak ada salahnya juga, kok. Tetapi akan lebih baik kalau kita bisa merayakan Natal dengan berbagi dengan sesama. Karena tujuan Allah adalah untuk keselamatan manusia, akan lebih baik bagi kita buat manfaatin moment Natal untuk hal-hal yang lebih berguna, seperti kegiatan sosial, supaya kita nggak terlalu mengumbar tradisi. Yang terpenting dalam merayakan Natal sesungguhnya adalah bagaimana persiapan hati kita menyambut kedatanganNya.

Memanfaatkan Natal
Ngerayain Natal itu sebenarnya bisa dengan banyak cara. Tapi terutama sekali yang perlu kita lakukan adalah mempersiapkan hati kita. Karena memang di situlah moment di mana kita bisa merasakan Allah hadir melalui Yesus Kristus di dalam kehidupan kita. So, persiapan Natal itu nggak cuma sibuk dengan hadiah-hadiah, baju baru, sepatu baru, nyiapin acara-acara Natal, dan sebagainya. Semuanya itu juga nggak salah. Tetapi ada yang lebih penting dari itu adalah bagaimana kita mempersiapkan hati kita buat Kristus, seperti halnya orang-orang Majus yang juga mempersiapkan diri sedemikian rupa untuk menyambut kelahiranNya (Matius 2:1-11).
Well guys... it’s okay ngerayain Natal ngikutin tradisi-tradisi yang maybe sudah berjalan di keluarga atau lingkungan kamu. Tapi yang kudu diingat, jangan sampai terlena dengan tradisi-tradisi yang ada, apalagi sampai melupakan makna Natal yang sesungguhnya. Lebih dari semuanyaitu, yang terutama buat kita adalah bagaimana kita mempersiapkan hati kita untuk menyambut kelahiran Kristus, dan bagaimana kita bisa merasakan kehadiran Allah dalam hidup kita, serta berkomitmen untuk bisa lebih lagi menyatakan kasih Allah kepada sesama kita.q(ika)                      (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Desember 2006)

Kamis, 30 November 2006

ANAK-ANAK TERTOLAK


Ribuan…bahkan mungkin jutaan anak di seluruh dunia, tak terkecuali anak-anak yang lahir dari keluarga Kristen, yang ternyata lahir dalam keadaaan tertolak. Kehadirannya yang tak diinginkan, membuat orangtuanya berlaku tidak adil, sehingga melahirkan penderitaan yang amat sangat dalam hidup si anak

          Ada begitu banyak alasan yang membuat kita sebagai orangtua, terlebih sebagai seorang ibu, sampai ‘tega’ menolak anak kita. Ketika si buah hati ternyata lahir dalam kondisi tidak seperti yang kita harapkan, ketika anak yang dilahirkan bukan hasil cinta kasih melainkan hasil kasus perkosaan, ketika kita merasa belum siap untuk memiliki anak, ketika kita sendiri ternyata punya trauma ditolak oleh orangtua kita, ketika kita memiliki ketakutan untuk memiliki anak, dan berbagai alasan lainnya. Semuanya itu ternyata sanggup membuat kita menjadi begitu tega menyakiti anak kita, dengan menolak kehadiran dan keberadaannya. Namun, banyak diantara kita yang tidak sadar, bahwa penolakan yang kita lakukan itu ternyata berakibat fatal.

Inilah Akibatnya!
        Siapa sangka, penolakan yang kita lakukan ternyata menimbulkan suatu luka-luka batin yang cukup dalam di hati anak-anak, sehingga mengakibatkan reaksi yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Kepahitan! Itulah yang akan dialami anak-anak jika kita menolak mereka. Anak-anak yang ditolak ini akan merasa diabaikan, terhina, dan juga merasa malu. Inilah yang menyebabkan mereka gampang sekali mengembangkan pola penyesalan, kebencian dan agresif. Kata-kata yang menyakitkan akan sering keluar dari mulutnya. Sekali ia disakiti orang lain, mudah sekali baginya untuk langsung membenci dan membalas dendam kepada orang yang telah disakitinya. Perasaan-perasaan  tertolak inilah yang membuat si anak menjadi trauma. Bukan tidak mungkin trauma ini akan terus terbawa sampai ia dewasa dan berkeluarga, dan akan berpengaruh pada cara ia mendidik anak-anaknya kelak. Inilah yang harus dibereskan dan dituntaskan. Memang, tidak semua anak yang tertolak ini akan mengalami trauma yang melahirkan perilaku negatif. Ada juga anak-anak tertolak ini, yang kemudian mengalami trauma, tetapi justru karena trauma yang ia alami itulah, melahirkan perilaku yang positif.
      Demikian juga dengan apa yang dialami Yefta (Hakim-Hakim 11:1-11). Hanya karena ia putra seorang pelacur, keluarganya lantas mengusirnya. Juga Daud, yang kerap dianggap anak bawang dan hanya pantas disuruh menjaga kawanan domba ayahnya dan melayani kakak-kakaknya saja (I Samuel 16:11, 17:15, 17:17-22, 17:28). Tetapi baik Yefta maupun Daud, mampu menunjukkan bahwa diri mereka sanggup mengatasi rasa sakit akibat penolakan yang mereka alami, dan semuanya itu justru mampu memacu mereka untuk menjadi pribadi yang lebih baik serta melakukan yang terbaik seturut kehendak Tuhan. Tidak semua anak bisa seperti Mark, Daud, ataupun Yefta. Kenyataan yang ada justru menunjukkan bahwa perilaku negatif justru lebih banyak muncul pada anak-anak yang tertolak ini. Ini tidak bisa dipungkiri lagi dan harus segera diatasi.

