Senin, 31 Desember 2007

Menghadapi Pengkhianatan (Part 3) : AMPUNILAH DIA!

“...dan ampunilah seorang akan yang lain 
apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain,...” 
(Kolose 3:13)


Bacaan : Kejadian 18:16-33

Hati ini rasanya terasa sulit dan enggan sekali manakala harus mengampuni seseorang yang telah mengkhianati diri kita. Bagaimana mungkin kita bisa mengampuni orang yang sudah jelas-jelas berkhianat dan berpaling dari kita, menyalahgunakan kepercayaan yang sudah kita berikan kepadanya. Rasanya tidak mungkin.
Akan tetapi Allah memberikan sebuah pelajaran penting bagi kita.Selama perjalanan bangsa Israel keluar dari tanah Mesir hingga akhirnya bebas dan menjadi bangsa yang merdeka dari perbudakan, entah sudah berapa ribu kali bangsa Israel berkhianat dan berpaling dari Allah yang sudah menyelamatkan mereka. Mulai dari berpalingnya mereka pada patung lembu emas, dewa-dewa baal, sampai menukar Allah dengan pasangan hidup yang tidak percaya kepada Allah. Jelaslah sudah bahwa ini semua membuat Allah merasa sakit hati dan terluka. Tetapi jika kita memperhatikan lagi, berapa kali Allah mengampuni  umat Israel dan mau menerima mereka kembali ke dalam pelukanNya?  Yah, berkali-kali hingga tak terhitung lagi Allah selalu mengampuni Israel. Seandainya kita menjadi Allah, mungkin kita sudah malas untuk mengampuni Israel yang selalu saja berkhianat. Tetapi Allah menunjukkan kasih dan pengampunan yang sangat besar, sehingga Ia mau menerima kembali bangsa Israel.
Hari ini, belajar dari cara Allah menghadapi pengkhianatan bangsa Israel, kita pun seharusnya juga mau belajar untuk mengampuni orang yang sudah mengkhianati kita. Awalnya mungkin akan terasa sulit. Akan tetapi jika kita mau berdoa dan dengan sungguh-sungguh serta tulus hati mau mengampuninya, niscaya Allah akan memberikan kekuatan yang memampukan kita untuk mengampuni orang lain. Per­soalannya sekarang, kita mau atau tidak mengampuni orang tersebut. Bagaimanapun juga, dengan pengampunan ini, proses pemulihan pun akan lebih mudah terjadi. Sekarang, pilihan ada di tangan kita.(ika)


Pengampunan tidak hanya mendatangkan sebuah pemulihan, 
tetapi juga damai sejahtera serta sukacita yang luar biasa. 


(Telah dimuat di Renungan Harian Imamat Rajani Edisi Desember 2007)

Menghadapi Pengkhianatan (Part 2) : KENDALIKAN EMOSIMU!



“Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan.”
(Amsal 14:29 )


Bacaan : Kejadian 4:1-16

Kemarahan adalah sebuah reaksi ‘wajar’ yang seringkali muncul dalam diri setiap orang yang menghadapi pengkhianatan. Sayangnya apa yang kerap dianggap wajar tersebut justru akan menimbulkan persoalan lain yang jauh lebih besar ketika kita tidak sanggup mengendalikannya.
Perhatikanlah apa yang dilakukan oleh Kain. Ia merasa Allah telah bertindak tidak adil pada dirinya. Ia merasa Allah sudah tak lagi percaya  pada dirinya. Ia merasa ‘dikhianati’ Allah yang dirasanya lebih memilih Habel. Akibatnya, Kain menjadi sangat marah dan membenci adik kandungnya sendiri. Tak sanggup mengendalikan emosi yang menguasai dirinya, Kain akhirnya harus menghilangkan nyawa Habel.
Saat kita marah dan memiliki emosi meluap, seharusnya kita secepatnya meredakan emosi, agar nantinya tidak merembet dengan melakukan tindakan-tindakan bodoh yang pada akhirnya justru merugikan diri sendiri. Segala sesuatu yang kita lakukan saat diri dikuasai oleh emosi dan kemarahan yang tertahankan, semuanya itu tidak akan pernah mendatangkan kebaikan bagi diri kita. Yang ada justru persoalan tidak terselesaikan dengan baik, malah kemudian muncul persoalan-persoalan baru yang lebih rumit lagi.
Sebab itu saudaraku, jika karena pengkhianatan itu kita mulai dikuasai  oleh amarah, akan jauh lebih baik bagi kita untuk pergi menyendiri. Menjauhkan diri dari semua orang supaya kita dapat menenangkan diri serta melepaskan emosi yang meluap. Jika sudah dapat menenangkan diri dan meredam emosi, tentunya kita akan lebih mudah untuk berintrospeksi diri dan mencerna pokok permasalahan yang menyebabkan terjadinya pengkhianatan tersebut. Nah, kalau sudah demikian, tentunya tidak akan sulit bagi kita untuk mengambil langkah-langkah apa yang harus dilakukan selanjutnya. Karenanya, marilah kita semua belajar mengendalikan emosi, supaya kita tidak melakukan kesalahan fatal yang nantinya akan memperburuk keadaan sehingga sulit untuk dipulihkan.(ika)


Sebab amarah manusia tidak mengerjakan kebenaran di hadapan Allah.


(Telah dimuat di Renungan Harian Imamat Rajani Edisi Desember 2007)
 

Menghadapi Pengkhianatan (Part 1) : JANGAN MENYALAHKAN



“Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, 
supaya kamu jangan dihukum...” (Yakobus 5:9)

Bacaan : Keluaran 16:1-12


Menghadapi kenyataan bahwa kita telah dikhianati oleh orang yang kita sayangi ataupun orang yang sangat kita percayai memang bukanlah hal yang mudah. Kecewa? Sudah pasti. Tentu saja kita akan sangat kecewa dan marah sekali. Reaksi berikutnya adalah mulai menyalahkan. Entah itu menyalahkan diri sendiri maupun menyalahkan orang lain. Namun yang paling sering kita lakukan adalah menyalahkan orang lain.
Inilah yang kerap kali kita lakukan. Saat pengkhianatan itu terjadi, kita cenderung menyalahkan orang-orang yang dianggap punya andil dalam tragedi pengkhianatan tersebut. Sementara itu di sisi lain kita justru lupa bahwa bukan tidak mungkin pengkhianatan itu terjadi karena kesalahan kita sendiri. Entah itu karena ucapan ataupun tingkah laku kita yang membuat orang lain mengkhianati kita.
Saudara, menyalahkan orang lain atas pengkhianatan yang terjadi justru tidak akan pernah menyelesaikan persoalan. Yang ada hanyalah kita tidak akan pernah menyadari kesalahan kita dan semakin lama bara dendam justru akan menumpuk di hati.
Lalu apa yang harus kita lakukan? Introspeksi diri. Yah! Dengan introspeksi diri, kita akan sadar bahwa pengkhianatan itu bisa terjadi bukan hanya karena faktor si pengkhianat itu semata, tetapi kita pun bisa jadi juga turut andil di dalamnya. Terkadang ketika sikap, tutur kata, ataupun tingkah laku kita yang tidak baik, membuat orang lain sakit hati sehingga mereka menjadi dendam dan kemudian mengkhianati kita.
Sebab itu, jangan pernah buru-buru berusaha menyalahkan orang lain apalagi mengkambing hitamkan orang lain sebagai biang terjadinya sebuah pengkhianatan. Periksa diri kita sendiri. Ingatlah! Tidak ada satu manusia pun yang tidak pernah melakukan kesalahan. Dengan introspeksi diri dan tidak buru-buru menyalahkan orang lain, kita pasti akan lebih mudah untuk mencerna masalah dan bagaimana cara menyelesaikannya dengan baik dan tepat. (ika)


Introspeksi diri adalah langkah awal untuk meredakan rasa sakit akibat pengkhianatan.



(Telah dimuat di Renungan Harian Imamat Rajani Edisi Desember 2007)

BIANG GOSIP

Bacaan : Keluaran 23:1-2
“Karena itu buanglah dusta dan berkatalah benar seorang kepada yang lain...”
(Efesus 4:25)

Seorang gadis kecil mengadu pada ayahnya. Ia bi­ng­ung, mengapa ada teman sekelasnya yang suka ber­gosip, padahal saat itu sedang bulan puasa. Kemudian si gadis kecil itu bertanya kepada ayahnya, “Kok, ada, ya, orang yang seperti itu?” Lalu sang ayah mengeluar­kan ponsel kameranya, kemudian memotret anak gadis­nya, dan menunjukkan hasil fotonya kepada sang anak seraya berkata, “Ada, nih...,” dan gadis kecil itupun  hanya bisa tersenyum tersipu malu.

Seringkali kita suka merasa kesal sendiri ketika melihat ataupun mendengar ada orang yang sedang ber­gosip, apalagi kalau yang sedang menjadi to­­pik per­go­sipan itu adalah diri kita sendiri. Sudah pasti hati kita menjadi panas dan dongkol. Lalu apa yang kita lakukan ke­mudian? Curhat pada orang lain, dan... mulai­lah kita ‘mem­bicarakan’ orang yang sudah menggo­sipkan kita. 

Nah, kalau sudah demikian, apa bedanya kita deng­an me­re­ka? Sebab itu, hati-hati dengan mulut dan bibir kita supaya tidak mengeluarkan perkataan yang negatif, ma­kian, umpatan, dan lain-lain, yang justru tidak men­­­jadi berkat dan malah mendatangkan kutuk bagi ki­ta.

