Sabtu, 30 Juni 2012

MEMANG BUKAN UNTUKKU


Belajar menerima kenyataan, seringkali menjadi sesuatu yang gampang-gampang susah untuk dilakukan. Tetapi karena hal inilah, ada banyak sobat muda yang jadi galau dan melakukan hal-hal yang nggak wajar demi memaksakan diri untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Sebagai anak muda, seringkali sulit menerima kenyataan jika kita menginginkan sesuatu tetapi tidak bisa mendapatkannya. Padahal kita tahu bahwa ternyata itu memang bukan untuk kita. Apalagi kalo itu masalah cowok ataupun cewek yang sedang kita taksir. Saking kepenginnya mendapatkan sang pujaan hati, kita pun rela melakukan apapun juga, meski itu adalah hal yang paling konyol atau bahkan tindakan yang paling bodoh sekalipun.
Seperti yang dilakukan Bunga. Demi menarik perhatian Adi, kakak kelas yang sedang ditaksirnya, Bunga nekat memproduksi film dan foto porno yang dibintanginya sendiri, yang direkam dengan ponsel miliknya. Bunga kemudian meminjamkan ponselnya kepada Adi dengan niat untuk memamerkan tubuh indahnya. Dengan cara itulah Bunga berharap agar Adi yang selama ini selalu menolak cintanya, akan tertarik kepadanya (tribunnews.com, 24 April 2012).

It’s difficult, but…
Bertepuk sebelah tangan memang adalah hal yang paling tidak mengenakkan. Sebagai anak muda, ketika jatuh cinta pada seseorang, kita tentu saja berharap si dia pun akan membalas cinta kita. Tapi apa yang terjadi kalau ternyata dia nggak punya perasaan yang sama dengan kita, dan bahkan mungkin memang Allah tidak mengizinkan kita untuk bersama dengannya?
Protes? Marah? Kesal? Sedih? Terluka? Sakit hati? Mungkin semua itu kita rasakan. Tapi bagaimana sobat muda bereaksi dengan semuanya itu? Kalau masih ingat kisah Amnon dan Tamar di dalam II Samuel 13, disitu kita melihat bagaimana cara Amnon bereaksi atas perasaan cintanya terhadap Tamar. Tak ingin ditolak, Amnon pun nekat memperkosa Tamar.
Menerima kenyataan bahwa orang yang kita cintai ternyata memang bukanlah yang Allah kehendaki untuk kita, terkadang memang sangat menyakitkan. Kadang kita suka berpikir, bahwa hanya dialah satu-satunya orang yang kita cintai, dan kita tak mungkin jatuh cinta dengan orang lain lagi. Kalau nggak bisa mendapatkannya, lebih baik dia bukan untuk orang lain juga. Wow… ingat, lho, jatuh cinta memang bisa membuat kita kehilangan akal sehat. Cinta juga kuat seperti maut. Tapi kita juga harus belajar untuk mengendalikan perasaan cinta itu, kalau tidak mau jatuh ke dalam dosa.

Terima dan pahami
Mungkin saat ini, kita masih nggak ngerti, kenapa Allah, kok, nggak mengabulkan keinginan kita untuk bersama dengan orang yang kita cintai. Namun seiring berjalannya waktu, kita akan tahu apa maksud Tuhan. Mungkin saat ini Allah membuat si dia yang kita cinta itu menolak, karena Ia mau agar kita lebih dahulu fokus dengan studi dan masa depan kita.
Sobat muda, patah hati, bertepuk sebelah tangan, adalah hal yang biasa dalam kehidupan kita sebagai anak muda. Tapi jangan pernah membiarkan diri kita terlarut di dalamnya. Dunia ini nggak cuman selebar daun kelor, guys. Jangan pernah pula berpikir bahwa gara-gara masalah ini, lalu kita menuduh Allah nggak sayang karena Ia tak mengabulkan kenginan kita untuk bersama-sama dengan si dia. Remember, “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yeremia 29:11).
Kalau memang si dia yg dicinta memang bukan untuk kita, ayo sama-sama belajar untuk berlapang dada menerimanya. Ingat juga bahwa Allah sudah mempersiapkan pasangan yang terbaik untuk kita. Oleh karena itu, nggak usah takut kalo misalnya ditolak, kita nanti nggak bakalan dapat pasangana untuk selama-lamanya. Untuk apapun juga yang ada dalam hidup kita, Allah sudah mempersiapkan yang terbaik bagi kita, So, kalau ditolak, belajar untuk bisa menerimanya dan anggaplah itu sebagai sebuah pembelajaran, bagaimana Allah tengah membentuk kita untuk menjadi lebih baik lagi. Okay?(ika)      


                                                                                                                                                                     
 (Telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Juni 2012)

 

INDAHNYA BERJUANG


“Berjuang, kok, indah? Berjuang, kan, nggak enak. Berjuang itu, kan, harus merasakan sakit, capek, kesal, dan lain-lain. Pokoknya yang nggak enak-enak, deh...” Sebegitu nggak enaknya sebuah perjuangan, sampai terkadang rasanya kita sendiri kepengen, “Kalau bisa, nggak usah pakai berjuang segala, deh. Tahu-tahu sudah enak aja. Itu kan lebih asyik. Ngapain harus susah-susah segala kalau kita bisa enak-enakan?”

