Jumat, 31 Maret 2006

KERJASAMA, APA SUSAHNYA ?


“Kerjasama? Ah, itu sih gampang. Tinggal bagi tugas, lalu semua menjalankan tugasnya masing-masing, selesai sudah.” Seringkali kita juga berpikir demikian, bukan? Banyak diantara kita yang sering menganggap bahwa kerjasama atau team work ini adalah sesuatu yang gampang dilakukan. Tetapi benarkah demikian? Apakah memang kerjasama itu semudah yang dikatakan? Lalu bagaimana dengan kerjasama dalam kehidupan bergereja?

Frisca, koordinator Seksi Persekutuan di Komisi Pemuda sebuah gereja, belakangan ini mengeluhkan sikap Toni, salah seorang anggotanya, yang dianggapnya tidak bisa diajak bekerja sama. Tiap kali seksi persekutuan sudah memutuskan suatu hal yang telah disepakati bersama, tiba-tiba saja Toni ‘komplain’ dan mengajukan usul lain, sehingga keputusan yang ada mentah lagi. Padahal keputusan yang dibuat, juga disetujui oleh Toni.Tak jarang Toni juga memaksakan pendapatnya, dan jika tidak dituruti, ia mengancam akan mundur dari pelayanan. Kejadian ini tak hanya sekali dua kali, bahkan berulangkali terjadi. Ini membuat Frisca dan anggota-anggota lainnya kesal. Tak heran jika kemudian rekan-rekannya mulai menjauh dan enggan berbagi tugas dengannya. Di sisi lain, Toni merasa bahwa dirinya dianggap tak pernah ada oleh rekan-rekannya. Ia selalu merasa ide-idenya tak pernah diterima dan dianggap angin lalu oleh teman-temannya. Toni juga merasa diletakkan di seksi persekutuan hanya karena ia punya motor, sehingga dapat dimanfaatkan oleh teman-temannya untuk mengantar mereka ke mana-mana.
Kasus ini menunjukkan, sesungguhnya kerjasama bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan. Memang jika dibayangkan, nampaknya mudah untuk dilakukan. Apa yang dibayangkan ternyata tak semudah kenyataannya. Dalam suatu kelompok, kita bertemu dengan berbagai macam manusia dengan karakter yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Dan tidak semua orang yang ada di dalam kelompok tersebut bisa cocok satu dengan yang lainnya. Kalau ada yang tidak cocok, bukan tidak mungkin jika kemudian terjadi perselisihan, permusuhan, bahkan bisa jadi sampai mengarah ke perpecahan
Kehidupan bergereja tak hanya terdiri dari satu orang saja. Gereja terdiri dari banyak orang dengan bermacam karakter. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan serta talenta yang berbeda-beda. Jika semuanya itu diintegrasikan, apa yang akan terjadi? Kerjasama! Itulah yang akan muncul. Jika bermacam-macam orang dengan beragam talenta dapat bekerjasama satu dengan yang lainnya, gereja akan dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik, karena masing-masing saling bahu-membahu untuk mewujudkan visi dan misi gereja.
   Mengapa kerjasama dalam hidup bergereja ini dibutuhkan? Agar setiap individu yang ada dalam persekutuan bersama di gereja, boleh sehati sepikir, satu jiwa dan satu tujuan dalam rangka mewujudkan Kerajaan Allah. Rasul Paulus dalam 1 Korintus 1:10 menasihatkan kepada kita, “Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir.”