Warning!
Waspadalah! Gara-gara gosip, manusia bisa saling bertengkar, bemusuhan, bahkan saling membunuh satu dengan yang lain. Gosip bisa menjadi biang kehancuran hidup kita, juga hidup orang lain. Sebab itu, gunakan mulut dan bibir kita hanya untuk kemuliaan nama Tuhan, supaya kita tidak terjebak untuk menjadi penggosip-penggosip yang dapat membawa kita kepada dosa lidah yang berujung maut.(ika)

(Telah dimuat di Renungan Harian Daily Warning!) 

SETIA ITU INDAH

Bacaan : 2 Timotius 2:8-13
“Sebab TUHAN itu ba­ik, kasih setia-Nya un­tuk selama-lamanya, 

dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.”(Mazmur 100:5) 



Mona dan Eli adalah dua sahabat karib yang tak ter­pisahkan. Meski Eli menderita cacat kaki se­hing­ga harus dibantu kursi roda, semuanya itu tak menghalangi persahabatannya dengan Mona. Ham­pir setiap hari mereka menghabiskan waktu ber­sama. Bergantian mereka datang dan saling meng­un­jungi rumah masing-masing. 

Suatu hari Mona berjanji untuk berkunjung ke ru­mah Eli. Lama ditunggu-tunggu, tapi Mona tak datang juga. Eli mulai merasakan ada sesuatu yang tak beres. Ia tahu persis, Mona bukanlah orang yang su­­ka terlam­bat, apalagi sampai ingkar janji. Segera ia me­mang­gil tak­si dan pergi ke rumah Mona. Se­­sam­painya di sana, ia melihat Mona tergeletak di ta­­man be­la­kang. Rupanya kaki Mona terkilir saat ia hendak mengambil bunga yang akan diberikannya pada Eli.
Seringkali hubungan kita dengan Allah tak sesetia persahabatan Eli dan Mona. Kerap kali yang setia ha­nya satu pihak, yaitu Allah semata, sementara kita lebih banyak tidak setianya. Belajar dari persahabatan Mona dan Eli, hari ini, marilah kita mulai belajar setia dengan Allah, sebagaimana Ia selalu setia pada kita.

Warning!
Barangkali, saat ini mungkin kita termasuk penganut paham ‘selingkuh itu indah’, sehingga kita kerap kali mengkhianati kesetiaan Allah dengan menggadaikan iman demi harta, jabatan, bahkan juga pasangan hidup. Ingatlah bahwa ‘perselingkuhan’ itu justru akan membawa kita  kepada jurang maut. Sebab itu, janganlah menggadaikan kesetiaan Allah, karena ia selalu setia kepada kita. (ika)

 (Telah dimuat di Renungan Harian Daily Warning!)

Everyone Can Change

Bacaan : Filemon 1:8-22 
“..., sebab mungkin Tuhan memberikan ke­sempatan kepada mere­ka untuk berto­bat ...,”        
(2 Timotius 2:25)

Masih ingat pesinetron muda Faisal yang pernah di penjara gara-gara kasus perkosaan? Setelah dibebas­kan dari penjara, sebuah LSM perempuan meminta agar me­dia memboikot Faisal agar tidak bisa lagi tampil di media dan melanjutkan karirnya di dunia hiburan, gara-gara ka­­sus perkosaan yang pernah dilakukannya.

Seringkali ketika kita melihat ada orang yang  pernah melakukan kesalahan, saat ia berto­bat, kita cenderung eng­gan untuk memberinya kesem­patan untuk menjadi orang yang baik, karena kita sendiri su­­dah diliputi kekha­wa­­tiran kalau orang tersebut akan mengulangi perbu­at­an­nya lagi. Kita cenderung menjudge, bahwa orang jahat akan jahat selamanya.

Saudara, setiap orang pasti pernah berbuat salah. Dan setiap orang juga pasti dapat bertobat dan berubah menjadi orang yang lebih baik lagi. Yang diperlukannya hanyalah satu, yaitu sebuah kesempatan. Karena hanya dengan kesempatan itulah, seseorang yang pernah bersalah, dapat memperbaiki dirinya menjadi manusia baru yang lebih baik lagi.  Nah, maukah kita memberikan kesempatan baginya untuk berubah dan bertobat?

Warning!
Kesempatan selalu dibutuhkan oleh semua orang, termasuk mereka yang pernah berbuat kesalahan. Jika mereka tidak pernah diberi kesempatan untuk bertobat dan memperbaiki diri, selamanya mereka akan terus berkubang dalam kesalahan dan kejahatan yang diperbuatnya. Sebab itu, kita harus memberi kesempatan bagi orang yang pernah bersalah agar dapat memperbaiki kesa­lah­annya. (ika)


(Telah dimuat di Renungan Harian Daily Warning!) 

O. J SIMPSON

Bacaan : Roma 6:1-14
“Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan.”
(Galatia 6:7)

Beberapa tahun yang lalu, O. J Simpson dikenal se­bagai seorang bintang football yang cukup terkenal. Sam­pai kemudian ia ditangkap dan dipenjarakan karena ka­­sus pembunuhan. Selepas dari penjara, lagi-lagi Simp­son harus berurusan dengan pihak berwajib karena ka­sus perampokan. Entah mengapa, ia seolah tidak pernah ka­pok melakukan tindak kejahatan dan tak pernah belajar dari kesalahannya di masa lalu.
Saudara, seringkali kita pun bersikap sama dengan O. J Simp­son. Sudah sekali berbuat dosa dan menerima  akibat dari dosa yang sudah kita lakukan tersebut, tetapi masih belum kapok juga dan masih terus berbuat dosa lagi. Seolah-olah usaha kita untuk memperbaiki diri setelah  ki­ta memohon ampun kepada Allah hanyalah sekedar u­cap­an di bibir semata.
Hari ini firman Tuhan mengajarkan kepada kita untuk mulai bersungguh-sungguh memperbaiki diri. Jika ki­ta sudah berbuat dosa, bertobatlah dengan sungguh-sung­guh dan jangan mengulanginya lagi, apalagi meng­ulangi dosa yang sama. Sebab apa artinya pertobatan dan pengampunan itu, jika kita masih terus berbuat do­sa?

Warning!
Jangan pernah mempermainkan pertobatan dan pengampunan! Ingat, pengampunan itu datang dari Allah yang telah memberikan kasih ka­runiaNya  bagi kita. Sebab itu, jika kita sudah ber­­buat dosa, segera bertobat dan jangan meng­u­langinya lagi. Jika kita sengaja meng­u­lang­i­nya, sama artinya kita sedang mem­per­mainkan pengampunanNya. Ingatlah, Allah tidak bisa dipermainkan.(ika)


(Telah dimuat di Renungan Harian Daily Warning!)

IT’S NICE TO BE OURSELVES


Pagi itu saya dikejutkan dengan kehadiran seorang polisi dan sopir angkot yag tiba-tiba saja menghentikan bus kota yang saat itu tengah saya tumpangi. Ternyata mereka sedang mencari-cari seorang anak SMU yang diduga telah menusuk seorang pelajar lain di angkot sang sopir. Ternyata benar, si pelaku memang mencoba kabur dan berada dalam bus yang saya tumpangi. Langsung saja ia digelandang turun dari bus untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Belum lama ini juga kita semua dihebohkan dengan komplotan gank motor yang sudah meresahkan masyarakat, khususnya di kota Bandung. Sejak gabung dengan gank motor ini, beberapa orang teman-teman kita yang baru duduk di bangku SMP dan SMU ini mulai berani melawan ortu, guru, bahkan mulai melakukan tindakan kriminalitas. Dari kebut-kebutan, berantem yang nggak jelas, sampai melakukan tindakan pengrusakan hingga ke pembunuhan. Dalam sebuah wawancara di salah satu stasiun televisi, salah seorang anggota gank motor tersebut mengaku kalau mereka melakukan semuanya itu, sebagai solidaritas mereka pada gank yang telah menjadi identitas alias jati diri mereka.

Antara identitas dan penerimaan
Sobat muda, yang namanya jadi remaja memang gampang-gampang susah. Penginnya, sih, kita ini berusaha untuk bisa hidup lurus-lurus saja. Sekolah yang benar, jadi anak yang berbakti pada ortu, gaul pun juga benar. Tapi sayangnya terlalu banyak hal di sekeliling kita yang ternyata cukup bikin hidup kita akhirnya jadi nggak selurus yang kita penginin. Ketemu sekolah baru dengan teman-teman yang sudah ngebentuk gank sendiri-sendiri, tentu saja bikin kita kepengin masuk menjadi salah satu anggota gank tersebut agar keberadaan kita diakui. Kalo kita nggak jadi anggota gank, bisa-bisa kita bakalan nggak punya teman, bahkan bisa dijadiin bulan-bulanan teman-teman lainnya.
Sudah ngegank, repot juga. Kalo kita nggak ikut-ikutan ngelakuin apa yang menjadi keinginan teman-teman segank, bisa-bisa kita dianggap nggak setia kawan. Buntut-buntutnya kita malah dijauhin dan bakalan dikeluarin dari gank, runyam urusannya. Akhirnya kita jadinya ngikutin kemauan teman-teman segank, meski untuk itu kita harus ‘berkorban’ dengan menyia-nyiakan keluarga, masa depan, bahkan Tuhan sekalipun. Hanya demi sebuah pengakuan dan identitas itulah, kita jadi berani ngelawan ortu dan guru, berani nggak ngelanjutin pendidikan yang sudah diupayakan setengah mati oleh ortu, bahkan kita juga sudah berani melahap narkoba, merampok, sampai menghilangkan nyawa orang lain. Ck... ck... ck...