Harus Bagaimana?
    Tak sedikit orangtua yang tidak menginginkan kehadiran anak ini, kemudian mencoba ‘mele-nyapkannya’ dengan jalan menggugurkan  kandungannya, dengan dalih tidak mau ‘menyakiti’ si anak. Persoalannya sekarang, apapun alasannya, iya kalau akhirnya dengan segala usaha yang dilakukan, anak itu benar-benar ‘lenyap’. Tetapi bagaimana kalau yang terjadi sebaliknya, anak tersebut tetap lahir, namun dalam kondisi cacat. Bukan tidak mungkin hal itu akan membawa penyesalan yang mendalam bagi kita sendiri sebagai orangtuanya, atau justru sebaliknya, hal itu makin menjadi alasan bagi kita untuk menolak dan membencinya, serta berusaha untuk ‘membuang’nya.
      Ketika di dalam hati dan pikiran, kita sudah ‘menyatakan’ menolak kehadiran anak tersebut, sebe-tulnya pada saat itulah anak sudah merasakan bahwa dirinya ditolak oleh orangtuanya. Saat itu juga, anak sudah mampu merekam  penolakan orangtuanya, dan itulah yang membuatnya menyimpan rasa sakit hati, sejak masih berada dalam kandungan. Mungkin kita menganggap, ‘bagaimana mungkin bayi dalam kandungan dapat merasakan penolakan itu?’. Jawabannya sederhana, karena ia berada dalam kandungan ibunya, secara otomatis ia dapat merasakan apa yang dirasakan oleh ibunya. Kalau sang ibu tidak menginginkannya, otomatis pula ia dapat merasakannya.
       Firman Tuhan dalam Kolose 3:21 mengingatkan kita secara tegas, “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.” Kalau kita sudah menolak anak-anak kita dengan cara atau dengan alasan apapun, kita sudah membuat hati anak-anak kita menjadi tawar dan hal itu sama sekali tidak dikehendaki oleh Allah. Itu baru kesalahan pertama kita. Kesalahan kita berikutnya, kita sudah mendorong anak kita untuk memiliki sifat-sifat negatif. Kemarahan, apatisme, kebencian, permusuhan, dan semua sifat-sifat negatif yang muncul pada si anak, semuanya itu disebabkan oleh penolakan kita.
       Sebagai orangtua, kita seharusnya memberikan cinta kasih  kepada anak-anak kita. Apapun alasan-nya, kita tidak berhak untuk menolak anak  kita, karena bagaimanapun juga ia adalah darah daging kita, anugerah dari Allah, dan anakpun memiliki hak penuh untuk hidup dicintai, diterima dan dihargai oleh orangtuanya. Kalau kita sudah menolak anak kita, sama artinya kita menolak Allah dan merampas hak anak-anak kita untuk dicintai dan dihargai. Jadi, kalau kita sudah melakukan penolakan itu, kita bukan hanya melanggar Firman Allah untuk mendidik dan mengasihi anak-anak kita, tetapi juga kita telah melanggar hak asasi anak-anak kita. Efesus 6:4 sendiri sudah memberikan peringatan keras, supaya kita mendidik serta mengasihi anak-anak kita, dan bukannya membuat mereka merasa marah akibat penolakan kita.
      Mungkin kita sendiri sebagai orangtua merasa terluka, ketika anak yang kita lahirkan ternyata tidak seperti yang diharapkan, atau kita tidak siap memiliki anak, atau apapun alasannya. Tetapi kita harus mau belajar dan mau menerima kehadiran anak tersebut, serta harus mau mengasihinya dengan tulus. Mengapa? Karena hanya dengan cara demikianlah kita akan dapat menghilangkan luka yang kita rasakan karena ketidaksiapan dan kekecewaan kita, sehingga tidak ada alasan lain bagi kita untuk menolaknya, dan mau tidak mau yang kita lakukan adalah menerima dan mengasihi dia. Ingatlah, Tuhan Yesus sendiri memerintahkan kita untuk mengasihi sesama kita seperti kita mengasihi diri kita sendiri (Matius 22:39). Kalau kita tidak mau menerima dan mengasihi anak-anak kita  serta menolaknya, sama halnya kita menolak sesama kita, karena anak-anak ini adalah sesama kita manusia juga.
       Saat ini, jika kita sebagai orangtua sudah terlanjur melakukan kesalahan dengan menolak anak-anak kita, mulailah untuk bertobat dan lakukanlah pemulihan. Tak cukup hubungan kita dengan Allah saja yang harus dipulihkan, tetapi hubungan kita dengan anak yang sudah kita tolak itu harus dipulihkan. Mungkin diperlukan suatu proses yang cukup panjang. Tetapi jika kita mau bertobat, dan mau membuka hati dan diri kita, serta mau belajar untuk menerima dan mengasihi anak-anak kita, dan yang terpenting lagi menyerahkan semuanya kepada Allah, semuanya akan dapat diatasi.
       Satu hal yang perlu kita lakukan. Jangan hanya bertobat dan mengakui kesalahan kita di hadapan Al-lah saja, tetapi kita juga harus mengakui kesalahan kita dan meminta maaf pada anak-anak yang sudah kita tolak. Jangan merasa gengsi karena kita adalah orangtuanya. Kalau kita mau mengakui, meminta maaf dan mau memperbaiki kesalahan kita di hadapan anak yang sudah kita tolak, ini merupakan suatu ‘pengakuan’ kita pada si anak. Dengan cara ini pula, proses pemulihan itu akan berjalan lebih cepat. Sekali lagi, kuncinya, apapun kondisinya, terima dan kasihi anak kita dengan tulus.q(yth)      (telah diterbitkan di Majalah & Renungan Harian Imamat Rajani, Edisi November 2006)

Selasa, 31 Oktober 2006

KALA HATI DIBAKAR CEMBURU


Oleh: Greesika Yunita Th


“Saya pencemburu berat, apalagi kalau masih baru jadian. Sama pacar yang lama saja saya sering ribut karena cemburu. Tapi wajar, sih, karena cemburu itu, kan, tandanya saya sayang sama dia, he he, betul nggak?” cerita Ekayanto Suryo, asisten sutradara beberapa acara televisi di Majalah Cita Cinta edisi no. 06/VI 23 Maret – 6 April 2005. Apa yang diomongin sama Mas Ekayanto ini, hampir diamini en dipercaya sama sebagian besar di orang pada umumnya, termasuk mungkin kita juga. But actually, benar nggak, sih, cemburu itu tanda cinta seperti yang suka dibilang banyak orang? Katanya, nih, kecemburuan itu bisa jadi parameter besarnya cinta sang pacar pada kita. Tapi... masa iya, sih?

Nggak ada rasa percaya
Yang namanya cemburu, sebenarnya, tuh, lagi nunjukin kalau kita nggak percaya sama pacar. Kita takut kalau pacar kita dilirik orang lain, t’rus pacar kita bakal selingkuh, takut diduain. Ketika kita mulai ngerasa takut itulah, kita lagi nunjukin kalau sebenarnya kita nggak percaya sama doski. Kalau kita percaya sepenuhnya sama si dia, sudah pasti kita nggak bakal jadi orang yang cemburuan.
Actually kuncinya cuman satu. Kalau dari awal proses pacaran kita sudah benar, dalam artian, sudah doa dulu en yakin kalau he or she is the right one from God, pastinya yang namanya cemburu apalagi cemburu buta itu nggak ada di kamus kita. Makanya, yang namanya kepercayaan itu adalah sesuatu hal yang penting banget buat dijaga. ‘Coz, gimana mungkin kita bisa ngelanjutin sebuah hubungan ke jenjang yang lebih lanjut, kalau yang namanya rasa percaya itu nggak ada? 

Serasa milik sendiri
Well guys, buat kita-kita as the sons of God, gimanapun juga yang namanya cemburu itu so pasti nggak ada bener-benernya. Soalnya udah jelas bertentangan sama apa kata firTu. Firman Tuhan di Amsal 6:34-35 aja bilang, “Karena cemburu adalah geram seorang laki-laki, ia tidak kenal belas kasihan pada hari pembalasan dendam; ia tidak akan mau menerima tebusan suatu pun, dan ia akan tetap bersikeras, betapa banyak pun pemberianmu.” Nah, dari sini sudah ketahuan, kan? Cemburu sama sekali bukan tandanya cinta. Cemburu itu enggak lebih dari salah satu bentuk egoisme, karena rasa ingin memiliki, t’rus posesif. Wuih...
Nah, kalau cemburu sama pacar selain kamu sebenarnya enggak percaya sama doski, kamu juga ngerasa doski itu milikmu seorang dan orang lain enggak boleh ada yang gangguin. Ini, kan, namanya egois! Kamu sudah mengklaim seseorang itu jadi milikmu. Padahal, sudah jelas statusnya masih pacar dan kamu belum terikat pernikahan dengan dia. So, sudah pasti kamu enggak punya hak mengklaim doski jadi milik kita, karena dia masih milik orangtuanya dan yang jelas si dia adalah milik Tuhan. Nah, makanya sobat muda jangan sembarangan mengklaim doski sebagai milikmu seorang, ‘coz it means kamu sudah ngerebut dia dari ortunya en dari Tuhan.

Cemburu=bahaya!
Cemburu ternyata juga bahaya, lho. Bahkan bisa membawa dampak yang sangat buruk. Amsal 27:4 katakan, “Panas hati kejam dan murka melanda, tetapi siapa dapat tahan terhadap cemburu?” Kalau sobat muda sering baca surat kabar or nonton berita di televisi, berapa banyak peristiwa pembunuhan dan perkelahian yang terjadi gara-gara masalah cemburu ini?
Kalau sobat muda sungguh-sungguh mengasihi pacar kalian, seharusnya enggak ada kata cemburu dalam kamus cintamu. Ingat, kan, yang firTu katakan, Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.” (I Korintus 13:4). Nah, sekarang sudah tahu, kan? So, kalau sudah mulai ngerasa cemburu sama pacar, beware! Jangan-jangan kamu nggak sungguh-sungguh mencintai pacarmu.q (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Oktober 2006)

THE PRECIOUS OF YOU


Oleh: Greesika Yunita Th


Sobat muda sering nonton tv, kan? Pastinya masih ingat, dong, sama slogan iklan salah satu operator selular yang bilang, “Hari gini, nggak punya handphone?” Sepintas memang kelihatannya biasa saja. Tapi sadar enggak, sih, kalau sobat muda lagi dibawa menuju gaya hidup konsumerisme? Coba, deh, simak. Di iklan tersebut diceritain ada seorang cowok yang bingung dan kelihatan culun plus ketinggalan zaman gara-gara enggak punya handphone, sementara orang-orang di sekelilingnya sudah punya HP semua. So, what gitu, lho? Apanya yang salah, sih, kalau kita nggak punya HP?