Namanya Prayoga Septiandi. Tahun Ajaran 2011-2012 ini, ia berhasil meraih nilai Ujian Nasional tertinggi untuk jurusan IPS tingkat Jawa Timur. Nilai 57,1 (Jawa Pos Radar Bojonegoro, 28 Mei 2012). Karena kedua orangtuanya sudah berpisah, siswa SMA Negeri I Bojonegoro ini sejak duduk di kelas 1 SMP, tinggal bersama Om-nya (Pdt. Joko Waluyo) di Pastori GPPS (Gereja Pantekosta Pusat Surabaya) Bojonegoro. Perpisahan kedua orangtuanya tentu saja membuat Yoga sangat terpukul. Namun ia bertekad untuk terus belajar dengan rajin, supaya ia dapat membahagiakan dan mempersatukan kembali kedua orangtuanya.
Yoga tidak pernah ikut les ataupun bimbingan belajar di tempat-tempat bimbel. Program belajar di sekolahnya sendiri sudah cukup padat. Belum lagi setiap hari ia masih harus membantu di Om-nya untuk membersihkan gereja, mulai dari menyapu, mengepel, dan menyiapkan segala sesuatunya sebelum ibadah ataupun kegiatan-kegiatan gereja dimulai. Yoga belajar ketika malam sudah menjelang. Dilanjutkan keesokan harinya jam 04.00 pagi setelah doa pagi. Alumni SD Kristen Mardisiswo Bojonegoro ini bukanlah termasuk siswa yang sangat pandai. Namun berkat perjuangan dan ketekunannya, Yoga berhasil lulus SMA dengan hasil yang luar biasa.

Nggak Enak, Tapi Perlu
Sobat muda, yang namanya berjuang itu memang tidak pernah ada yang enak. Semuanya mungkin menjadi serba sulit dan melelahkan. Terkadang juga menjadi beban, entah itu beban hati maupun beban pikiran, bahkan mungkin beban fisik. Kalau sudah seperti ini, rasanya ingin saja kita lari menjauhi semuanya itu, dan menghentikan segala perjuangan itu. Kalau perlu, nggak usah, deh, hidup ini pakai berjuang segala. Cuma bikin capek aja.
Tapi tahu, nggak, sih, sebenarnya kita semua sangat membutuhkan yang namanya perjuangan. Kita butuh berjuang. Karena dengan berjuang itulah kita belajar tentang kehidupan. Dengan berjuang, kita juga belajar untuk lebih menghargai kehidupan yang sudah dikaruniakan oleh Allah pada kita. Melalui perjuangan juga, kita menjadi orang yang tahan uji dan lebih kuat dalam menghadapi berbagai persoalan yang menimpa diri kita.
Ketika Adam dan Hawa diusir dari taman Eden, mereka pun harus berjuang untuk dapat bertahan hidup. Adam berjuang untuk mengelola tanah yang sudah diberikan Allah, supaya ia dapat menghidupi dirinya sendiri dan juga Hawa, istrinya (Kejadian 3:17-19). Sementara Hawa sendiri juga harus berjuang mempertaruhkan nyawanya, ketika ia melahirkan anak-anaknya (Kejadian 3:16). Sejak saat itulah mereka belajar, bagaimana seharusnya mereka menghargai kehidupan yang sudah Allah berikan di taman Eden.

Sulit, Tapi Mudah
Sahabat, mungkin selama ini ada di antara kita yang merasa bosan ataupun lelah karena harus terus menerus berjuang untuk hidup, sampai rasanya ingin berhenti berjuang saja. Kalau kita nggak dekat dengan Allah, bukan nggak mungkin banyak yang kemudian mengambil jalan pintas dengan bunuh diri. Tapi, selama kita dekat dengan Allah, Ia akan memberi kekuatan serta memberikan kemampuan dalam menghadapi segala perjuangan yang harus kita tempuh. Ingat lho, kita tidak akan pernah sendirian. Karena Allah selalu menyertai dan tidak akan membiarkan kita sendirian dalam melewati setiap perjuangan berat yang harus kita lalui (1 Korintus 13:10).
Buat sebagian sobat muda lainnya, mungkin ada yang merasa tidak pernah mengalami sebuah perjuangan hidup berarti. Segala sesuatu sudah tersedia di depan mata dengan begitu mudahnya, sehingga kita tidak perlu susah-susah untuk mendapatkannya. Tetapi bukan berarti kemudian kita tidak harus berjuang lagi. Kita tetap harus berjuang untuk tidak terlena dengan segala kemudahan yang kita miliki. Karena bagaimanapun juga, nggak untuk selamanya segalanya itu mudah didapatkan. Ketika suatu saat dihadapkan dengan sesuatu yang sulit untuk didapat dan harus memperjuangkannya, kita sudah nggak kaget lagi karena sudah terbiasa untuk melatih diri sendiri berjuang menghadapi apapun juga.
Sebab itu, jangan pernah merasa sulit dulu ketika harus berjuang menghadapi sesuatu. Ketika kita mau bersandar dan berjalan bersama-sama dengan Allah, segalanya akan terasa jauh lebih mudah. Perjuangan yang sulit itu akan terasa lebih ringan dihadapi saat kita dekat dengan Allah. Persoalannya sekarang, maukah kita terus bertahan untuk terus berjuang dalam menghadapi apapun juga yang menimpa hidup kita? (ika) 

(Telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Juni 2012)