It’s me... my self...
Guys, apa yang tejadi belakangan ini tentu saja jadi keprihatinan buat kita semua. Cuman gara-gara kepengin diterima dan menjadi bagian dari teman-teman, kita sampai tega mempertaruhkan apa yang kita punya, termasuk keluarga dan masa depan kita. Padahal jauh di luar sana, banyak orang yang merindukan kesempatan untuk bisa seperti kita. Punya keluarga yang baik, bisa sekolah dan meraih cita-cita serta masa depan yang lebih baik. Sayangnya kita justru menyia-nyiakannya untuk hal-hal yang  nantinya justru bakal ngejerumusin.
Actually, yang namanya sebuah pengakuan, pastinya penting banget buat kita semua. Tapi bukan berarti kita jadi ikut-ikutan jadi ‘nggak bener’ untuk mendapatkan sebuah pengakuan dari orang-orang di sekeliling kita. Pengakuan dari orang lain nggak cuman bisa dilakukan ketika kita bergabung dalam sebuah gank dan melakukan aksi-aksi negatif supaya kelihatan cool ‘n keren. Kita juga bisa, kok, ngedapetin pengakuan dari orang lain ketika kita bisa nunjukin prestasi yng kita punya.
Yah... memang, sih, kadang-kadang kita lebih suka ‘memilih’ untuk diakui dengan cara yang salah ketimbang dengan cara yang benar. Bagaimanapun juga untuk bisa berprestasi, dibutuhkan sebuah proses yang cukup panjang. Ada perjuangan berat yang harus dilalui untuk mencapai pembuktian atas sebuah keberhasilan. Sementara untuk sesuatu negatif, biasanya bisa dengan mudah kita jalankan tanpa perlu bersusah-susah. Padahal kalau dipikir-pikir, hal-hal negatif inilah yang bisa merusak masa depn kita nantinya.
That’s why, nggak usah ikut-ikutan jadi buruk hanya demi diakui oleh teman-teman kita. Ingat, lho, yang firTu bilang, “...Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” (1 Korintus 15:33). Jangan menyerah ketika kita merasa kesulitan untuk mencapai sebuah prestasi yang baik. ‘Coz, ini adalah proses belajar yang sangat baik dan berguna bagi kita, sebelum akhirnya kita meraih sebuah prestasi dan diakui oleh orang lain. “Adalah baik bagi seorang pria memikul kuk pada masa mudanya.” (Ratapan 3:27).
So, nggak perlu, lah, kita ngerasa sok kelihatan bandel supaya diakui orang lain. Belajar untuk jadi diri sendiri. Pengakuan dan kesuksesan itu ditentukan oleh diri kita sendiri, dan bukan dari orang lain. Teman-teman kita, gank yang kita punya, sama sekali nggak menentukan masa depan kita kelak. Justru diri kita sendirilah yang nentuin mau jadi apa kita kelak, dan kita mau diakui seperti apa oleh orang lain. Itu sebabnya kita harus bisa nunjukin kualitas diri kita sendiri, and jadi diri sendiri, supaya orang lain bisa mengakui diri kita, sebagaimana adanya kita.q(ika)           (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Desember 2007)

Minggu, 30 Desember 2007

KASIH IBU

Bacaan : Amsal 31:10-31
“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, 
sehingga Ia telah meng­aruniakan Anak-Nya yang tunggal,...”
      (Yohanes 3:16)


Bagi saya, mama saya adalah mama yang terbaik di dunia. Dia selalu ada setiap saat saya membutuhkan per­tolongannya. Meski kadang-kadang suka berselisih, tapi semuanya itu tak meng­u­rangi kasih mama pada sa­ya. Saya pikir, begitulah semua ibu di dunia. Kasihnya senantiasa tak terhingga kepada anak-anaknya.

Pandangan saya sedikit berubah ketika suatu saat sa­ya menyaksikan seorang anak yang diusir oleh ibu­nya, hanya karena ia tak mampu menghasilkan uang yang lebih banyak untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka. Bahkan yang lebih miris lagi, ketika saya melihat ada sejumlah ibu yang tega menjual anak kandungnya sendiri demi mencukupi kehidupan hidupnya. Ternyata, tidak semua ibu yang mampu memiliki kasih yang begitu besar kepada anak-anakNya.

Berkaca dari Allah yang begitu sangat mengasihi ki­ta, sehingga Ia merelakan putra tunggalNya untuk me­nebus dosa kita, semestinyalah kita menjadi orangtua yang sungguh-sungguh mengasihi dan rela melakukan apapun juga demi anak-anak kita, dan bukannya malah mengeksploitasi mereka.

Warning!
Anak adalah anugerah Allah. Semestinya kita mendidik dan mengasihi mereka semak­simal mungkin, sebagai wujud dan tanggung jawab kita kepada Allah yang sudah menga­nugerahkan mereka pada kita. Ingatlah, di luar sana masih banyak orang-orang yang tidak mendapatkan karunia dan anugerah seperti kita. Selayak­nyalah kita mensyukuri anugerah Allah ini, dengan mencurahkan kasih kita pada mereka.(ika)

(Telah dimuat di Renungan Harian Daily Warning!)
 

Rabu, 31 Oktober 2007

MENGALAH UNTUK MENANG


Lea sebel banget. Gimana, nggak? Hampir tiap hari dia harus selalu ngalah sama adik atau kakaknya. Belum lagi di sekolah dia juga seringkali harus selalu ngalah dari teman-temannya. Kadang-kadang kondisi ini bikin Lea nggak cuma sebel, tapi juga selalu jadi the looser. Sobat muda, mungkin kadang-kadang kita juga ngerasa seperti si Lea. Apa-apa harus ngalah. Semuanya kita serba nomor yang ke sekian. Kadang-kadang kondisi ini bikin kita jadi sedih en ngerasa nggak diperduliin apalagi dihargai. Semuanya seolah mengesampingkan dan nggak memperhatikan kita.

Kesempatan emas
Mungkin selama ini kita ngerasa marah dan kesal karena harus selalu ngalah. Tapi tahu nggak, sih, kalau sebenarnya dengan mengalah kita jadi punya kesempatan emas untuk mendulang sukses? Kok, bisa, ya? Nah, sobat muda masih ingat, kan, sama kisahnya Yefta? Gimana Yefta yang gara-gara statusnya sebagai anak perempuan sundal, harus mengalah dengan meninggalkan rumah serta tanah kelahirannya, karena saudara-saudara dan keluarga besarnya tak menghendaki keberadaannya.
Mau nggak mau, suka nggak suka, Yefta memang harus mengalah dan menerima keadaan tersebut. Dia akhirnya meninggalkan kampung halamannya. Tapi saat ia pergi dari rumah, meski sempat tinggal bersama dengan para perampok dan orang-orang buangan, di situlah Yefta belajar berbagai macam hal, terutama tentang kehidupan. Ini adalah sebuah kesempatan langka yang dimiliki oleh Yefta. Ia berjuang untuk bertahan hidup dan belajar tentang banyak hal. Sampai akhirnya tiba waktunya bagi Yefta untuk menunjukkan kemampuannya, ketika saudara-saudara Yefta memintanya kembali pulang dan menjadi pemimpin atas mereka.
Sama seperti Yefta, ketika kita harus mengalah bukan berarti dunia jadi kiamat dan diri kita menjadi pecundang, apalagi menjadi orang yang selalu kalah. Sebaliknya, saat kita mengalah adalah sebuah kesempatan untuk mempelajari banyak hal, yang membuat kita nantinya menjadi lebih tangguh. Bukan nggak mungkin suatu saat kelak, pada saatnya nanti kita menjadi sosok seorang pemenang.

Keep your spirit!
That’s wahy guys, nggak perlu berkecil hati kalau memang kita harus mengalah. Mengalah itu menguji mental dan kesabaran kita. Dengan mengalah kita belajar untuk bisa memahami dan mengerti orang lain. Bersyukurlah karena kita masih diberi kesempatan untuk bisa mengalah. Bayangin aja kalau seandainya kita nggak pernah mengalah. Hmm... bisa-bisa kita menjadi orang yang sangat egois, nggak punya perasaan, dan nggak bisa berempati dengan orang lain. Pastinya sobat muda nggak mau, kan, menjadi orang yang seperti itu?
Remember, nggak ada seorangpun yang dilahirkan untuk menjadi orang yang selalu kalah apalagi sampai menjadi bulan-bulanan dan jadi pecundang. Setiap orang dilahirkan untuk menjadi pemenang, dan nggak ada seorang pun yang berhak untuk merendahkan orang lain. Tetapi ketika suatu saat kita harus mengalah, itu semata-mata bukan karena kita kalah. Tetapi ini adalah sebuah titik balik di mana suatu saat nanti kita bakal bisa menunjukkan kemampuan kita dan menjadi seorang pemenang.
Om Paulus dalam suratnya kepada Timotius pernah bilang, “Jangan seorang pun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” (1 Timotius 4:12). So, jangan sebel dan kesal lagi, ya, karena harus ngalah. Ingatlah selalu kemenangan yang ada di depan kita. Tetaplah kuat dan bersemangat. Jangan sampai kita kehilangan spirit, karena hal inilah yang menguatkan kita untuk dapat terus bertahan dalam menghadapi segala situasi yang mungkin nggak mengenakkan buat kita.q(esi)                    (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Oktober 2007)

I LOVE MY PARENTS


Duh... nyebelin banget, deh. Kenapa, sih, punya ortu, kok, nggak kayak orangtua-orangtua lainnya. Kalau orangtua lainnya begitu sayang dan perhatian sama anak-anaknya, tapi kenapa orangtua gue enggak, ya? Yah... kadang-kadang nggak semua orang beruntung punya orangtua yang baik dan sayang pada anak-anaknya. Kalau sobat muda sering nonton berita di TV, kita sering ngelihat ada banyak ortu yang tega ngebunuh or ngejual anak-anaknya. Ada juga ortu yang juga tega nelantarin, nyia-nyiain, bahkan ngebuang anaknya. Kondisi ini bukan nggak mungkin bisa juga terjadi dalam diri salah satu di antara kita. Makanya nggak mengherankan kalau banyak anak-anak yang jadi membenci dan dendam sama ortunya gara-gara hal ini.