It’s not depend on your stuff!
Well guys, seringkali kita, tuh, suka enggak sadar waktu kita buy something, kita enggak mikir kalau apa yang kita beli itu bukan karena kita reallly need it, tapi semuanya lebih karena gengsi. For example, handphone. Banyak young people like us, kemakan iklan ini, akhirnya ‘maksa’ beli handphone bukan karena benar-benar butuh, tapi lebih karena gengsi, biar dianggap gaul, dan enggak malu sama teman-teman yang sudah pada punya HP. Seolah-olah, kalau kita enggak punya HP, kita, tuh, enggak ada artinya. Terus, pas kita sudah punya HP, sekali lagi kita bakal dianggap enggak berharga, just because HP yang kita punya bukan termasuk HP warna dan berkamera. Tapi, apa benar kalau enggak punya HP bikin hidup kita enggak berharga dan enggak ada artinya?
Hey, wake up! hidup kita, tuh, sama sekali enggak ditentuin sama barang-barang yang kita punya. Kita berharga, kita punya nilai, bukan karena kita punya HP atau enggak. Kita berharga karena Allah mengasihi kita. Ingat, deh, firTu di Yesaya 43:4a, “Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau.” Enggak cuma itu, kita juga dibilang berharga dan punya nilai, ketika kita ngelakuin sesuatu yang berguna bagi orang-orang di sekeliling kita. Sekarang. nih, apa gunanya punya HP paling canggih sekalipun, tapi kita enggak bisa memanfaatkan talenta yang kita punya supaya jadi usefull bagi orang lain? Nah, daripada mengejar sesuatu cuma demi gengsi, yang cuma bikin kita merasa puas sesaat, better for us ngejar sesuatu yang lebih berguna, dan semuanya itu hanya bisa didapat waktu kita mau melakukan apa yang jadi kehendak Allah dalam kehidupan kita (baca Roma 14:19).

Be wise!
Tapi, bukan berarti kita dilarang punya HP lho, It’s not like that!  Hanya saja, sometimes, yang namanya anak muda kayak kita-kita ini, suka enggak tahan sama semua yang berhubungan dengan dunia gaul. Including, barang yang judulnya HP ini. Hayo, ngaku saja, deh, berapa banyak di antara kita yang dengan sengaja beli HP karena memang benar-benar membutuhkannya, atau karena memang beli buat gengsi dan gaul? Kalau mau jujur, nih, pasti banyak di antara kita yang beli HP demi kepentingan gaul dan gaya. Iya, enggak? Nah… yang kayak begini ini, nih, yang enggak didemenin sama Tuhan.
FirTu bilang: “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun. (1 Korintus 10:23). Hmm… sekarang sudah ngerti, kan, maksudnya? It means, Allah ingin kita semua belajar, untuk segala sesuatu, kita musti berpikir masak-masak, apa yang kita lakukan itu benar-benar berguna buat kita atau enggak. Enggak cuman soal HP doang, lho, tapi juga hal-hal lainnya. Allah mau kita semua belajar untuk jadi bijak. Kalau memang kita belum memerlukan HP, ngapain juga kita maksain diri beli HP, cuma supaya dibilang gaul? Apalagi kalau kita belinya enggak pakai ngitung-ngitung lagi doku yang kita punya. Enggak sedikit, lho, anak muda yang ‘rela’ enggak bayar SPP demi HP. Hmmm… kalau sudah begini, enggak cuma nyusahin ortu, kita sendiri juga susah karena bisa-bisa enggak ikut ujian gara-gara belum bayar SPP.
Well, mulai sekarang belajar bijak sebelum memutuskan membeli ataupun melakukan sesuatu. Pikir baik-baik, apakah itu sungguh-sungguh berguna dan sangat kita perlukan atau enggak. Jangan buru-buru en asal beli cuma karena tergiur iklan ataupun promosi dari teman-teman se-gank yang sibuk ngomporin kita. Lebih baik, ask God’s help supaya kita enggak ambil keputusan yang salah, yang bisa bikin kita menyesal apalagi sampai bikin Dia terluka. Remember yang dibilang di Amsal 14:15, “Orang yang tak berpengalaman percaya kepada setiap perkataan, tetapi orang yang bijak memperhatikan langkahnya.” Nah, gimana? enggak susah, kan?q (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Oktober 2006)

Senin, 30 Oktober 2006

KEEP CLEAN!

Bacaan: 2 Raja-Raja 22-23:30
“Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih?
Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu.”(Mazmur 119:9)

Yang namanya binatang berwarna pinky berjudul babi, memang nggak bisa dilepasin sama kubangan lumpur. Biarpun kita sudah mandiin sebersih mungkin pakai sabun or kembang tujuh rupa sekalipun, tetap saja si piggy ini nggak bakalan betah sama yang namanya bersih. Begitu ngelihat lumpur, so pasti  dia bakalan langsung menyerbu en mengotori tubuhnya. Kalau sudah begitu, pastinya kita bakalan sebel, dong, sama si babi. Sudah capek-capek mandiinnya, eh... nggak sampai hitungan detik ia sudah berkubang lagi dengan lumpur.
Sobat muda, ketika Allah membersihkan dan menyucikan kita dari segala dosa dengan darahNya yang mahal, tentu saja Ia nggak pengin banget kita kecebur lagi ke dalam kubangan dosa. Ia mau kita menjaga hidup supaya tetap bersih. Kenapa? Karena Ia mau, pada saat kedatanganNya yang kedua kali nanti, kita sudah siap untuk tinggal bersama-sama dengan Dia di dalam kerajaan surga yang mulia.

Makanya, kita harus menjaga segala tingkah laku, pikiran serta perbuatan kita supaya tetap bersih di hadapan Allah. Gimana caranya? Always taat, setia dan melakukan apa yang menjadi kehendak dan firman Tuhan.Seperti yang dilakukan oleh Raja Yosia. Sejak kecil ia sudah hidup benar di mata Tuhan. Ia selalu menuruti perintah-perintah serta ketetapan-ketatapan dari Tuhan dengan segenap hati dan jiwanya. Bahkan Alkitab mencatat, tidak ada raja seperti dia yang berbalik kepada Tuhan dengan segenap hati dan jiwanya (2 Raja-Raja 23:25). Nah, saat ini, sudahkah sobat muda senantiasa menjaga hidup bersih dan kudus di hadapanNya? Kalau belum, mulai hari ini, start your day with His Word.(ika)

(Telah dimuat di Renungan Harian Rajawali)

Sabtu, 30 September 2006

BRING THE LOVE

Bacaan : Lukas 10:25-37
“...dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
(Lukas 10:27)

Seorang gadis berusia 15 tahun bernama Lisa Marie ditemukan tewas gantung diri. Dari diary-nya, terungkap bahwa selama ini Lisa selalu diejek, dicaci, dan jadi bahan olok-olokan teman-teman sekolahnya hanya karena wajahnya yang tidak cantik. Ditambah lagi ayahnya kemudian meninggal dunia dan ibunya menderita cacat seumur hidup akibat kecelakaan. Nenek yang dicintainya pun harus menjalani kemoterapi akibat penyakit yang dideritanya. Lisa yang hidupnya ibarat sudah jatuh tertimpa tangga, bukannya mendapat dukungan dari teman-temannya tapi ia justru mendapat perlakuan yang menyakitkan.
Sobat muda, mungkin banyak sekali di antara kita ketika melihat ada teman kita yang kebetulan punya kekurangan secara fisik, kita justru malah mengejek.Belum lagi kalau dia punya masalah, kita pun cenderung tak perduli. Hari ini firman Tuhan mengajarkan, ketika kita berada di tengah-tengah orang-orang yang memiliki beban berat, kita jusru seharusnya menjadi orang orang yang dapat memberikan perhatian dan kasih sayang untuk mereka. Itulah pertolongan pertama yang dapat kita berikan untuk mereka. Mungkin hanya dengan memberikan senyuman untuknya, atau mendengarkan keluh kesahnya, bahkan mendoakannya, semuanya itu terasa cukup menolong dan menguatkannya. Setidaknya, perisiwa bunuh diri seperti yang dilakukan Lisa Marie tidak akan tejadi, karena dia tahu bahwa ada orang yang perduli dan memperhatikannya.
Nah, hari ini, sudahkah sobat muda membawa cinta, kasih sayang, perhatian, serta keperdulian kita buat teman-teman kita yang memiliki persoalan yang sama dengan Lisa Marie? Well, mulai hari ini, start your day dengan memberikan cinta dan perhatianmu untuk mereka.(grace)