Munculnya Konflik             
Tidak ada satu organisasi pun yang tidak pernah mengalami konflik. Demikian juga dengan organisasi di gereja juga tidak lepas dari konflik.Dalam kerjasama dengan rekan-rekan sekerja di pelayanan pun seringkali timbul konflik didalamnya. Ada banyak hal yang memicu timbulnya konflik dalam kerjasama. Yang pertama, adalah pemimpin yang otoriter! Rupanya ada hal-hal yang sering dilupakan dalam kehidupan bergereja. Kita lupa kalau organisasi gereja berbeda dengan organisasi sekuler. Merasa jabatan kita diatas, disadari atau tidak, kita kemudian menganggap rekan-rekan yang lain dibawah kita. Kita lupa bahwa sebenarnya kedudukan kita dan rekan-rekan sepelayanan, semuanya sama di hadapan Allah. Tak ada yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Semua punya tujuan sama yaitu melayani Allah. Semuanya harus saling topang satu sama lain.
Menyimak kisah bangsa Israel melawan orang Amalek, saat itu, jika Musa mengangkat tangannya maka bangsa Israel akan mengalami kemenangan, dan jika Musa menurunkan tangannya maka Israel akan kalah. Ketika Musa lelah, Harun dan Hur menolong Musa dengan menopang kedua tangan Musa (Keluaran 17:8-15). Inilah yang dinamakan kerjasama! Antara Musa, Harun, Hur, juga Yosua dan seluruh bangsa Israel, semuanya saling menopang sesuai dengan porsi mereka masing-masing, untuk mengalahkan orang Amalek. Musa mengangkat tongkat Allah, Harun dan Hur  menopang kedua tangan Musa, sedangkan Yosua beserta bangsa Israel lainnya berperang melawan orang Amalek.
Yang kedua, karena sumber daya manusia yang pasif. Ada banyak hal yang menyebabkan rekan-rekan kita ini pasif. Motivasi pelayanan yang salah adalah salah satu sebabnya. Kita tidak bisa menutup mata, bahwa diantara kita dalam pelayanan mungkin saja ada yang memiliki motivasi yang berbeda, bukan untuk sungguh-sungguh melayani. Ini dapat mengakibatkan ketidaksolidan kerjasama dalam pelayanan. Seharusnya ini dihindari sejak awal, ketika memilih orang-orang yang akan dipercaya memegang suatu jabatan di dalam organisasi gerejawi, supaya tidak terdapat pelayan yang bermotivasi tidak benar. Jika kita sungguh-sungguh meminta hikmat dari Allah dan mempergumulkan masalah ini, pasti Allah akan mengirimkan orang-orang terbaiknya. Roma 12:16 mengingatkan, ”Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama,…” Jika semua orang bertekun dan bersehati bersama-sama mendoakannya, maka tak sulit untuk mendapat pengurus yang berkualitas. Ini juga yang dinamakan kerjasama!
   Koordinasi yang tidak baik antara pimpinan dengan anggota juga dapat mengakibatkan kepasifan para anggota pengurus komisi. Miscommunication, pimpinan yang kurang mempercayai kemampuan rekan-rekannya, ide-ide yang terlewatkan oleh pimpinan, semuanya itu dapat juga mengakibatkan rekan-rekan sepelayanan kita menjadi pasif. Sebenarnya jika semuanya dikomunikasikan bersama dan tiap orang berusaha untuk percaya pada kemampuan masing-masing individu yang terlibat didalamnya, mau saling menegur, saling belajar satu dengan lainnya, saling menghargai, dan mau saling memberi kesempatan kepada setiap orang, dengan sendirinya kerjasama itu akan muncul. Inti yang terpenting dalam hal ini adalah kerendahan hati. Rasul Paulus pun sudah menegaskan tentang hal ini, ketika berbicara mengenai kesatuan jemaat dan karunia yang berbeda-beda, “Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut , dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.” (Efesus 4:2)
Yang ketiga, masalah perbedaan karakter. Bukan sekali dua kali saja bentrokan dalam team work gara-gara perbedaan karakter masing-masing individu didalamnya, yang mengakibatkan urusan pelayanan yang seharusnya diselesaikan bersama jadi terbengkalai. Kita harus menyadari, bahwa kita semua terdiri dari berbagai karakter yang berbeda. Kita harus belajar menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing karakter yang dimiliki oleh rekan-rekan sekerja kita. Ingatlah bahwa kita semua adalah saudara seiman yang dipersatukan oleh Allah dalam kasihNya. Memahami karakter orang lain tidaklah mudah, semuanya perlu proses. Tetapi kalau ada kemauan dari diri kita, kerendahan hati dan kesabaran, serta tidak lupa menyertakan Allah, masalah perbedaan karakter  ini justru akan menjadi sesuatu yang unik bagi kita.
Satu hal yang terpenting bagaimanapun juga adalah tetap sehati dan sepikir di dalam Tuhan. Kalau pun  ada yang memiliki kekurangan dan kelebihan, itu adalah hal yang wajar. Biarlah kekurangan kita ditutupi oleh kelebihan rekan kita, dan kelebihan kita menutupi kekurangan rekan kita. Itulah yang disebut dengan kerjasama yang indah berdasarkan kasih. Firman Allah dalam 1 Korintus 13:7 mengingatkan kita bahwa kasih itu menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, dan sabar menanggung segala sesuatu. Inilah resep terpenting dalam memahami perbedaan karakter rekan-rekan kita.

Kerjasama Bersama Allah
Kunci utama yang tidak boleh kita lupakan dalam suatu kerjasama adalah keterlibatan Allah di dalamnya. Suatu kerjasama, terlebih dalam organisasi gereja, tidak akan dapat berjalan dengan baik jika kita tidak melibatkan Allah untuk turut bekerjasama di dalamnya. Setiap kali kita mulai menemukan konflik dalam kerjasama kita, perlu dikoreksi apakah kita sudah melibatkan campur tangan Allah di dalamnya. Paulus, rasul Kristus Yesus dalam I Korintus 3:10-11, mengingatkan kita bahwa masing-masing dari kita dianugerahi talenta yang berbeda supaya saling bekerja sama di atas dasar yang diletakkan oleh Tuhan Yesus Kristus. Dari ayat ini, sudah terlihat dengan jelas bahwa setiap kerjasama terjadi karena kehendak Allah. Oleh karena itu, dalam setiap proses kerjasama yang kita lakukan, jangan lupakan Allah.
Akhirnya yang harus selalu kita ingat dan kita lakukan dalam setiap proses bekerja sama, kita harus sehati sepikir di dalam Tuhan, rendah hati, lemah lembut, sabar, saling membantu, dan mau saling terbuka satu dengan yang lainnya, serta tidak lupa untuk selalu melibatkan Allah. Itulah kunci sukses terjalinnya kerjasama yang baik.q(gyt)    (telah diterbitkan di Majalah & Renungan Harian Imamat Rajani, Edisi Maret 2006)