Kamis, 31 Januari 2002

ANGELIQUE WIDJAJA: SOMBONG? NO WAY LAH…

“Saya pelanggan Rajawali juga lho …” seru sebuah suara di ujung telepon, ketika Rajawali membuat janji untuk berbincang-bincang dengan gadis yang kini tengah menjadi buah bibir di kalangan anak muda Indonesia. Nggak salah lagi, close up kita kali ini emang sengaja nyorot Angie, petenis muda berbakat, yang tiap kali akan bertanding ke luar negeri, ia nggak lupa untuk selalu memesan RH Rajawali beberapa eksemplar untuk dibagi-bagikan ke teman-temannya.
Kaya raya dan terkenal di usia muda, kayaknya lantas identik dengan kesombongan. Tapi ini nggak berlaku buat mojang priangan yang bernama lengkap Angelique Widjaja. Siapa sich yang nggak kenal cewek yang baru aja merebut medali emas untuk tennis beregu di ajang Asian Games beberapa waktu yang lalu? Hampir semua orang mengagumi prestasinya yang luar biasa di dunia tennis pro, di usianya yang masih belia.
Cewek manis yang baru aja dinobatkan oleh sebuah majalah remaja sebagai seleb muda terkaya di Indonesia ini, merasa bahwa apa yang ia dapatkan selama ini tak lebih adalah anugerah Allah semata. “Apa yang sudah saya raih adalah hasil usaha dan kerja keras saya berlatih tennis selama ini, dan saya sangat menyadari bahwa sekeras apapun saya berusaha, sekuat apapun saya berjuang, keberhasilan itu tetap datangnya dari Tuhan. Memang kita juga harus berjuang dan  bekerja keras, karena segala sesuatu kalau kita mau berhasil khan harus ada pengorbanan juga. Tetapi yang pasti yang pertama harus kita lakukan adalah berserah kepada Tuhan, karena keberhasilan itu datangnya bukan dari kita,” tutur petenis peringkat 91 dunia ini..
Ditemui disela-sela kesibukannya berlatih tennis di Hotel Hilton Jakarta, Angie mengakui bahwa kesombongan akan senantiasa mengintip di sela-sela kesuksesan dan ketenaran yang tengah dinikmatinya. Ia merasa sangat bersyukur memiliki keluarga yang begitu dekat dengan Tuhan, sehingga mereka selalu mengarahkan Angie, tiap kali ia mulai berbuat salah atau mulai jadi sombong. “Saya sangat bersyukur karena keluarga saya memang termasuk keluarga yang rohani. Saya punya kakak lima orang, dan mereka lumayan banyak memberikan arahan ke saya. Ya maksudnya supaya saya jangan sampai sombong. Saya sendiri juga berusaha untuk nggak sombong,” papar cewek bertinggi 173 cm ini.
Lahir di Bandung, 12 Desember 1984, sejak usia 4 tahun, putri bungsu pasangan Rico Widjaja - Hanita Erwin ini sudah akrab dengan dunia tennis lantaran kelima kakaknya gemar bermain tennis. Usia 5 tahun ia mulai berlatih serius dengan masuk ke sekolah tennis Fiks Bandung, dan ditangani oleh pelatih Meiske Handayani Wiguna dan Deddy Tedjamukti. Menginjak usia tujuh tahun, untuk pertama kalinya Angie mulai ikut turnamen dan langsung meraih gelar juara petama kali di Turnamen Tenis Eldorado, Bandung, pada tahun 1992. Sejak saat itulah, rangkain perjalanan karier tennisnya sedikit demi sedikit mulai menanjak. Puncak prestasinya terukir manakala ia menjuarai The Junior Wimbledon Championships, di Wimbledon tahun 2001. Dan pada bulan Agustus 2002 yang lalu secara mengejutkan ia berhasil mengalahkan Anna Kournikova, bintang tennis asal Rusia yang tengah naik daun dan pernah masuk dalam jajaran top ten petenis dunia.