(Telah dimuat di Renungan Harian Rajawali)

Jumat, 08 September 2006

THE FREEDOM TO BE YOU

Bacaan : Roma 6:15-23
“Roh, yang memberi hidup telah memerdekakan kamu
dalam Kristus dari hukum dosa dan hukum maut.”
(Roma 8:2)

Yang namanya ultah ke 17, pasti sudah dinantikan oleh hampir sebagian besar anak muda. Kata orang, usia 17 adalah usia di mana kita sudah mulai disebut dewasa. Di usia ini kita sudah mendapatkan hak untuk memiliki KTP dan SIM, boleh ikut Pemilu, dan bahkan menurut aturan pemerintah sudah diizinkan untuk menikah. Pendek kata, di usia ini kebebasan untuk menentukan segala sesuatunya sendiri, tanpa campur tangan orang lain.
Masalahnya, seringkali ketika kita sudah mencapai usia 17 tahun, yang dinanti-nantikan justru adalah kebebasan untuk berbuat semau gue tanpa diikat lagi oleh aturan-aturan ortu. Enggak cuman itu saja. Seringkali juga ketika sudah mendapatkan kebebasan, kita justru malah karena terlalu bebas dan terjerumus ke hal-hal yang enggak benar seperti narkoba, free sex, masturbasi,  pornografi, trek-trekan, dsb, sehingga membuat kita jadi terikat dengan dosa. Kita tidak lagi menjadi diri sendiri, karena kita menurut apa yang dikehendaki Iblis. Kita justru diperbudak dan makin dibelenggu oleh dosa sehingga tidak lagi menjadi manusia yang bebas.
Sobat muda, seharusnya usia 17 tahun menjadi tonggak buat kita. Bahwa kebebasan yang dianugerahkan Allah seharusnya menjadikan diri kita sosok yang telah dimerdekakan oleh Kristus. Hidup kita seharusnya mencerminkan bahwa Kristus yang telah memerdekakan itu ada di dalam diri kita. Sebab itu, sebagai orang-orang yang telah menikmati kemerdekaan di dalam Dia, hendaknya senantiasa kekudusan hidup kita agar tidak lagi jatuh ke dalam belenggu dosa.(esi)


(Telah dimuat di Renungan Harian Rajawali)

Kamis, 31 Agustus 2006

FREEDOM FOR US


Yang namanya hidup bebas en merdeka, tentu saja sudah menjadi dambaan setiap orang. Apalagi buat anak muda kayak kita. Rasa-rasanya kemerdekaan itu sudah menjadi sesuatu yang mutlak buat dimiliki. Hmmm… bayangin aja kalo sobat muda hidup di zaman penjajahan dulu. Wuaahh… sudah pasti kita bakalan menderita banget. Pengin ini itu semuanya serba susaj. Boro-boro belajar, sekolah aja nggak boleh. Mau main, apalagi. Yang ada kita kudu kerja, kerja, dan kerja, karena hidup kita sudah dikuasai oleh penjajah.

Merdeka sejak semula
Padahal kalo dipikir-pikir, nih, actually sejak lahir manusia sudah dianugerahi kebebasan dan kemerdekaan sejati oleh Allah. But, sayangnya manusia nggak mempergunakan kemerdekaan sejati yang dimilikinya itu dengan baik, sehingga akhirnya kita jadi justru kehilangan kemerdekaan itu. For example, nih, ketika manusia pertama jatuh ke dalam dosa. Om Adam dan tante Hawa sebenarnya sudah diberi kebebasan mutlak atas segala sesuatu yang ada di muka bumi ini. Sayangnya karena kecerobohan dan ketidakmampuan mereka sendiri buat mengelola apa yang sudah dipercayakan Allah pada mereka. Walhasil mereka justru harus kehilangan kemerdekaannya.
Begitu juga dengan kita. Ketika kita sudah menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat pribadi kita, seharusnya pada saat itu juga kita sudah dimerdekakan dari segala dosa-dosa kita dan hukum maut yang siap menanti (baca Roma 8:2). Kita bebas untuk menjadi diri sendiri seperti yang dikehendaki Kristus, en nggak lagi menjadi budak dosa. Namun apa yang terjadi? Kebebasan dan kemerdekaan yang kita miliki itu justru disalahkangunakan. Seringkali juga ketika sudah mendapatkan kebebasan, kita justru malah karena terlalu bebas dan terjerumus ke hal-hal yang enggak benar seperti narkoba, free sex, pornografi, trek-trekan, dan sebagainya, sehingga membuat kita jadi terikat dengan dosa. Kita nggak lagi menjadi diri sendiri, karena kita menuruti apa yang dikehendaki Iblis. Kita justru diperbudak dan makin dibelenggu oleh dosa sehingga nggak lagi menjadi manusia yang bebas.

Karena kita lemah
Remember guys apa yang dibilang firman Tuhan, “Aku mengatakan hal ini secara manusia karena kelemahan kamu. Sebab sama seperti kamu telah menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kecemaran dan kedurhakaan yang membawa kamu kepada kedurhakaan, demikian hal kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan.” (Roma 6:19). Allah tahu, bahwa meski kita telah dimerdekakan dari dosa, kita masih memiliki banyak kelemahan. Itulah sebabnya kita kudu waspada en berjaga-jaga supaya kita nggak lagi jatuh dalam dosa dan diperbudak olehnya. Dahulu ketika diperbudak oleh dosa kita menyerahkan seluruh hidup kita kepadanya, namun sekarang ketika sudah dimerdekakan oleh Allah kita pun dituntut untuk menyerah seluruh hidup kita, tubuh, jiwa dan roh kita hanya untuk Dia yang telah membebaskan kita.
So, be carefull guys! Jangan sampai kita menyia-nyiakan kemerdekaan yang sudah Allah berikan buat kita, tetapi tetap waspada, berjaga-jaga, dan selalu menjaga hidup kita agar tetap kudus dan senantiasa memuliakan Allah. Mazmur 119:9 mengingatkan kita semua, “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakuannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu.” Itu satu-satunya kunci supaya jangan sampai kita kehilangan kemerdekaan di dalam Kristus yang sudah kita peroleh secara cuma-cuma. Hargai kemerdekaan yang sudah diberikan Allah buat kita, dengan senantiasa hidup seturut kehendak Allah. Merdeka! q


Greesika Y.Th

(telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Agustus 2006)

KALO CINTA SUDAH MENTOK


Kalo yang namanya sudah cinta mentok, rasanya dunia jadi milik berdua aja. Tapi itu kalo cintanya nggak bertepuk sebelah tangan. Lha kalo cintanya cuma nabrak angin alias kasih tak sampai, padahal sudah kadung cinta mentok, gimana ya? Kalo kamu-kamu ingat sama lagu Too Much Love Will Kill You-nya Brian May (Queen), di situ doski bilang, gara-gara terlalu cinta bisa bikin seseorang ngelakuin hal-hal yang gila, hal-hal yang bodoh, malah nggak jarang juga yang cenderung nyakitin diri sendiri. What a fool, isn’t it?