Dendam? Nggak nyelesain masalah!
Kisah Om Yakub dan anak-anaknya mungkin sudah nggak asing lagi buat kita semua. Gimana Yakub ternyata lebih sayang pada Yusuf yang nggak lain adalah putera dari Rakhel, isteri kesayangannya. Nggak heran kalau Yakub jadi rada-rada ‘pilih kasih’. Tak pelak kondisi ini akhirnya menimbulkan kecemburuan saudara-saudara Yusuf (Kejadian 37:3-4).
Saat mendapat perlakuan yang berbeda inilah, saudara-saudara Yusuf nggak mencoba menyikapi hal ini dengan sikap yang positif. Sebaliknya, mereka justru malah menumpuk dendam yang akhirnya dilampiaskan pada Yusuf. Yusuf dibuang ke sumur, bahkan dijual pada orang Mesir. Semuanya ini dilakukan agar sang ayah tak lagi pilih kasih dan melupakan Yusuf.
Dendam sama ortu yang mungkin telah berlaku nggak sebagai mana mestinya pada sang anak, seringkali kita lakukan atas dasar sakit hati.Nggak heran kalau kita jadi melampiaskan ke hal-hal yang enggak-enggak. Lari ke narkoba, minum-minuman keras, dugem yang nggak jelas, free sex, jadi si biang onar, dsb, kerap jadi pelampiasan kita. Mungkin untuk sementara waktu kita bisa merasa ‘senang’, karena ortu jadi bakalan repot dan ‘ngerasain’ akibat dari ‘perbuatan’ mereka terhadap kita. Tapi coba, deh, pikir baik-baik. Apa benar semuanya yang sudah kita lakukan itu bakal bikin ortu kita ‘sadar’ dan ‘kapok’? Apa benar semuanya itu bakal bikin segalanya jadi lebih baik?

They’re still your parents
Guys, mungkin kita ngerasa jengkel, sebel, sedih, benci, dll, punya ortu yang memperlakukan kita nggak sebagaimana mestinya. Tapi bukan berarti hal ini membenarkan kita untuk menyimpan apalagi sampai menumpuk dendam kesumat. Nggak berarti juga kita dibenarkan untuk melampiaskannya pada hal-hal yang negatif. Dengan ngelakuin hal-hal seperti itu, semuanya cuman bikin kita ngerasa ‘puas’ untuk sesaat saja. Tapi kita nggak mikirin akibatnya kemudian. Kita mungkin cuma pengin ngasih ‘pelajaran’ ke ortu. But kita nggak mikirin akibatnya ke diri kita juga, ‘coz gimanapun juga semuanya itu nggak cuman berefek ke ortu saja tapi ke kita sendiri juga. Kita sendiri juga pastinya bisa jadi frustasi sendiri karenanya.
Yang pasti dendam nggak bakal nyelesain masalah. Dendam cuma bakal menimbulkan masalah-masalah baru yang lebih pelik dan pastinya bakalan lebih merepotkan. Makanya, nggak ada jalan lain selain kita harus tetap mengasihi dan mengampuni ortu kita. Apalagi firman Tuhan sudah jelas-jelas mengingatkan, “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.” (Kolose 3:13}
Seburuk apapun tindakan atau perilaku yang telah mereka berikan kepada kita, mereka tetaplah ortu yang sudah melahirkan kita. Kita nggak mungkin ada seperti sekarang ini kalau nggak ada mereka. Mungkin memang mereka nggak merawat dan membesarkan kita sebagaimana ynag diharapkan. Tetapi bagaimanapun juga, mereka tetaplah orangtua kita yang harus tetap dihormati.Ingat yang firTu bilang, “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu -- ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.” (Efesus 6:1-3).
Sekalipun kita punya cukup banyak alasan untuk membenci mereka oleh karean tindakan yang mereka lakukan, di dalam Tuhan tetap saja tidak ada alasan untuk membenci dan bahkan tidak mengasishi mereka. Mungkin ini akan terasa sangat sulit untuk dilakukan. Tetapi kalau kita mau berusaha dan meminta pertolongan dari Tuhan Yesus, pasti nggak susah, kok, buat kita untuk bisa mengasihi dan mengampuni mereka. Asalkan kita mau sungguh-sungguh dan terus berusaha, Tuhan pasti akan mengubahkan dan memulihkan hati kita juga ortu kita.q(ika)               (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Oktober 2007)

Jumat, 31 Agustus 2007

SSSSTTTT… ADA DATING VIOLENCE DI SEKELILINGMU!


Tadinya dia cowok yang sangat baik. Penuh perhatian, selalu ada di saat aku membutuhkannya, ramah, sopan, pintar, dan… ganteng pula. Pokoknya dia cowok yang sempurna, deh. Tapi sayangnya semuanya itu nggak berlangsung lama. Pelan-pelan dia mulai mengatur-ngatur hidupku. Aku nggak boleh main sama geng gaulku lagi. Aku nggak boleh lagi ini… itu… dan sebagainya. Belakangan, dia mulai suka menampar dan memukulku. Aku takut. Pasti. Sangat malah. Aku ingin mengadu sama mama. Tapi aku juga takut. Aku pun takut kehilangan dia. Kehilangan cintanya. Harus bagaimana? Aku tak tahu. Aku bingung. Aku hanya bisa pasrah…

Dating violence? Apaan, sih?
Hmm… pernah nggak, sih, sobat muda mengalami hal seperti ini? Kekerasan dalam pacaran agaknya sudah jadi something yang nggak asing lagi buat kita. Yap! Kekerasan dalam pacaran memang ada dan makin hari makin bertambah daftar panjang korban-korbannya. Kebanyakan saat sedang jatuh cinta, kita menganggap bahwa pacar adalah segalanya dan itu bikin kita rela diperlakukan atau melakukan apapun demi si dia. Di sinilah awal lahirnya dating violence itu sendiri. Tahu nggak, sih? Cemburu berlebihan, membentak, memaki, memukul, menampar, itu semua bukan bentuk rasa cinta, tapi kekerasan. Banyak banget cowok ataupun cewek yang posesif, akhirnya malah jadi tukang siksa pacarnya. Ada lagi cowok-cowok yang maksa ceweknya ngelakuin hubungan seks sebelum nikah, demi ngebuktiin kebesaran cintanya.
Dating violence ini ada karena kita sudah dibutakan cinta. Kalau bingung membedakan antara kekerasan dengan cinta, berarti kita sudah dibutakan oleh cinta. Untuk membedakannya, ingatlah bahwa cinta itu lemah lembut, sabar, rendah hati, penuh kasih; dan tidak ada kekerasan dalam cinta. Kekerasan dalam pacaran sering kali dimulai dari hal yang sederhana. Kita ngebiarin hal itu terjadi karena menganggap nggak ada risiko besar yang bisa menjadi konsekuensi dari ”pembiaran” itu tadi. Yang kudu diingat, perilaku yang dirasakan nikmat cenderung ingin diulang oleh pelakunya, seperti halnya mengisap rokok atau narkoba. Makin lama jumlah dan bentuknya pun mulai meningkat. Lalu untuk mendapatkan keinginannya, dia menggunakan kekerasan berdalih cinta atau sayang. Akhirnya kita pun terjebak dan terperangkap dalam situasi di mana kita kadang nggak sadar telah menjadi korbannya.

