Selasa, 30 Juni 2015

I DO... TRUST YOU



Vino bingung. Takut, kuatir. Semuanya bercampur aduk jadi satu. Besok adalah hari pertamanya mengikuti ujian masuk perguruan tinggi di sebuah kampus favorit yang diidam-idamkannya. Sudah lama sekali Vino mengidamkan agar dirinya dapat diterima menjadi salah satu mahasiswa di universitas top tersebut. Sebenarnya, Vino sudah berdoa dan memasrahkan diri kepada Tuhan untuk ujiannya besok. Ia pun juga sudah belajar dengan tekun agar dapat menyelesaikan semua soal ujian nanti dengan baik. Tapi Vino tetap saja merasa takut dan kuatir. Merasa tidak tenang, Vino akhirnya memutuskan untuk membuat contekan, buat jaga-jaga kalau nanti ada soal yang tak bisa dijawabnya.

PPP = Pura-Pura Percaya
Guys, ayo ngaku, bukankah kita juga sering berperilaku seperti Vino? Oke. Kita mengaku percaya pada Tuhan. Kita bilang, kita menyerahkan diri sepenuhnya untuk segala sesuatu yang sedang kita pergumulkan kepada Tuhan. Namun, kenyataannya, kita cuma pura-pura percaya kepada Tuhan. Lho, kok, bisa? Yup! Buktinya saja sudah jelas. Kita tetap saja kuatir, nggak bisa berpasrah diri penuh kepada Allah, dan malah memikirkan cara-cara lain  yang  ‘bukan caranya Allah’ untuk mengatasi pergumulan yang sedang dialami dan kita kuatirkan.
Inilah yang juga dialami oleh murid-murid Tuhan Yesus. Meski tahu bahwa Tuhan Yesus ada di dalam perahu, meski dalam keadaan Tidur, tapi tetap saja mereka takut dan menjadi tidak percaya ketika badai besar menghantam perahu mereka (baca Markus 4:35-41). Nggak heran kalau kemudian Tuhan Yesus pun menegur mereka, ketika murid-murid sudah membangunkan Yesus dari tidurnya.
Sobat muda, yang namanya percaya, memang sesuatu yang mudah sekali kita ucapkan. Kalau boleh jujur, memang terkadang susah bagi untuk melakukannya. Apalagi ketika kita selalu didera berbagai persoalan-persoalan hidup yang datang bertubi-tubi. Kita merasa sudah berdoa kepada Tuhan, memohon pertolongan dariNya, tapi kok Tuhan seolah-olah nggak segera datang untuk menolong. Kita lupa bahwa jawaban Allah terkadang nggak selalu datang dengan cepat seperti yang kita inginkan. Sim salabim, masalah langsung beres. Kita suka lupa bahwa Allah mau kita berproses dalam setiap persoalan yang dihadapi, agar kita menjadi kuat di dalam Dia. But, yang terjadi kita maunya instan. Maunya masalah langsung bisa selesai begitu saja.

There’s always a process
Sahabat, ketika kita percaya kepada Allah, dibutuhkan kepasrahan diri penuh kepada Allah. Kita harus mampu menunjukkan iman kita ketika kita didera berbagai pergumulan. Saat itulah kepercayaan kita akan kedaulatan Allah itu diuji. Meski mungkin kita terkadang akan jatuh dan mengalami krisis kepercayaan terhadap Allah, namun Allah dengan sepenuh kasih akan menolong dan menuntun kita. Dia akan mendorong kita untuk mempercayai kedaulatanNya yang dahsyat dan ajaib.
Satu hal yang harus kita sadari, bahwa nggak ada sesuatu pun yang instan. Termasuk ketika kita menghadapi berbagai pergumulan dan persoalan hidup. Nggak pernah ada kantong ajaib Doraemon yang selalu langsung bisa mengatasi masalah kita di dalam kehidupan nyata kita. Yang ada, bahwa selalu dibutuhkan proses dalam menghadapi setiap persoalan hidup. Nah, lewat proses yang terjadi dalam menyelesaikan pergumulan itulah, kita dibentuk oleh Allah agar semakin kuat dan semakin dewasa di dalam segala perkara. Kalau kita hanya mau yang instan saja seperti Nobita, kita nggak akan pernah jadi pribadi yang dewasa. Iman percaya kita kepada Allah pun nggak akan bertumbuh dengan baik. So, masakan sobat muda mau punya iman yang kerdil seperti bonsai?
That’s why guys, nggak usah terlalu kuatir apalagi takut akan badai kehidupan yang kita alami. Belajar dari Daud yang tidak takut akan seberat apapun pergumulan yang dihadapinya. “Waktu aku takut, aku ini percaya kepada-Mu; kepada Allah, yang firman-Nya kupuji, kepada Allah aku percaya, aku tidak takut. Apakah yang dapat dilakukan manusia terhadap aku?” (Mazmur 56:4-5). Demikian juga dengan kita. Jika kita tahu ada Allah yang selalu ada di pihak kita, tidak perlu lagi ragu dan kuatir. Cukup lakukan apa yang menjadi tugas kita, percayai Allah dengan sepenuh hati, dan biarkan Ia berproses dalam diri kita di saat persoalan hidup itu datang. Okay?