Menyengsarakan, menjatuhkan
Makanya, nggak salah kalo firman Tuhan bilang, “... karena cinta kuat seperti maut...” (Kidung Agung 8:6). Itu sebabnya, kalo boz ‘n gals nggak bisa ngendaliin perasaan cinta itu en terlanjur cinta mati, walhasil cuma membawa kamu ke dalam kesengsaraan, yang sebetulnya kamu bikin sendiri. Kok bisa? ‘Coz kamu nggak bisa ngendaliin perasaanmu, akhirnya kamujadi ngerasa sengsara en merana sendiri.
Masih ingat kisahnya Tamar dan Amnon di kitab 2 Samuel 13? Di situ kamu-kamu bisa ngelihat gimana Amnon yang sudah terlanjur cinta mati sama Tamar, sampai doski jatuh sakit en merana setiap pagi (lihat ayat 2 dan ayat 4). Dalam kisah tersebut, nggak cuman salah karena sudah terlanjur cinta mentok, tapi  ia juga salah pas nyari teman curhat, ditambah lagi Amnon membiarkan nafsunya yang memegang peranan. Yonadab adalah anak muda yang sama dengan Amnon, yang nggak bisa memahami cinta secara baik. Akibat nasihatnya, Amnon jadi hancur. Nggak salah kalo ada orang bilang, cinta itu akan bertumbuh tanpa bisa dicegah. Tapi yang harus diingat mencintai itu tidak boleh membabi buta.
Remember sobat muda, cinta itu seharusnya sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak memegahkan diri, tidak sombong, tidak melakukan hal-hal yang tidak sopan, tidak mencari keuntungan diri sendiri, tidak pemarah, tidak menyimpan kesalahan orang lain, tidak bersukacita karena ketidakadilan (lihat 1 Korintus 13:4-7). Itu yang seharusnya kita praktekkan, supaya kita nggak terjebak en merana gara-gara cinta.

Be careful!  
Kadang-kadang juga kita suka mikir, masih muda nggak usah terlalu serius sama cinta. Terus akhirnya kita jadi main-main sama cinta. Ingat, lho, ortu bilang, jangan main api, nanti terbakar. Pun demikian dengan soal cinta. Main-main dengan cinta, ya, akhirnya justru malah terjebak cinta mentok. Apapun itu, soal cinta dan pasangan hidup bukanlah hal yang main-main, karena kita berhadapan dengan janji seumur hidup, yang harus dipertanggungjawabkan sampai mati.
Kalo kamu-kamu sudah mulai naksir-naksiran, hmm... be careful! Belajar untuk mulai mengendalikan diri. Ask Him first, apakah cowok or cewek yang lagi kamu suka ini sungguh-sungguh dari Tuhan. Jangan sampai kita jadi asal naksir, asal suka, terus jadian, tanpa berkonsultasi dulu sama our Father in heaven. Jangan salah, lho! Banyak sobat muda yang seperti ini. Akibatnya ketika mereka sudah terlanjur cinta en ternyata cintanya itu justru bikin merana, entah gara-gara diputusin, ditinggalin begitu saja, dimanfaatin aja, or whatever itu, terus langsung nyalahin Tuhan. Banyak yang lantas menggugat Tuhan, kenapa, kok, cinta yang menyakitkan seperti itu harus mereka alami. Padahal kalau dipikir-pikir, sebenarnya salah siapa, hayo? Salahnya sendiri, kan, kenapa kok ngambil keputusan jatuh cinta en pacaran tanpa  konsultasi sama Dia yang sesungguhnya sudah nyediain the right man/ woman buat kita.
Well, gimanapun juga, yang namanya cinta mentok itu nggak bisa dibenarkan, ‘coz hasilnya tidak akan baik. So guys, kalo kamu sudah ngerasa falling in love with someone, bawa ke Tuhan di dalam doa. Pergumulkan itu sungguh-sungguh di hadapan-Nya, supaya kamu nggak salah melangkah, en akhirnya terjebak cinta mentok. Okay?q(ika)                  (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Agustus 2006)

Jumat, 30 Juni 2006

Duh… Suamiku, Kok, Egois Sekali


“Dasar…laki-laki dimana-mana egois. Maunya menang sendiri,” sungut Sandra (bukan nama sebenarnya), ibu rumah tangga berusia 50 tahun yang tinggal di sebuah kota di Jawa Timur. Rasanya hampir sebagian besar isteri-isteri pun mengeluhkan hal yang sama perihal suaminya. Mulai dari mengurus rumah tangga yang semuanya dilimpahkan kepada isteri tanpa mau tahu lagi, urusan anak-anak, hingga untuk mengambil keputusan dalam keluargapun, isteri tak pernah dilibatkan. Pokoknya semua urusan rumah tangga adalah urusan isteri, sementara urusan mengambil keputusan adalah hak prerogratif suami yang tak dapat diganggu gugat. Baik isteri dan anak-anak, sepenuhnya harus tunduk pada sang kepala rumah tangga, meski kadang sang kepala tersebut tak selamanya benar.
Tak heran kalau kemudian banyak isteri-isteri yang kesal gara-gara keegoisan sang suami. “Mentang-mentang kepala keluarga yang menghidupi keluarganya, maunya dimengerti terus tanpa mau mengerti orang lain,” begitu keluh Margareth, nama samaran, 27 tahun, tentang suaminya. Tak pelak lagi, rumah tangga perempuan asal Yogyakarta ini seringkali diwarnai pertengkaran karena hal ini. Dan akibat yang sering terjadi karena timbulnya masalah keegoisan suami ini adalah pertengkaran yang tak terelakkan. Setiap hari timbul keributan dalam rumah tangga, hingga tak jarang banyak pula yang ujung-ujungnya harus diakhiri dengan pisah ranjang sampai ke perceraian.

Suami Tak Menyadari Perannya

Ada banyak rumah tangga-rumah tangga, tak terkecuali rumah tangga kristen, dimana baik suami dan isteri, masing-masing tidak memiliki pemahaman yang benar akan peranannya sebagai suami, juga sebagai isteri. Banyak suami-suami yang merasa bahwa tugasnya sebagai suami hanyalah menghidupi keluarganya, sementara isteri tugasnya mengurus semua keperluan rumah tangga, termasuk urusan mendidik anak adalah tanggung jawab isteri. Tak jarang kita mendengar jika anak mulai bandel, suami sering menyalahkan isterinya, “Kamu sih…tak becus mendidik anak.” Suami tidak mau tahu urusan rumah tangga, bahkan juga urusan anak. Pokoknya ia sudah bekerja keras, cari uang, menghidupi dan mencukupi  kebutuhan keluarga. Sisanya, ia hanya mau tahu pokoknya semuanya beres. Titik. Urusan lainnya, ia tidak mau tahu, karena semuanya itu adalah tanggung jawab isteri. Suami menjadi egois dan hanya memikirkan dirinya sendiri. Tidak hanya itu saja, ia pun bertindak semaunya, dan lebih mementingkan dirinya sendiri.
Inilah yang kerap kali membuat para isteri menjadi jengkel. Kehadiran isteri yang seharusnya menjadi penolong bagi suami, ternyata pada prakteknya banyak dari isteri-isteri ini yang kemudian bukannya menjadi penolong, tetapi menjadi pelimpahan tugas. Pembagian tugas antara suami isteri yang seharusnya hanya untuk memudahkan pekerjaan suami dalam kapasitasnya sebagai penanggung jawab rumah tangga, ternyata yang terjadi kemudian adalah pelemparan tanggung jawab. Rumah tangga seakan-akan diserahkan kepada isteri. Padahal suami lah yang seharusnya bertanggung jawab terhadap rumah tangga. Isteri pada akhirnya menjadi tidak punya pilihan lagi.
Para suami seharusnya menyadari, bahwa tugasnya sebagai seorang kepala keluarga bukan hanya pada urusan menghidupi dan mencukupi kebutuhan keluarga saja, tetapi bertanggung jawab sepenuhnya terhadap semua keperluan rumah tangga. Peranan isteri hanyalah sebagai penolong bagi sang suami. Jika kita memperhatikan Kejadian 2:15-20, disitu jelas sekali bahwa tugas Adam, sang suami, kepala rumah tangga, bertanggung jawab atas segala sesuatunya di dalam taman Eden, rumah yang sudah disediakan Allah bagi Adam dan Hawa (Kejadian 2:15-17). Allah memberikan perintah kepada Adam untuk bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam rumah tangganya. Hawa disediakan Allah untuk menjadi penolong bagi Adam (Kejadian 2:18). Inilah point penting yang harus diingat oleh para suami, setiap kepala keluarga, bahwa tugas suami adalah bertanggung jawab terhadap seluruh isi rumah tangganya. Tidak hanya menghidupi dan mencukupi keluarganya, tetapi juga mengatur rumah tangga, memimpin, mendidik dan membimbing keluarganya untuk hidup di dalam jalan Tuhan seturut dengan kehendak-Nya.