Dating violence… no way…!
Rifka Annisa, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi dan jender menemukan bahwa sejak tahun 1994 – 2001, dari 1683 kasus kekerasan yang ditangani, 385 diantaranya adalah kasus dating violence (Komnas Perempuan, 2002). Rumah Sakit Bhayangkara di Makassar yang baru-baru ini membuka pelayanan satu atap (One Stop Service) dalam menangani masalah kekerasan terhadap perempuan mendapatkan bahwa dari tahun 2000-2001 ada 7 kasus KDP yang dilaporkan. (Kompas-online 4 Maret 2002). Sedangkan PKBI Yogyakarta mendapatkan bahwa dari bulan Januari hingga Juni 2001 saja, terdapat 47 kasus kekerasan dalam pacaran, 57% di antaranya adalah kekerasan emosional, 20% mengaku mengalami kekerasan seksual, 15% mengalami kekerasan fisik,  dan 8% lainnya merupakan kasus kekerasan ekonomi (Kompas, 20 Juli 2002).
Salah satu penelitian di Amerika Serikat menyebutkan bahwa dari 77 remaja sekolah menengah yang mengaku mengalami kekerasan saat sedang berpacaran, 66% dari mereka mengaku bahwa selain mengalami kekerasan, mereka juga melakukan kekerasan itu sendiri pada pasangan mereka. Dalam sebuah diskusi mengenai KDP, para remaja putri melaporkan bahwa dalam 70% waktu pacaran mereka, pasangannya melakukan pelecehan. Sedangkan para remaja putra dalam kesempatan yang sama, mengakui bahwa pasangan perempuan mereka melakukan pelecehan sebanyak 27% dari waktu pacaran mereka. Adapun dari penelitian yang lain didapatkan bahwa remaja putri yang melakukan kekerasan saat pacaran antara lain disebabkan karena mempertahankan dirinya (Armour, 2002).
Nah, kalo sobat muda sudah sadar bahwa kekerasan dalam berpacaran dapat terjadi pada diri kita, kita juga bisa ”stop sampai disini!” jika kita mau. Kita berhak menolak apa yang akan terjadi pada diri kita yang kita rasa enggak nyaman. Mau tahu jurus ampuh menghindari kekerasan dalam berpacaran? Mulai dengan keyakinan bahwa tubuh kita berharga. Ingat, tubuh kita adalah bait Allah (1 Korintus 6:19). Tubuh kita adalah jiwa kita, di mana Roh Allah juga berdiam di dalamnya. That’s why, jangan biarkan apa pun menimpanya. Ketika tubuh mulai dieksploitasi untuk pertama kali, maka akan ada yang kedua, bahkan mungkin nggak akan berhenti. Ketika kita tunjukkan kepada pacar bahwa kita sangat menghargai tubuh kita, dia pun akan mulai belajar untuk itu.
Kita harus sadar benar, apa, sih, tujuan kita berpacaran dan bagaimana hubungan akan dibina. Pacaran harusnya merupakan keputusan sadar dengan penuh pertimbangan dan itikad baik antara kita dan pacar, yang melibatkan aspek emosi, keyakinan, sosial, dan budaya. Tentu ada unsur pembelajaran, penghargaan, penghormatan, komunikasi yang dapat menjadi pendekatan positif. Kalau terjadi kekerasan dalam pacaran, berarti tujuan ini nggak tercapai lagi.
Berani berkata ”tidak!” Semua hal dapat terjadi jika kita mau ataupun sebaliknya. Putuskan apa yang kita inginkan dan tidak kita inginkan. Komunikasikan perasaan, pikiran, dan keyakinan kita . Kalo ada perasaan nggak nyaman, komunikasikan dengan terbuka dan jujur disertai penjelasan kenapa menolaknya. Ingat, kalau pacar memang cinta tentu dia akan melindungi orang yang dicintainya dari kerusakan. Katakan ”tidak” sebelum terjadi hal-hal yang semakin nggak masuk akal.
Belajar menjadi diri sendiri. Jangan mulai membiarkan kekerasan dalam berpacaran menimpa kita hanya karena ingin menyenangkan pacar. Kita bisa belajar menjadi diri sendiri. Selama sikap dan perbuatan kita positif, pertahankan. Karena peran kita lebih banyak dibentuk oleh pola pengasuhan yang dipengaruhi budaya, untuk mengubahnya kita juga harus mulai dengan proses pembelajaran baru. Jadi bersiaplah untuk belajar, belajar, dan belajar.
Cari dukungan, bikin komunitas antikekerasan. Karena kekerasan dalam pacaran juga dipengaruhi oleh aspek budaya, untuk mengubahnya juga harus dilakukan bersama-sama secara massal. Ungkapkan dan kampanyekan pikiran kita, cari teman yang sependapat.   Secara bersama terus kampanyekan keinginan kita untuk menolak kekerasan dalam berpacaran. Mudah-mudahan kita menjadi bagian yang memulai untuk perubahan.
Satu hal lagi yang kudu diingat. Firman Tuhan  nggak pernah setuju sama yang namanya kekerasan dalam bentuk apapun, apalagi dalam pacaran. Kalo ada yang bilang kekerasan itu dilakukan sebagai wujud cinta dan kasih, jelas itu bohong besar. 1 Korintus 13:4-6 jelas-jelas menunjukkan bagaimana wujud kasih itu yang sebenarnya. “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.” Hopefully, kita bisa ngebebasin diri dari kekerasan dalam pacaran. Stop dating violence, right now!q(yth)                 (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Agustus 2007)

I’M SO UNIQUE


Tadinya aku berharap bisa seperti teman-temanku yang lain. Punya wajah yang cakep, body yang proporsional. Rasanya kalau kedua hal itu kumiliki, semua orang pasti bakalan mendekatiku. Aku bisa jadi sosok yang populer dan disukai banyak orang. Tapi sayangnya aku tak memiliki kedua-duanya. Itu sebabnya tak seorang pun melirikku. Padahal di usia remajaku sekarang ini, aku sangat ingin punya banyak teman. Aku ingin diperhatikan oleh semua orang. Aku ingin semua mata memandangku. Sayang semuanya itu tidak terjadi padaku.
Lalu aku mulai ingin merubah segalanya. Aku mulai malas makan. Kalaupun terpaksa harus makan, diam-diam aku akan memuntahkannya lagi. Aku ingin kurus. Aku ingin punya tubuh yang bagus. Aku ingin bisa semua orang ‘menengokku’ karena badanku sama dengan mereka. Aku ingin mereka mau berteman denganku. Aku ingin cowok-cowok itu juga mau melirikku dan mengajakku jalan bareng. Dan itu memang terjadi. Namun hanya sekejab.
Mendadak semuanya menjadi semakin menyakitkan. Tiba-tiba ada yang mulai menggerogoti tubuhku. Otot-ototku seolah tersedot. Jantungku juga. Tulang-tulangku melemah. Kurang kalsium. Aku hamper mati. Aku tak punya nutrisi yang tepat untuk tubuhku. Aku mulai susah tidur. Aku tak punya oksigen di otakku. Aku tak bisa berpikir dengan baik. Aku jadi bodoh. Nilai-nilaiku hancur. Aku tak punya energi yang cukup untuk bisa beraktivitas. Aku selalu kedinginan. Jemariku mati rasa. Kuku-kuku kebiruan. Bibirku pecah-pecah. Kulitku memucat. Yang tampak hanyalah bayangan urat-urat darah yang tipis dan jelek. Uh… aku nggak lagi seindah yang kumau. Tak ada seorangpun yang akan ‘melihatku’ lagi.

Kerempeng is beautiful?
Sebuah survey di Amrik menunjukkan, sekitar 97% remaja cewek usia 14-15 tahun di sana termasuk dalam kategori pemuja kekurusan dan menderita anorexia serta bulimia.  Gejala ini bahkan sudah mulai menjalar ke remaja cewek usia 12-13 tahun. Bulimia nervosa dan anoreksia nervosa merupakan penyakit gangguan pada kebiasaan atau pola makan. Pada anoreksia nervosa, penderita dengan sengaja melaparkan dirinya karena menolak mempertahankan berat badan normal yang minimal. Pada kasus yang parah, anoreksia bisa menimbulkan kematian. Sekitar 40% kasus anoreksia akan berkembang menjadi bulimia. Pada bulimia nervosa, penderita makan sebanyak-banyaknya dalam waktu singkat, lalu memuntahkan kembali makanan tersebut dengan cara tidak layak. Keadaan ini, terjadi berulang-ulang.
Di Indonesia sendiri yang namanya bulimia dan anorexia sudah menjadi gejala epidemi yang menyergap para cewek. Mereka yang mengidap penyakit ini dalam dirinya timbul kekacauan, ‘coz selalu ngerasa kalo tubuhnya nggak sesuai sama ukuran kecantikan seperti yang biasa diimpikan oleh para cowok juga iklan-iklan yang tergambar di media massa. Cewek-cewek ini mulai panik ngelihat perutnya yang menggelambir, kulitnya bakalan keriput, kerut merut, kasar dan kering, ada bercak dan noda, jendul-jendul, buah dada kendur, daging juga geliut-geliut. Tubuh ala Victoria Beckham, Keira Knightley, juga Nicole Richie jadi idola. Buat mereka ukuran pakaian Small masih kebesaran. Ukuran pakaian yang selalu didambakan adalah XXS atau dalam dunia mode lebih dikenal dengan sebutan ukuran Zero. Kurus ceking kerempeng is beautiful. Masa, sih?
Jelas nggak! Yang ada kita malah jadi lebih banyak kekurangan nutrisi yang justru sangat diperlukan oleh remaja di masa pertumbuhani, kelaparan, kelesuan, mengalami kekacauan detak jantung, sembelit, radang pada perut dan tenggorokan, pembusukan gigi, atau luka dtenggorokan atau radang perut, kehilangan berat badan secara berlebihan, berhenti menstruasi, sembelit, mengalami pembekakan pada bagian-bagian tubuh tertentu, dsb. Hiiyy... ngeri banget, kan? Kalo sudah begini, mana mungkin kita bisa belajar dan beraktivitas dengan baik? Hmm... buat mikir saja mungkin juga sudah nggak sanggup kali, ya...

You’re so beautiful…
Makanya, it’s totally wrong kalo sobat Kasut Remaja menganggap bahwa tubuh yang cantik dan proporsional adalah yang  kurus ceking kerempeng. Apalagi kalo sampai berusaha ngurangin berat badan dengan cara yang nggak benar en nggak sehat. Kita nggak perlu harus mati-matian jadi kurus just like cewek-cewek di iklan TV or majalah, cuma demi biar dilirik cowok dan punya banyak teman. Justru yang harus selalu kita perhatikan adalah gimana caranya kita bisa menghargai diri sendiri. Actually, ketika kita terobsesi jadi kurus dengan cara yang salah seperti itu, sebenarnya kita nggak lagi bisa menghargai diri dan tubuh kita sendiri. Padahal tujuan kita untuk jadi kurus itu supaya orang lain bisa memperhatikan dan menghargai kita. Nah, kalo sudah begini, apa tujuan kita itu tercapai? Nggak, kan? Nggak cuman itu saja, hidup kita pun jadi nggak berguna, baik itu buat Tuhan juga buat sesama.
Remember, kita ini sangat berharga di mata Tuhan (Yesaya 43:4). Makanya, nggak usah aneh-aneh, deh, sama tubuh kita. Jadi penderita anorexia dan bulimia jatuhnya cuma bikin kita jadi sengsara. Tapi bukan berarti nggak boleh jaga badan, lho.Kalo memang kita ini overweight dan sudah nggak baik buat kesehatan, boleh-boleh saja kita diet. Tapi yang kudu diingat, dietlah dengan cara yang tepat. Konsultasikan dengan dokter dan olahraga yang benar. Hasilnya pasti jauh lebih baik ketimbang kita ngurusin badan sembarangan.
Jangan pernah ngerasa nggak pede hanya karena kamu nggak punya tubuh yang cantik menurut ukuran dunia. Kurus nggak berarti apa-apa kalo kita nggak punya hati yang bersih, mulia, serta takut akan Tuhan. Ingat, kan, yang dibilang firman Tuhan di Amsal 31:30? “Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji.” Kalau kita pengin menjadi orang yang berguna, hal pertama yang harus kita lakukan adalah berhenti memusuhi diri sendiri. Jangan menyalahkan diri sendiri ketika kita gagal. Jangan merendahkan diri sendiri ketika segala sesuatu nggak berjalan seperti yang kita harapkan. Meningkatkan penghargaan diri memang butuh usaha. Tapi sobat muda pasti bisa melakukannya kalau mau sungguh-sungguh menjadi lebih baik.q(ika)              (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Agustus 2007) 