(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Juni 2015)
 

ALKITAB VS SOSMED



Valent terlihat sibuk mengutak-atik handphone-nya sepanjang ibadah minggu. Looks like dia terlihat begitu tekun membaca Alkitab lewat aplikasi Alkibat Online yang ada di gadget-nya. Tak bergeming, seolah tampak khusyuk memperhatikan khotbah yang disampaikan pendeta. Namun saat melongok melihat apa yang terpampang di gadget-nya, rupanya bukan aplikasi Alkitab yang tengah dibacanya. Valent ternyata tengah sibuk update status di jejaring sosial yang diikutinya.
Sobat muda, hampir sebagian besar dari kita pasti punya aplikasi Alkitab di gadget yang kita miliki. Seiring dengan perkembangan teknologi pula, belakangan kita pun mulai ‘meninggalkan’ Alkitab versi cetak dan lebih memilih untuk menggunakan aplikasi Alkitab yang ada di gadget. Alasan simple dan nggak perlu bawa-bawa buku yang berat jadi  pilihan kita. Tapi rupanya, pilihan kita ini seringkali bikin kita jadi gagal fokus untuk mendengarkan Firman Tuhan. Bukannya serius baca Alkitab dan merenungkannya, yang kejadian malah kita jadi lebih sering update status pas lagi ibadah.

Gadget addict
Guys, bukannya nggak boleh, sih, kita menggunakan aplikasi Alkitab yang ada di gadget ketimbang Alkitab versi buku. Tapi harus disadari, nggak bisa dipungkiri kalau kita mulai tergantung dengan gadget, entah itu smartphone, pocket pc, ataupun tablet. Memiliki gadget bukan lagi masalah ngikutin tren yang ada, tapi sudah berubah menjadi sebuah kebutuhan. Nggak ada gadget, rasanya hidup seperti ada yang kurang. Di satu sisi, kita memang sangat tertolong dengan teknologi yang ada pada gadget yang kita punya. Tapi di sisi lain, kita pun jadi terlalu asyik dengan gadget, dan nggak konsen lagi sama hala-hal yang lainnya.
Inilah kelemahan kita. Mungkin selama ini kita kerap ‘menyalahkan’ gadget, dengan mengatakan bahwa inilah sisi buruknya teknologi. Actually, persoalannya bukanlah karena salah gadget ataupun teknologinya. Tapi sebenarnya ini adalah salah kita sendiri yang nggak sanggup menempatkan diri dan mengekang diri sendiri. Kita sering nggak bisa menahan diri. Ketika seharusnya sedang fokus ibadah, bukannya serius mendengarkan Firman, tapi kita malah asyik update status atau bahkan malah sibuk selfie. Ayo jujur, bukankah kita memang sering gagal fokus karena memang nggak sanggup nahan diri buat mainin gadget, kan?

Self control
Apapun itu, harus kita syukuri bahwa pengetahuan yang sudah dianugerahkan Tuhan kepada manusia, sehingga manusia sanggup ‘melahirkan’ teknologi canggih sebagaimana adanya gadget yang sekarang kita punya. Nah, sebagai wujud syukur kita itu, sudah seharusnya sobat muda menggunakan gadget sebagaimana mestinya, sesuai dengan waktu, tempat, dan kegunaannya. Lalu, gimana caranya, ya, supaya kita bisa menggunakan gadget sebagaimana mestinya? Kunci utamanya cuma satu, yaitu penguasaan diri.
Wedew, penguasaan diri? Hmm... rasanya gampang-gampang susah dan susah-susah gampang. Sebenarnya kalau sobat muda sanggup menguasai diri, menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang lain selama kita menghadap Tuhan, nggak ada yang salah memang dengan menggunakan gadget pada saat ibadah. Yang jadi masalah adalah ketika kita nggak mampu menguasai diri, dan lebih memilih bermain gadget saat ibadah berlangsung. Yang ini sudah pasti salah. Meski kita kadang suka ngeles, dengan alasan khotbah pendetanya ngebosenin, sehingga kita lebih milih asyik bermain gadget ketimbang fokus beribadah, tetap saja itu juga nggak bisa dijadiin alasan.
Kalau sobat muda merasa susah banget untuk menguasai diri, balik lagi, sebenarnya itu back to ourselves. Mau nggak, sih, kita menguasai diri sendiri? Mungkin di mulut kita bilang mau. Niat dan keinginan ada. Tapi kalau kita nggak punya kemauan yang kuat untuk menguasai diri, pasti kita akan bilang susah banget yang namanya penguasaan diri. Ingat, lho, “...roh memang penurut, tetapi daging lemah.” (Matius 26:41). That’s why sobat muda kudu punya kemauan yang kuat supaya kita mampu menguasai diri, so, dengan begitu kita akan sanggup untuk fokus beribadah dengan baik pada saat ibadah, dan mempergunakan gadget sebagaimana mestinya.

 (Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Juni 2015)