Ketika Kepala Keluarga Menjadi Diktator

Seringkali pula isteri menjadi sangat jengkel dengan sang suami, manakala suaminya mulai bertindak seperti seorang diktator. Semua perkataan suami, semua keinginan suami, harus diikuti dan dituruti oleh seluruh anggota keluarganya. Baik isteri maupun anak-anak, tidak boleh membantah apa kata sang kepala keluarga. Segala hal yang menyangkut dengan keputusan adalah hak penuh sang suami yang tidak dapat dibantah dan diganggu gugat oleh siapapun. Tak heran kalau kemudian banyak keluarga yang kemudian menjadi broken home, hanya karena kediktatoran sang  ayah.
Tak cuma suami-suami pada umumnya, para suami yang sudah di dalam Kristus pun seringkali memiliki pemahaman yang salah tentang makna posisi sebagai kepala rumah tangga. Kadang-kadang karena merasa dirinya adalah kepala rumah tangga, kita, para suami, lantas menjadi egois dan berbuat semau kita, menuntut setiap orang dalam rumah tangga kita untuk tunduk dan mengikuti setiap kata dan keinginan kita, tak perduli itu benar ataupun salah. Dan kata ‘kepala’ ini, kerap kali kita gunakan untuk menekan orang lain, orang-orang yang berada di dalam keluarga yang kita pimpin. Menjadi kepala rumah tangga, bukan berarti kemudian kita bisa seenak  perut saja memerintah setiap orang dalam rumah tangga kita. Menjadi kepala keluarga, bukan berarti pula kita menjadi seorang diktator, dimana segala apa yang kita inginkan dan kita katakan harus dipatuhi dan diikuti oleh seisi rumah tangga kita.
Seperti halnya Kristus yang adalah Kepala kita, demikian pula dengan kita, para suami, kepala keluarga, seharusnya kita sungguh-sungguh menjalankan fungsi kita sebagai seorang kepala, yakni memberikan tuntunan kepada seluruh anggota keluarga kita, dan bukan menetapkan tuntunan. Seorang kepala rumah tangga adalah sumber informasi. Ia seharusnya memberikan arahan dan memimpin setiap orang di dalam rumah tangganya, baik itu isteri dan anak-anaknya, untuk berada di jalan Kristus, dan bukan untuk memimpin mereka untuk masuk dalam kehendak kita sendiri.
Seharusnya, sebagai seorang kepala keluarga, kita meneladani Kristus yang adalah Kepala kita. Kristus sebagai Kepala, tidak hanya memberikan tuntunan dan arahan kepada kita untuk hidup seturut dengan kehendak Allah, tetapi Yesus juga memberikan teladan kepada kita. Demikian pula dengan kita, para suami kristen. Kitapun seharusnya hidup dengan memberikan teladan kepada seluruh anggota keluarga kita. Jika kita ingat kembali di Perjanjian Lama, Yosua, sebagai pemimpin bangsa Israel menggantikan Musa, ia tidak hanya membimbing dan mengarahkan bangsa Israel (termasuk juga keluarganya sendiri) untuk tetap berada di jalan Tuhan, tetapi Yosua dan keluarganya memberikan teladan kepada bangsa Israel dengan senantiasa hidup di dalam jalan Tuhan (Yosua 24:14-15).
Oleh sebab itu, marilah kita, para suami kristen, kalau sampai hari ini masih ada di antara kita yang masih suka bersikap egois, mau menang sendiri dan mementingkan diri sendiri, segeralah bertobat. Ingatlah apa yang dikatakan oleh Firman Tuhan, bahwa sebagai suami, kita tidak hanya harus mengasihi isteri dan seluruh anggota keluarga kita, tetapi juga membimbing, merawat dan mengarahkan serta memberikan teladan yang benar kepada mereka (Efesus 5:24-30, sebagaimana yang dikehendaki oleh Kristus untuk kita lakukan. q(th)     (telah diterbitkan di Majalah & Renungan Harian Imamat Rajani, Edisi Juni 2006)

SEKOLAH BARU, SIAPA TAKUT?


Wuah… tahun ajaran baru, baju baru, sepatu baru, tas baru, sekolah baru, en… teman baru. But… gimana, ya, suasana sekolah baru kita nanti? Menakutkan, biasa-biasa saja, fun, or… apa ya? Guys, sometimes hari pertama masuk sekolah memang bikin deg-degan. Kadang kita suka takut ngadepin dunia baru yang bakal kita masukin. Gimana ya kalau teman-temannya rese, nggak asyik, en nyebelin? Gimana ya kalau suasana sekolahnya nggak enak? Gimana ya kalau guru-gurunya galak-galak semua? Pokoknya sejuta keraguan kerap kali muncul di benak kita. So, gimana dong ngadepin lingkungan baru yang bakal kita masuki?

Be Your Self

Menjadi diri sendiri. That’s the most important things yang musti dilakuin. Kadang-kadang ketika kita suka nggak pede en gampang terpengaruh, ketika masuk lingkungan baru dan melihat teman-teman kita yang heboh banget, dandan habis, and selalu jadi pusat perhatian. Nggak jarang kita terus kepingin kayak mereka, mengubah diri kita supaya menjadi seperti mereka, dan diterima dalam lingkungan mereka. Padahal apa yang kita lakuin itu nggak sesuai sama kepribadian kita, en belum tentu apa yang mereka lakuin itu benar. But, kita tetap saja memaksa diri menjadi seperti mereka, agar bisa diterima.
Masuk lingkungan baru nggak musti kita be like them supaya bisa diterima. Kalau kita berusaha keras jadi seperti mereka, salah-salah kita bisa terjerumus ke hal-hal yang nggak benar.­­ Remember apa yang dibilang Om Paulus di Roma 12:2, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” It’s better for us untuk tetap menjadi diri sendiri. Toh orang akan lebih menyukai jika kita menjadi diri sendiri, ketimbang berusaha keras untuk jadi orang lain, just because supaya kita bisa di terima dalam lingkungan mereka.  

Pede Aja Lagi…                                                      
Sometimes yang bikin kita takut pas masuk di lingkungan baru, gara-gara kita nggak pede. Guys, sebenarnya nggak ada yang musti ditakutin. Maybe kita jadi nggak pede karena ngelihat lingkungan baru yang kayaknya wah banget buat kita. But remember, kalau kita yakin dengan kemampuan diri kita sendiri, menjadi diri sendiri, otomatis rasa pede itu akan muncul dengan sendirinya.
Masih ingat kan, Mas Timotius juga pernah ngalamin hal yang sama ketika ia diutus untuk menggembalakan jemaat di  Efesus. Awalnya dia juga nggak pede karena ngerasa masih muda banget. Tapi kemudian Om Paulus terus ngingetin dia. Let’s see nasehat Om Paulus, “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” (1 Timotius 4:12).
Well, actually nggak ada lagi yang perlu dikuatirin lagi untuk ngadepin first day di sekolah baru kita. Sepanjang kita  jadi diri sendiri en tetap pede, everything will be alright. Kalau masih ngerasa takut, just pray to Jesus. Seperti yang dibilang 1 Petrus 5:7, “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” So, nggak usah kuatir lagi yah… We have Jesus yang always kasih kekuatan buat kita semua. OK?q(gs)             (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah  Jakarta, Edisi Juni 2006)