Sabtu, 30 Juni 2007

MANDIRI SALAH KAPRAH


Jadi mandiri memang harus dan kudu. Hukumnya wajib. ‘Coz, kita nggak selamanya bisa hidup dengan terus bergantung sama orang lain. Menyenangkan memang kalau kita bisa jadi anak muda yang mandiri. Tapi ternyata ada juga, lho, yang mengaplikasikan kemandirian itu sampai salah kaprah. Ternyata banyak juga anak muda yang ngakunya mandiri, tapi ternyata jadi orang yang nggak karu-karuan. Jadi nggak butuh orang lain lagi, nggak perduli orang lain, mentingin diri sendiri, bahkan yang lebih parah ada yang sampai ngerasa nggak butuh Tuhan. Wah… bahaya, nih! Nah, biar kamu-kamu nggak jadi kayak mereka, let’s take a look tips berikut ini.
1.                          Terlalu mandiri, jadi nggak butuh orang lain. Banyak teenager yang ngerasa bisa semua-semuanya sendiri, terus jadi ngerasa nggak butuh bantuan orang lain lagi, ngerasa nggak perlu masukan ataupun teguran dari orang lain, karena dia ngerasa bisa ngelakuin segala sesuatunya sendiri. Bahkan banyak yang juga udah ngerasa nggak butuh lagi Tuhan, karena ngerasa dia sendiri bisa, kenapa juga Tuhan mesti nolongin dia.
Yang kayak gini nih yang bahaya. Kita jadi sosok yang mandiri, tapi mandiri yang nggak bener. Bayangin aja, kalo kita jalan, ngerasa diri bener en bisa sendiri, nggak mau denger masukan dari orang lain, akhirnya kita jadi salah jalan, hancur sendiri. Rugi, kan? Mandiri emang oke, bahkan harus. But, kita nggak boleh lupa bahwa gimana pun juga kita tetap butuh masukan juga nasehat dari Tuhan, ortu, temen-temen, supaya kita nggak salah arah.
2.                          Terlalu mandiri, jadi orang yang egois. Yap! Banyak anak muda yang terlalu mandiri, akhirnya jadi egois. Sudah ngerasa nggak butuh orang lain lagi, akhirnya dia jadi ngerasa bahwa seolah-olah dunia adalah miliknya sendiri, semua-semuanya harus dia yang atur, dia yang urus, dan harus untuk dirinya sendiri aja. Orang lain jadi nggak boleh ikut campur.
Nah, yang model kayak begini juga kita mesti hati-hati. Remember!!! There’s so many people around us. Kita nggak bisa menutup mata kalo orang-orang di sekeliling kita juga membutuhkan kita. Kita nggak bisa jadi orang yang egois. Gimanapun juga Allah udah nyiptain kita unuk hidup bersama-sama dengan makhluk lainnya di bumi, supaya kita bisa saling menolong (lihat Galatia 6:2).
3.                          Terlalu mandiri, jadi orang yang tertutup. Kecenderungannya kalo udah ngerasa nggak butuh orang lain, terus jadi orang yang egois, akhirnya jadi orang yang introvert alias tertutup. Nganggep orang lain cuma bikin ribet aja, akhirnya jadi nggak mau gaul. Kalau sudah nggak mau gaul, nggak ada juga orang yang mau perduli sama kita.. Kita memang bisa aja ngikutin perkembangan jaman lewat media massa, tapi kita nggak bisa ngerasain apalagi ngalamin sendiri proses-proses perkembangan zaman itu, cuma gara-gara kita nggak mau gaul. Bayangin aja, jadi mandiri trus jadi introvert, kalo misalnya aja kita sakit, sendirian en gak bisa ngapa-ngapain, siapa yang bakalan nolong? Nggak ada khan karena nggak ada seorang pun yang tahu? Akhirnya kita jadi susah sendiri.
So, mandiri nggak berarti kita jadi tertutup. Kita tetap butuh bergaul, berinteraksi dengan orang lain, tetep butuh bantuan dari orang lain. If there’s something happen to us, akan selalu ada orang-orang yang siap menolong kita, dan itu bisa kita dapat kalau kita mau gaul, terbuka, en nggak menutup diri buat orang lain.q (ika)         (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Juni 2007)

MANDIRI VS MANJA


Aduh … bete banget nggak, sih, punya temen yang manjanya nggak ketulungan? Dikit-dikit ngerengek minta tolong ini lah, itu lah. Bahkan untuk hal-hal kecil yang mestinya bisa dilakuin sendiri pun, dia mesti minta tolong orang lain. Kebayang, kan, ngebeteinnya? Mungkin buat kita-kita yang biasa manja en bergantung ama orang lain, kita suka beranggepan, duh… enak ya kalo kemana-mana ada yang always ready to help us. Tapi kebayang nggak sih kalo orang-orang yang biasa kita mintain tolong melulu itu sebenernya sebel en jengkel ama kita. Kok gitu? Yap. Mereka, kan, juga punya their own life. Pengin, dong, mereka bisa ngelakuin kesibukan mereka sendiri,  ‘terbebas’ dari segala rengekan ‘tolong’ kita, en berharap kita bisa jadi grow up en mandiri, bisa ngurus diri sendiri.

 

Bikin Menderita

Terlalu bergantung sama orang lain memang bukannya bikin kita jadi enak, tapi malah bikin repot. Why? ‘Coz gara-gara terlalu manja, akhirnya jadi nyusahin dirinya sendiri. Gara-gara keseringan minta bantuan dari orang lain, akhirnya keterusan dan jadi kebiasaan yang sukar dihilangkan. Kita pun jadi punya perasaan tergantung pada orang lain. Ketika kita terlalu tergantung sama orang lain, kemana-mana pun kita jadi nggak bisa mandiri. Kita jadi kebanyakan nggak bisanya. Sedikit-sedikit suka panik sendiri, “Gimana nih?” Ini semua karena kita sudah terlatih dengan ketidakmandirian dan terlalu tergantung sama orang lain. Jadinya, kita pun kebanyakan nggak tahu apa-apa.
Nggak bisa dipungkirin emang, kalau semakin menggantungkan diri, kita jadi semakin keenakan. Akibatnya, pas orang yang biasa jadi tempat bergantung kita itu lagi nggak ada di tempat, akhirnya kita jadi kelabakan sendiri. Nah, nyadar, kan, sekarang…? Kalo kita terlalu tergantung sama somebody else, akibatnya nggak cuma ngejengkelin orang yang terlalu sering kita mintain tolong, tapi juga bikin kita sendiri jadi nggak bisa ngapa-ngapain en nggak tahu apa-apa, nggak bisa ambil keputusan sendiri, nggak punya pendirian. Rugi sendiri, kan?
Bisa hidup mandiri memang banyak untungnya. Nggak cuma jadi orang yang bisa ngurus diri sendiri en gak tergantung lagi sama orang lain. Lebih dari itu, sadar atau nggak, pribadi kita udah terbentuk menjadi sosok yang tangguh en punya pendirian teguh. Seorang yang mandiri adalah seseorang yang mapan. Artinya tingkat ketergantungannya sama orang lain itu sedikit. Bisa hidup sendiri, hidup bertanggung jawab akan dirinya sendiri, dan tanggung jawabnya cukup besar terhadap dirinya sendiri, terus punya influence sama lingkungan juga besar karena bukan termasuk orang yang plin plan. Orang yang mandiri itu orang yang lebih banyak menentukan daripada ditentukan, karena dia mapan.

Mandiri Yang Bener? Gimana Sich?
Jadi seseorang yang mandiri, ternyata juga nggak bisa asal lho. Menjadi mandiri nggak berarti juga kita nggak butuh orang lain. Biar kata kita ini udah mandiri, tapi kita tetep butuh yang namanya masukan juga nasehat dari orang lain. Gimana pun juga, semandiri apapun kita, tetep kita butuh orang lain, yang ngasih saran, nasehat, masukan, kritik, yang bisa membangun diri kita. Apalagi nasehat dari orangtua. Hmm... ini jelas nggak boleh dikesampingkan. Selain itu kita juga nggak boleh lupa sama nasehat FirTu. Jangan sampai deh mentang-mentang udah bisa mandiri, kita ngerasa segala sesuatu bisa kita lakuin sendiri, sampai ngerasa nggak butuh lagi Tuhan. Inget lho!!! Yeremia 17:5 bilang supaya kita nggak mengandalkan kekuatan sendiri.. 
Sebagai anak muda yang beranjak dewasa, kita harus  belajar dari orang lain. Banyak hal yang perlu dipelajari di dunia ini yang bisa kita lihat, bagaimana orang bisa melakukan segala sesuatunya sendiri. Kita pun juga mesti melatih diri sendiri untuk tidak tergantung pada orang lain, dan menempa diri sendiri untuk bisa memutuskan segala sesuatunya sendiri tanpa bantuan ataupun harus tergantung dengan orang lain.
            Tapi satu hal yang harus tetap diingat bahwa semandiri apapun kita, kita masih tetap memerluka orang lain karena kita adalah makhluk sosial yang saling tergantung. Gimanapun juga, yang namanya manusia itu masih saling tergantung satu sama lain. Masalahnya, di dalam berinteraksi yang disebut mandiri itu kita harus bisa berani memutuskan yang mana yang baik dan mana yang buruk untuk diri sendiri, tetapi kita masih bisa tetap tergantung pada sesama, karena memang kita manusia tidak bisa lepas dari sesama kita. So, wake up guys. Udah waktunya kita jadi teenage yang mandiri en nggak tergantung lagi ama orang lain. But, inget!!! We must still depend on God, en jangan lupain juga nasehat FirTu, ortu, juga temen-temen yang kasih masukan dan saran yang membangun buat diri kita. OK??!!?? q(ika)             (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Juni 2007)