Dibalik cerita sukses kemenangannya atas Anna Kournikova, nyatanya bagi Angie peristiwa itu adalah sebuah mujizat yang sangat ajaib dari Allah. “Sebenarnya waktu itu saya juga ngerasa ajaib bisa ngalahin Anna Kournikova. Soalnya khan dia lagi bagus-bagusnya. Apalagi di pertandingan-pertandingan sebelum US Open itu dia lagi udah mulai comeback, dan hasilnya udah mulai lumayan. Saya sich bermain tanpa beban aja. Ya saya berdoa, saya berserah. Ya, jadi banyak mujizat lah  bisa ngalahin Anna. Apalagi kalau nggak salah dia pernah jadi top ten pemain dunia,” terang Angie.
Ada harga yang harus dibayar memang, ketika Angie berhasil meraih impiannya menjadi petenis profesional. Yang jelas, ia harus kehilangan masa remajanya yang tak bisa dinikmatinya layaknya remaja biasa lainnya. Hari-harinya diwarnai dengan latihan-latihan keras yang melelahkan. “Jujur, kadang-kadang itu membuat saya merasa iri dengan remaja lainnya. Tetapi akhirnya saya juga mikir, ‘gimana teman-teman seusia saya main seperti layaknya remaja biasa, tapi mereka nggak bisa berprestasi seperti saya. Ya mungkin saya pengen jadi mereka dan mereka pengen jadi saya juga.” akunya.
Resiko merasa bosan pun ternyata juga dihadapi Angie. “Setiap orang juga pasti pernah ngerasa bosan, begitu juga dengan saya. Kalo saya biasanya sich ngambil libur dulu ya. Jadi misalnya kalo kemaren itu habis tour dua bulan lebih, trus saya nggak ngeliat lapangan tennis, nggak ngapa-ngapain, ya istirahat seminggu. Setelah itu baru mulai lagi.” tambah cewek yang punya kebiasaan selalu berdoa dan mendengarkan lagu-lagu rohani, dua jam sebelum ia tampil arena pertandingan.
Apapun itu, yang jelas keberhasilan yang sudah digapainya ternyata tak membuatnya jauh dan lupa pada Tuhan. Sebaliknya, ia makin rajin dan makin berusaha untuk selalu dekat dengan Allah. Gadis yang menjadi jemaat di Gereja El Shadai Bandung ini rupanya setiap harinya tak pernah absen untuk bersaat teduh dengan menggunakan Renungan Harian Pemuda Remaja Rajawali. “Secapek apapun saya berusaha untuk tetap bersaat teduh,” katanya. Aktivitas pelayanannya pun tak ditinggalkannya. Justru dengan kemenang-kemenangan yang ia raih lewat berbagai pertandingan, makin mendorong dirinya untuk bersaksi dihadapan orang banyak, bahwa Allah telah berkarya dalam hidupnya. “Memang sejak dulu saya menganggap tennis sebagai pelayanan. Jadi saya banyak cerita ke teman-teman gimana Tuhan banyak bekerja pada saya. Pengennya sich membawa atlet-atlet tennis, nggak cuma atlet tennis doang sich sebenarnya, tapi semua atlet. Pengen jadi teladan buat mereka. Kalau misalnya lagi di Bandung,  saya juga suka kasih kesaksian di gereja. Nggak terbatas di gerejanya Angie sendiri, tapi juga di gereja-gereja lain. Pokoknya semua gereja lah.” imbuhnya.
Keterpurukan yang dialami generasi muda saat ini, membuat Angie prihatin. “Waktu di sekolah, ada perbedaan lingkungan pergaulan yang begitu mencolok antara lingkungan di arena latihan dengan di sekolah. Kacau banget gitu kayaknya kalau di sekolah. Saya juga banyak  ngasih tahu sich ke temen-temen, tapi kadang-kadang mereka juga ada yang dengerin, kadang-kadang ada yang cuek doang. Saya sendiri prihatin ngelihat mereka yang terjerumus dan kacau,” ujarnya mengungkap keprihatinanya. Ia berharap, akan lebih banyak lagi anak-anak muda yang berprestasi ketimbang terjerumus dalam narkoba. Dan lewat kesaksian hidupnya, Angie berharap akan ada banyak generasi muda yang mengikuti jejaknya, untuk berprestasi dan menggunakan prestasi yang dimiliki untuk kemuliaan nama Tuhan.(esi)

(Telah dimuat di Majalah Rajawali)