KALAU PACARAN SESAMA ANGGOTA PELAYANAN


“Jatuh cinta…berjuta rasanya…” Kita semua tentunya masih ingat dengan lagu yang dinyanyikan oleh Titik Puspa tersebut. Seperti yang diungkapkan dalam lagu tersebut, bahwa cinta memang bisa membuat orang lupa diri. Dan biasanya yang seringkali mengalami hal ini adalah anak-anak muda, tak terkecuali juga dengan muda-mudi yang aktif di persekutuan dan pelayanan gereja. Tak sedikit diantara kaum muda gereja yang mendapatkan pasangan alias berpacaran dengan sesama anggota persekutuan pemuda, atau bahkan dengan pengurusnya. Hal ini memang sudah biasa terjadi dimana-mana. Sebenarnya mendapatkan pasangan diantara sesama anggota persekutuan bukanlah sesuatu yang dilarang. Bahkan Rasul Paulus sendiri juga mengingatkan supaya dalam memilih pasangan, kita harus merupakan pasangan yang seimbang dan juga seiman (II Korintus 6: 14, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?”). Tetapi bagaimanakah sesungguhnya yang dimaksud dengan pasangan yang seimbang itu?

Jangan Jadi Penghalang!

Tidak ada yang salah memang ketika kita memutuskan untuk pacaran dengan sesama anggota pelayanan. Yang menjadi masalah adalah justru ketika hubungan tersebut ternyata tidak membangun kita. Membuat kita semakin undur dari pelayanan, melupakan tugas dan tanggung jawab kita, dan yang lebih buruk lagi kalau kita mulai menomorduakan Tuhan. Inilah yang berbahaya! Kita boleh saja jatuh cinta, tetapi jangan sampai kita terlena. Jangan biarkan hubungan tersebut pada akhirnya justru tidak menjadi berkat, tetapi malah menjadi batu sandungan. Matius 17:27 mengingatkan,”Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka…”Apa yang dialami oleh Faye dan Miko  menunjukkan bahwa mereka tidak hanya menjadi batu sandungan bagi pasangan mereka masing-masing, tetapi juga bagi saudara-saudara seiman mereka yang lainnya di dalam persekutuan itu.  Faye dan Miko tidak lagi menjadi contoh yang baik bagi teman-teman sepersekutuan mereka, tetapi mereka juga akhirnya tidak menjadi teladan bagi teman-teman mereka yang belum mengenal Kristus. Padahal sebagai pengurus, yang notabene adalah pemimpin, mereka seharusnya menjadi teladan bagi sekelilingnya (I Petrus 5:3b, “..,tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.”)
Sobat muda, sekalipun saat ini kita sedang menjalin hubungan cinta dengan rekan sepelayanan kita, tetapi kita harus ingat, bahwa yang paling penting dan yang tetap harus dinomorsatukan adalah Tuhan. Kita ada di gereja, di persekutuan, ataupun di kelompok-kelompok pelayanan itu, tujuan utama kita adalah untuk bertemu dengan Allah dan melayani Dia. Jadi, kita harus tetap berpegang pada komitmen kita untuk melayani Dia. Boleh kita pacaran, tetapi jangan sampai hal itu membuat pelayanan kita dan pasangan kita menjadi kendor. Namun justru sebaliknya, dengan hadirnya pasangan yang sama-sama satu pelayanan, seharusnya menjadi pemicu semangat kita dan juga pasangan kita, untuk lebih giat lagi di dalam melayani Tuhan. Keduanya harus saling membangun satu dengan yang lainnya dan juga saling mengingatkan jika ada salah satu pihak yang mulai kendor dan undur dari Tuhan. Itu baru namanya pasangan yang seimbang dan saling membangun.

Jangan Campuradukkan Masalah Pribadi Dengan Pelayanan!
Pertengkaran yang muncul disela-sela hubungan kasih memang adalah sesuatu hal yang biasa terjadi. Akan tetapi jika pertengkaran-pertengkaran yang muncul itu sudah ‘tidak wajar', dalam artian sudah tidak pada porsi dan tempatnya, ini yang perlu diwaspadai. Apalagi kalau kita dan pasangan tidak dapat memisahkan antara masalah pribadi dengan pelayanan. Akibatnya persoalan yang dihadapi akan mempengaruhi pelayanan kita. Tak hanya pelayanan kita saja yang terpengaruh, tetapi juga hubungan kita dengan rekan-rekan sepelayanan. Suasana di lingkungan pelayanan pun turut terpengaruh dengan situasi pertengkaran yang kita bawa.
Semestinya, pertengkaran yang terjadi di antara kita dengan pasangan tidak boleh terbawa sampai ke pelayanan. Sebagai pelayanNya, kita harus bijaksana dan pandai-pandai memisahkan antara masalah pribadi dengan pekerjaan pelayanan kita. Ingat, jangan pernah mencampur-adukkan masalah pribadi dengan pelayanan, karena hal itu tidak akan membuat pelayanan kita menjadi tidak murni lagi. Di sisi lain, jika sampai perselisihan yang kita hadapi tersebut sampai terbawa ke pelayanan, hal ini akan dapat mempengaruhi kita dalam setiap pekerjaan pelayanan kita. Kita tidak dapat melayani Dia dengan hati yang damai dan sukacita, karena perselisihan tersebut menjadi beban tersendiri bagi kita. Ingatlah pula bahwa kita ini adalah ‘hamba Tuhan’ dan harus menjadi teladan bagi orang-orang disekeliling kita. Timotius juga mengingatkan dalam II Timotius 2:24, “sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang.” Bagaimana kita dapat menjadi teladan kalau kita sendiri justru malah hidup tidak seturut dengan Firman Allah?
Jika kita ‘terpaksa’ harus menghadapi perselisihan ataupun pertengkaran tersebut, jangan sampai kita membawanya ke pelayanan. Selesaikanlah terlebih dahulu perselisihan tersebut di luar ‘arena’ pelayanan kita. Atau jika memang belum dapat diselesaikan, saat berada dalam lingkup pelayanan, kita bisa ‘menunda’  persoalan itu terlebih dahulu, baru setelah kita tidak berada di lingkup pelayanan lagi, kita selesaikan perselisihan tersebut. Namun sedapat mungkin, selesaikan terlebih dahulu segala macam persoalan pribadi sebelum memasuki dunia pelayanan kita, karena dengan demikian kita akan dapat melayani Tuhan dengan hati yang damai dan penuh sukacita.

Persekutuan/ Pelayanan, Bukan Biro Jodoh!