Senin, 30 April 2007

KALO CANTIK BERUJUNG MAUT


Tanggal 12 Desember 2006 lalu, kita semua dikejutkan dengan berita kematian penyanyi muda Alda Risma, yang belakangan diketahui tewas gara-gara overdosis obat-obatan kosmetika untuk kecantikan. Nggak lama berselang, bintang majalah Playboy, Anna Nicole Smith, 8 Februari 2007 ditemukan tewas karena terlalu banyak mengkonsumsi obat pelangsing. Dua-duanya sama-sama artis yang terhitung masih muda, tapi sayangnya maut kadung menjemput mereka cuman gara-gara pengin meraih penampilan fisik yang sempurna.
Nggak cuma di Indonesia, di mana-mana remaja cewek begitu peduli dengan penampilan fisiknya. Celakanya, banyak di antara remaja perempuan yang merasa punya tubuh jelek. Penelitian di AS seperti ditulis majalah Parents edisi Juni 2000 menyebutkan jumlah remaja putri yang merasa seperti itu (berbadan tak bagus) mencapai 80%. Mereka begitu terobsesi untuk lebih menguruskan badannya. Sementara untuk remaja pria citra yang telanjur terbentuk adalah fisik yang gagah dan daya tahan lebih penting dari intelegensia, rasa kasih, dan kematangan emosi.
Budaya populer yang diwakili oleh artis penyanyi, model atau bintang-bintang film atau iklan sudah sedemikian mempengaruhi citra mereka terhadap bentuk tubuh ideal. Apalagi belakangan, berbagai macam iklan dan advertorial mengenai treatment buat memperindah tubuh dan wajah juga semakin menjamur. Untuk menguruskan badan saja, selain obat-obat pelangsing dan alat-alat pelangsing tubuh, ada juga lipotomi dan liposuction yang belakangan digandrungi kaum perempuan. Belum lagi obat-obatan kosmetika lainnya untuk mengencangkan kulit wajah, menghilangkan kerut dan lain sebagainya.

Gara-gara nggak PD
Salah satu hal yang menyebabkan kita melakukan permak tubuh ini adalah adanya body image yang negatif. Body image adalah pandangan kita terhadap tubuh dan penampilan diri. Hubungan body image sama rasa percaya diri (PD) itu erat banget. Kalau kita sebal en enggak puas sama tubuh kita (body image negatif), yang namanya PD bakal jeblok. Sebaliknya, PD bakalan naik jika kita nyaman dengan tubuh kita (body image positif). PD enggaknya seseorang sudah terlihat sejak kita masih kanak-kanak. Sebuah penelitian di Pennsylvannia State University terhadap 197 anak cewek berusia lima tahun dan ortunya menunjukkan, mereka yang gemuk akan cenderung kurang PD. Tingkat PD yang paling rendah ditunjukkan oleh cewek gemuk yang ortunya membatasi makanannya.
Guys, actually tipe-tipe badan yang sering terlihat di layar televisi itu tidak mewakili bermacam-macam bentuk badan yang ada dalam kehidupan nyata. Kita kudu bisa kritis dengan apa yang kita lihat di media. Nggak semuanya yang kita lihat di media itu so real.  Yang jelas ada berbagai macam faktor yang menentukan bentuk dan ukuran badan seseorang. Salah satunya faktor keturunan dan bawaan yang memang berada di luar kemampuan kita untuk mengubahnya. Selain itu, tentu saja gizi dan olahraga bisa memaksimalkan pemebentukan ke arah yang baik. Pastinya  tubuh manusia itu berubah dari waktu ke waktu. Untuk remaja misalnya, adalah wajar kalau ada pertambahan lemak sekitar 20 persen di tubuh mereka pada masa pubertas.

Realize it!
Enggak ada yang salah ketika kita bermimpi punya tubuh yang indah bak supermodel, atau pun wajah yang rupawan kayak bintang film. Enggak ada pula yang melarang kita berusaha mencapai impian tersebut. Tapi satu hal yang kudu diingat. Allah, tuh, sudah menciptakan kita so unique. Allah sudah menciptakan kita sesuai dengan gambar dan rupaNya (Kejadian 1:26). It means, kita ini diciptakan begitu so special and absoloutly perfect. So, actually nggak ada alasan sebenarnya buat kita untuk nggak pede sama body image kita.
Tapi bukan berarti kita nggak boleh merawat tubuh dan wajah, lho… Yang namanya merawat tubuh dan wajah, itu tetap perlu. Gimanapun juga kita tetap harus menjaga dan merawat tubuh sebagai ucapan syukur karena Ia sudah menciptakan kita. Apalagi tubuh kita adalah bait Roh Kudus (1 Korintus 6;19) . Tapi nggak berarti juga kita lantas memperlakukannya secara berlebihan. Whatever it is, segala sesuatu yang berlebihan itu nggak baik, bukan? Apalagi kalau kita berusaha setengah mati, sampai nggak perduli berapapun uang yang dikeluarkan, ataupun nggak perduli seberapa besar pun efek sampingnya.
Remember, guys! Firman Tuhan sudah ngingetin, “…janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” (Roma 13:14b). Selama kita nggak pernah puas dengan kondisi tubuh dan wajah kita sendiri, selamanya juga kita akan terus diperbudak olehnya. So, jangan mau terjebak oleh tipuan Mang Iib lewat kecantikan, ketampanan, juga kemolekan tubuh para bintang ataupun model-model yang kita lihat di TV maupun media cetak, sehingga membuat kita jadi sangat terobsesi untuk memiliki wajah dan tubuh seperti mereka.
Ingat yang Om Paulus bilang, “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun.” (1 Korintus 6:12). Kita boleh saja ngegym or ngelakuin perawatan tubuh supaya tetap sehat. Tetapi jangan pernah menjadikan semuanya itu sebagai obsesi yang berlebihan, sehingga kita diperbudak olehnya. Salah-salah, justru kita malah bernasib sama dengan Alda dan Anna, yang harus menyerahkan nyawanya di tangan obsesi kecantikan dan kemolekan tubuh.q(ika)      (telah diterbitkan di Majalah & Renungan Harian Pemuda Remaja RAJAWALI, Edisi April 2007) 

THE POWER OF MEDIA

Bacaan : Mazmur 19:2-8
“tetapi kepada manusia Ia berfirman: Sesungguhnya, takut akan Tuhan,
itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi.” (Ayub 28:28)


Suka nggak suka, mau nggak mau, kita semua termasuk pengkonsumsi media, baik itu media cetak maupun media elektronik. Entah itu buku, majalah, koran, tabloid, jurnal, internet, televisi, game, video, radio, film, de el el. Alkitab yang sering kita baca pun termasuk media. Pendek kata, hidup kita sehari-hari ngggak bisa dilepaskan dari media. Media merupakan sarana yang paling ampuh untuk mempengaruhi manusia. Baik itu memberi pengaruh yang baik maupun pengaruh yang buruk.
Sayangnya banyak di antara kita  yang seringkali lebih banyak mendapat pengaruh buruk dari media daripada pengaruh baiknya. Simak saja berbagai tayangan kekerasan, eksploitasi pornografi, konsumerisme, hedonisme, perselingkuhan, dan berbagai hal-hal negatif lainnya yang lebih banyak muncul dan kita serap dari media. Padahal, banyak juga, lho, informasi dan pendidikan yang baik yang bisa kita dapatkan dari media.

Itulah kekuatan media. Lewat media, kita bisa memperoleh apapun yang kita mau. Nah, sekarang tinggal bagaimana kita sendiri menyikapi berbagai serbuan informasi yang ditampilkan oleh media. That’s why guys, kita semua waspada en kudu berhikmat. Tanpa hikmat dari Allah, kita akan gampang banget terpengaruh oleh informasi-informasi yang nggak benar dari media. Satu-satunya saringan kita hanyalah firman Allah dan hikmat dari-Nya. Jangan gampang terpengaruh apa yang kamu dapat dari media. Gunakan kacamata firman dan mintalah hikmat dari Allah untuk dapat memilah serbuan informasi yang kamu dapatkan dari media.(ika)

(Telah dimuat di Renungan Harian Rajawali)



THE SIMPLE LIE


Bacaan : Kisah Para Rasul 5:1-11
“Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang
menyembur-nyemburkan kebohongan tidak akan terhindar.” (Amsal 19:5)

Bohong? Ah…. Itu, mah, biasa… semua orang juga melakukannya. Jadi orang kalo nggak bohong itu rasanya nggak afdol. Nggak usah sok suci, lah… Yap! Omongan-omongan yang, seperti ini, nih, yang menyesatkan. Kadang-kadang kita suka berpikir kalau bohong sedikit adalah hal yang wajar. Bohong sedikit itu nggak akan bikin dosa.
But… jangan salah, guys! Hal ini justru ternyata yang paling berbahaya. Kebohongan-kebohongan kecil yang sederhana yang seringkali kita anggap nggak ada apa-apanya, ternyata semuanya itu justru yang menjerumuskan kita ke dalam dosa yang berujung maut. Sayangnya, hal ini justru seringkali nggak kita sadari karena kita terlalu menganggap enteng dosa dusta yang kita buat.
Apa yang dilakukan oleh Ananias dan Safira adalah pelajaran berharga buat kita semua. Bahwa apa yang kita pikir itu kebohongan kecil yang orang lain nggak mungkin tahu, ternyata Tuhan tahu dan memperhitungkannya. Ananias dan Safira harus meregang nyawa karena kebohongan yang mereka buat. Nah, beruntunglah kita semua. Kalau hari ini masih ada di antara kita yang suka bohong, meski itu untuk hal yang kecil, Allah masih memberi kesempatan buat kita untuk bertobat. Jangan tunggu sampai Allah mengambil nyawa kita, sebelum kita sempat bertobat.q(ika)