Banyak kasus di berbagai pelayanan kaum muda, dimana banyak anak-anak muda yang rajin ikut persekutuan atau pelayanan, ternyata bukan karena memang untuk mencari Tuhan, tetapi justru persekutuan/ pelayanan tersebut dijadikan sebagai arena untuk mencari jodoh. ni sungguh-sungguh keliru. Seringkali kita berpikir bahwa untuk mendapat pasangan hidup yang tepat dan yang seiman, tempat yang paling tepat untuk mencarinya adalah di persekutuan. Ini adalah pola pikir yang salah. Persekutuan dan pelayanan bukanlah suatu arena untuk mencari jodoh. Allah punya berbagai macam cara untuk mempertemukan kita dengan pasangan hidup kita. Bisa saja memang kita dipertemukan dengan pasangan hidup kita di persekutuan/ pelayanan. Tetapi itu tidaklah ‘paten’ demikian. Itu hanya sedikit dari sekian banyak cara Allah untuk mempertemukan kita dengan pasangan hidup kita.
Jika saat ini ada diantara kita ada yang memiliki motivasi pelayanan seperti halnya Robby di atas, bertobatlah segera dan ubah motivasi Anda. Matius 6:33 mengatakan,”Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Jika motivasi kita terjun di persekutuan/ pelayanan sungguh-sungguh untuk Allah, kita tidak perlu khawatir mengenai masalah pasangan hidup ini. Ingatlah bahwa Allah sudah mempersiapkan seseorang yang terbaik untuk kita. Tinggal bagaimana kita mau bersabar dan menggumuli bagaimana Allah tengah berkarya dalam diri dan hidup kita.
Namun banyak juga di antara kita yang berdalih, “Nggak masalah sih ikut persekutuan/ pelayanan dengan motivasi mencari jodoh. Itu lebih baik daripada nggak ikut persekutuan/ pelayanan sama sekali dan jadi orang yang nggak bener.” Aha….pendapat-pendapat  seperti ini perlu diwaspadai. Ini sudah tidak benar lagi. Jangan menyangka orang yang meski orang ikut persekutuan/ pelayanan bukan dengan motivasi yang benar akan jauh lebih baik dari pada orang yang sama sekali tidak terlibat di persekutuan/ pelayanan. Justru jika kita terlibat di persekutuan/ pelayanan dengan motivasi yang benar, sama halnya kita ini dengan orang-orang Farisi, yang selalu tampak rajin ke Bait Allah tetapi bukan untuk mencari Tuhan melainkan supaya nampak sebagai orang yang saleh. Sama halnya juga bahwa kita tidak mengutamakan Tuhan, tetapi kita lebih mengutamakan keinginan diri kita sendiri. Tak hanya itu saja, motivasi yang salah ini pun tidak akan menjamin keselamatan kita kelak, karena kita tidak memiliki hidup dengan hubungan yang sungguh-sungguh dengan Kristus. Ingatlah Firman Allah yang mengatakan,”Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk  ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. Jadi sekali lagi, sekalipun orang itu punya motivasi yang tidak benar dalam mengikuti persekutuan/ pelayanan, semuanya itu tidak akan ada artinya.

Bagaimana Jika Terpaksa Harus Putus?

Ini masalah klasik yang seringkali kita hadapi. Pacaran dengan sesama anggota pelayanan, namun tiba-tiba hubungan itu terpaksa harus putus ditengah jalan. Apa yang harus dilakukan? Seringkali banyak diantara kita yang kemudian menjadi jengah ketika bertemu dengan mantan pacar. Bahkan ada juga yang sampai kemudian hubungan diantara keduanya kemudian menjadi tidak harmonis lagi.
Masa-masa pacaran merupakan masa dimana kita berupaya untuk saling menjajaki dan berusaha untuk lebih mengenali pribadi. Kita tidak bisa memungkiri jika tiba-tiba di tengah-tengah hubungan tersebut, kita menemukan ketidakcocokkan dengan pasangan kita, yang pada akhirnya membawa pada sebuah keputusan untuk mengakhiri hubungan tersebut. Persoalannya kemudian, bagaimanakah hubungan kita selanjutnya dengan mantan pacar kita tersebut?
Meskipun kita terpaksa harus putus hubungan kasih dengan pacar kita yang notabene adalah rekan sepelayanan kita, namun bukan berarti hal ini membuat kita undur dari pelayanan bahkan undur dari Tuhan. Putus cinta memang membuat hati kita sedih dan kecewa. Namun kesedihan dan kekecewaan kita jangan lantas dijadikan alasan untuk meninggalkan pelayanan kita. Bukan berarti kita tidak boleh bersedih dan kecewa. Wajar kalau kita kemudian menjadi sedih dan kecewa. Namanya juga patah hati. Tetapi justru di saat-saat seperti inilah kita harus lebih dekat kepada Allah dan mampu menunjukkan bahwa kita tetap konsisten dengan tugas panggilan kita dalam melayani Tuhan. Peristiwa putus hubungan ini merupakan bagian dari proses Allah untuk mendewasakan diri kita. Bagaimana kita mampu memisahkan mana yang persoalan pribadi dan mana yang pelayanan, bagaimana kita mampu bersikap dewasa menghadapi masalah.
Putus hubungan cinta bukan berarti kita lantas bermusuhan dan tidak berteman lagi, bahkan sampai tidak mau bertemu lagi. Ini namanya kekanak-kanakan. Allah ingin kita menghadapi semuanya ini dengan  kedewasaan. Sekalipun mungkin saat ini hubungan kita dengan mantan pacar itu sudah bukan sebagai sepasang kekasih lagi, tetapi ingatlah bahwa kita semua adalah pelayan Allah dan sang mantan pacar itu juga rekan sekerja kita di dalam pelayanan. Jadi, apapun yang terjadi kita harus tetap memelihara hubungan sebagai sahabat dan teman baik. Ingat, bahwa kita harus lebih mengutamakan Allah. Kehilangan orang yang kita sayangi bukan berarti kita kehilangan segalanya. Perjalanan kita sebagai kaum muda masih sangat panjang. Ingatlah pula bahwa kita masih memiliki Allah yang memiliki rencana terindah untuk hidup kita.

Pacaran Dengan Rekan Sepelayanan…Bagaimana Sikap Kita Seharusnya?

Lalu bagaimana seharusnya sikap kita, jika kebetulan saat ini ada diantara kita yang sedang menjalin hubungan cinta dengan rekan sepelayanan? Point terpenting yang harus tetap kita jaga dan pegang teguh adalah jangan pernah menomorduakan Tuhan. Jika kita menomorduakan Tuhan dalam masalah ini, hubungan tersebut tidak akan terberkati dan juga diri kita dan pasangan kita pun tidak akan menjadi berkat baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain. Mengapa sampai banyak konflik-konflik yang muncul seperti halnya kasus-kasus di atas tadi? Itu karena sejak awal hubungan kasih itu terjalin, kita menomorsekiankan Allah dan tidak melibatkan Dia dalam hubungan pacaran yang tengah dijalin. Jika sejak awal pacaran, bahkan sejak masa ‘naksir-naksiran’ kita sudah melibatkan Allah, semestinya kasus-kasus seperti di atas tadi tidak perlu terjadi.
Yang berikutnya yang harus kita ingat adalah bahwa kita dipanggil untuk melayani Tuhan. Jadi di antara kedua pasangan tersebut harus mengutamakan pelayanan dan bukan kepentingan pribadi mereka. Di antara keduanya harus sama-sama memiliki komitmen untuk lebih mengutamakan Allah dan melayani Dia. Keduanya harus sama-sama menyadari panggilan Allah. Jika disadari secara benar panggilan untuk melayani Tuhan tersebut, apa yang  dialami Faye dan Miko, Toby dan Christa, Robby dan Jenny, serta  Vina dan Rico  tidak perlu terjadi. Diantara kedua pasangan tersebut juga harus saling mengingatkan dengan kasih atas komitmen yang sudah dibuat,  jika salah satu ada yang  mulai ‘lemah’.
Yang terakhir dan yang harus senantiasa kita ingat adalah bahwa, apapun yang terjadi kita harus menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan Yesus Kristus. Jika kita bersandar dan berserah diri penuh kepada Allah, kita akan mendapat berkat dan pertolongan yang luar biasa dari Allah. Jika sejak awal kita menyerahkan hubungan kita tersebut kepada Allah, akan lebih mudah mengatasi setiap persoalan yang muncul disela-sela hubungan tersebut. Dan apabila kita harus mengalami kenyataan bahwa hubungan cinta yang sudah dijalin tersebut tidak dapat dilanjutkan lagi, akan lebih mudah bagi kita untuk mengatasinya jika kita menyandarkan semuanya itu kepada Allah. Setidaknya, kita tidak akan coba-coba untuk meninggalkan Allah dan pelayanan yang sudah dimandatkan kepada kita, hanya gara-gara putus cinta.
Jika ketiga hal tersebut kita sadari benar dan sungguh-sungguh dilakukan, bukan hanya hubungan kita saja yang akan diberkati, tetapi orang lain pun akan juga mendapat berkat dari hubungan tersebut, karena kita sudah menjadi teladan yang baik untuk mereka. Inilah yang disebut dengan pasangan yang seimbang, seperti yang disebutkan dalam II Korintus 6: 14. Masalahnya sekarang, sanggupkah kita mempraktekkannya dengan sungguh-sungguh?q(yth)              (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Juni 2006)