 (Telah dimuat di Renungan Harian Rajawali)

CHANGE YOUR LIFE


Seperti yang sudah-sudah di tahun-tahun yang lalu, perayaan Paskah tiba. Memulai ritual Pra Paskah selama empat minggu, aksi puasa, aksi sosial, berbagai lomba, hias telur, Kamis Putih, Jumat Agung, dan… Minggu Paskah. Bagai tradisi gerejawi yang harus dijalani, setelah selesai semuanya berlalu begitu saja. Nothing special. Kita kembali lagi pada kehidupan semula. Menjalani rutinitas hidup, belajar, sekolah, les, main, gaul, and so on. Kalo selama masa raya Paskah kita dianjurkan untuk menahan diri dan hawa nafsu, berpuasa dalam rangka mengingat kembali sengsara Kristus, lepas Paskah tutur kata dan tingkah laku kita pun balik lagi seperti semula. Paskah rupanya nggak membawa dampak yang berarti dalam hidup kita. Paskah pada akhirnya hanya menjadi sebuah tradisi belaka.

Ini bedanya!
Ngomongin soal Paskah memang kita nggak cuman mengingat dan mengenang kisah sengsara Yesus. Bagaimana Ia dengan rela, sengaja jadi tumbal ganti dosa kita yang semestinya nggak layak menerima semua pengorbananNya itu. Toh, setelah Ia disalibkan, setiap harinya pun kita masih suka menyalibkanNya lagi dengan segala tindakan buruk kita, baik itu pada sesama maupun pada Tuhan. Nggak ada yang berubah dari diri kita. Semuanya masih sama saja.
Padahal Kristus hadir ke dunia ini untuk membawa sebuah perubahan. Ia datang untuk sebuah perbedaan. Kematian dan kebangkitanNya  membawa perubahan besar dalam kehidupan umat manusia. Manusia yang tadinya dipisahkan dari Allah oleh karena dosa-dosanya (baca Yesaya 59:2), kini telah dipersatukan lagi dengan Allah lewat perantaraan Yesus yang telah mati dan bangkit untuk kita (lihat Efesus 2:13-16). Inilah bedanya! Pengorbanan Kristus membuat kita yang tadinya nggak layak menjadi layak di hadapanNya.
Ketika kita menerima keselamatan itu, ada perubahan besar yang terjadi dalam hidup kita. Jangan lagi kita hidup sebagai manusia lama yang masih suka berbuat dosa, tetapi kita berubah menjadi manusia baru yang berusaha untuk menjadi seperti Kristus, dan nggak lagi melakukan perbuatan dosa yang membuat kita justru menyalibkanNya lagi.

A new man !
Harusnya, sih, masa raya Paskah adalah saat yang tepat buat kita semua mereview kembali apa yang sudah kita lakukan, gimana kelakuan dan tutur kata kita selama ini. Apa kita masih suka ngelawan ortu, suka berantem sama saudara, berlaku curang dengan teman, suka ngerjain guru, bolos sekolah, nyontek, ngabisin tabungan buat main, de el el. Nggak usah diingat-ingat dalam setahun, deh, semua perilaku kita. Ingat aja apa yang telah terjadi selama enam bulan, atau paling tidak tiga bulan, atau bahkan dalam satu bulan terakhir. Kalau sudah, coba ingat-ingat lagi, selama ini apakah kita sudah pernah minta ampun sama Bapa di sorga untuk segala dosa kita? Berapa kali kita melakukannya? Sekali, dua kali, tiga kali, atau nggak pernah sama sekali. Nah, setelah itu, apakah sehabis minta ampun kita mengulangi dosa yang sama lagi? Adakah kita sudah menjadi kebal dengan dosa, sehingga menganggap dosa sebagai sesuatu hal yang 'biasa' dan 'lumrah' dilakukan?
Well guys, kalo dari semuanya itu ternyata kita lebih banyak berbuat dosanya, it's time to change your life! Moment paskah ini adalah saat yang paling tepat buat kita untuk meperbaiki diri. Nggak lagi jadi orang yang habis berbuat dosa, bertobat, terus berbuat dosa lagi. Yeah.... memang nggak gampang, sih. Namanya  juga manusia, pasti nggak luput dari dosa. But, yang terpenting disini adalah bagaimana cara kita untuk berusaha meminimalisir perbuatan dosa, dan gimana kita berusaha untuk menjadi seperti yang Kristus inginkan.
Remember! Hidup kita cukup singkat, lho. Jangan sia-siakan itu dengan melakukan banyak dosa dan menunda pertobatan. Dosa nggak bisa ditebus dengan melakukan perbuatan baik ataupun melakukan kegiatan amal atau sosial. Penebusan dosa cuma dilakukan oleh Kristus dengan harga yang sangat mahal. Biar penebusan itu nggak jadi sia-sia, caranya cuma satu. Bertobat dan berubah. Mulailah dengan hal-hal kecil seperti nggak lagi ngelawan ortu or ngejahilin guru, nggak lagi berantem dengan saudara, nggak lagi nyontek or berbohong, nggak lagi ngomong kotor, dsb. Kalau kita bisa melakukannya, bukan nggak mungkin orang-orang disekeliling kita pun  jadi bertobat karena melihat perubahan yang nyata dalam hidup kita. Happy Easter, guys...!q(ika)                (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi April 2007)

THE SIMPLE LIE


Yang namanya dibohongi, aduh... nggak banget, deh. Rasanya pasti sakiiiiittt banget. Tapi coba kalo disuruh ngebohongin orang. Wah, ini mah pekerjaan gampang dan sudah jadi makanan sehari-hari. Weiiittts!!! Kok, gitu, ya? Yap! Kenyataannya memang begitu. Kita lebih suka dan lebih mau membohongi daripada dibohongi. Berbohong seolah menjadi suatu kebiasaan yang mendarah daging dan nggak mungkin dilepaskan. Sebuah penelitian di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa semua orang dewasa berbohong sebanyak 13 kali dalam seminggu. Sementara itu sekitar 90% anak sudah pintar berbohong, sedangkan 10% sisanya baru dalam proses belajar berbohong. Bahkan penelitian tersebut mengungkap kalo pada dasarnya manusia itu punya  naluri alamiah untuk berbohong sejak masih anak-anak. Ck... ck...ck...

Starting from...
Kisah kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa. Kebohongan dimulai saat Iblis dalam wujud ular membohongi Hawa soal pohon pengetahuan di taman Eden (baca Kejadian 3). Dari sinilah manusia kemudian secara turun temurun belajar berbohong. Simple, sih. Tapi justru dari sinilah awal kejatuhan manusia ke dalam dosa. Dari bohong kecil-kecilan, kita mulai menciptakan kebohongan-kebohongan besar lainnya.
            Mungkin ketika pertama kali mulai belajar berbohong, kita melakukannya dari hal-hal yang sederhana. For example, bilang sama Mama kalo sudah ngerjain PR biar diizinin main sama teman-teman ke mal, padahal sebenarnya belum ngerjain PR. Pamer sama teman-teman kalo nilai bagusmu didapat karena kamu sudah kerja keras siang malam buat belajar demi ujian semester, padahal semuanya itu adalah hasil nyontek belaka. Minta uang sama Papa buat bayar kegiatan eskul, padahal sebenarnya uangnya dipakai buat nraktir teman-teman se-gank.
          Pertama kali bohong, rasanya takut, cemas, campur aduk. Kedua kali bohong, masih deg-degan, tapi mulai mengua-sai keadaan. Tiga kali bohong, sudah lebih lihai lagi. Empat kali dan seterusnya bohong, sudah jadi biasa banget. Boro-boro takut sama dosa, mikirin dosa aja sama sekali enggak. Yang penting, semua keinginan kita tercapai dan kita senang, puas, plus happy. Wuah...

Do you know...?
Ternyata 'sesuatu' yang sederhana ini itu justru kekejian yang tak terkira di hadapan Allah. Firman Tuhan dalam Amsal 12:22a bilang, “Orang yang dusta bibirnya adalah kekejian bagi TUHAN,...” Jelas sudah bahwa bohong alias dusta adalah perkara yang paling dibenci Allah. Kalau ada orang yang bilang, “Bohong untuk kebaikan itu nggak dosa,” it's totally wrong. Apapun itu, bohong tetaplah bohong dan dosa tetaplah dosa. Mau bohong kecil atau besar, bohong untuk kebaikan atau kejahatan, tetaplah itu dosa. Karena dari kebohongan sekecil apapun bisa membuat kita terjebak kedalam masalah yang lebih besar.
       Sekali kita berbohong, suka tidak suka, mau nggak mau, selanjutnya kita pasti akan menciptakan kebohongan-kebohongan lain yang lebih besar lagi. That's why guys, nggak ada cara lain selain menghentikan segala kebohongan yang kita buat. Berkata jujur itu jauh lebih baik. Mungkin kita merasa jujur mungkin akan membuat kita merasa terkekang. Tapi dengan kejujuran itu kita akan menuai buah yang baik ketimbang berkata bohong yang justru akan membuat kita makin terjerumus dalam persoalan yang takkan pernah ada habisnya. Nah, sekarang pilih yang mana? The truth or the lies. Bless you all...q(grace)              (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi April 2007)