Sabtu, 31 Oktober 2009

PERTEMANAN YANG SEHAT


Apa yang kita lakukan kalau sahabat baik yang se­lama ini selalu mendukung, menolong, dan meno­pang kita, tiba-tiba saja meminta bantuan karena ia telah melakukan kesalahan fatal yang telah merugikan orang lain. Biasanya, deng­an sigap kita akan mengulur­kan per­­to­longan kepada­nya, mengingat bahwa dia adalah sahabat terbaik yang juga sering menolong kita. Nggak perduli akan kesa­lahan yang sudah dia laku­kan, pokoknya kita akan me­­­no­­long dan mendukungnya mati-matian. Bahkan bukan nggak mung­­kin kita bisa sampai mengabaikan prinsip dan hati nurani kita sendiri, meski tahu dia salah.
Seperti halnya yang terjadi pada Anton. Suatu hari Rudi, sahabat karib Anton datang menemuinya dalam kondisi yang sangat buruk. Anton tahu, Rudi adalah pengguna narkoba dan hari itu Rudi datang dalam kondisi sakaw. Rudi meminta tolong agar Anton mencarikannya narkoba, agar ia tak lagi tersiksa akan kebutuhannya yang amat sangat akan narkoba.
Anton kasihan melihat kondisi Rudi yang selama ini selalu ada saat ia sedang susah. Kali inipun Anton tak ingin tinggal diam. Ia pun dengan sigap menolong Rudi. Anton tidak ingin Rudi menderita. Namun tindakan Anton justru bukannya menolong Rudi. Anton tidak membawa Rudi ke rumah sakit agar Rudi mendapat pertolongan akan ketergantungannya terhadap narkoba. Sebaliknya, Anton justru berusaha mati-matian untuk mendapatkan narkoba bagi Rudi, yang justru berujung pada kematian Rudi dan tertangkapnya Anton saat membeli narkoba.

Mengasihi atau menjerumuskan?
Sepintas perbuatan kita sepertinya baik. Ingin menolong sahabat kita, seperti halnya yang dilakukan Anton terhadap Rudi. Tetapi sadar­kah sobat muda, bahwa apa yang kita lakukan itu justru bukannya menolong sahabat kita, tetapi malah semakin menjerumuskan dia, dan bahkan kita sendiri juga terse­ret untuk melakukan kesalahan?
“Lho, mana mungkin aku nggak nolongin dia? Aku harus nolongin dia, apapun kondisinya. Gimanapun juga, aku melaku­kan­nya karena aku mengasihi dia. Karena dia sahabat baikku…” Begitulah alasan kita biasanya. Te­ta­pi sebetulnya kita tidak sungguh-sungguh mengasihinya. Lho, kok bisa, ya? Kalau kita sungguh-sungguh mengasihinya, tentu kita akan mene­gurnya, supaya ia berbalik ke jalan yang benar. Tapi justru yang kita lakukan adalah hal yang sebaliknya.
Tidak dapat dipungkiri, rasa kasihan yang salah seringkali lebih menguasai hati dan pikiran kita. Akibatnya kita pun cenderung untuk memberi pertolongan yang salah kepada sahabat kita. Kita cenderung untuk lebih mengikuti cara yang salah, asalkan itu membuat sahabat kita senang dan bahagia serta masih menganggap kita sahabat, daripada mengikuti cara yang benar meski dengan resiko kita mungkin justru akan dimusuhi sahabat kita sendiri.

Jangan berkompromi!
Sobat muda, firman Tuhan dalam Yakobus 4:17 jauh-jauh hari sudah mengingatkan, jika kita tahu berbuat baik tetapi kita tidak melakukannya, maka kita berdosa. Demikian pula jika kita tahu teman kita bersalah, tetapi kita tidak mau menegur dan mem­bawanya kembali ke jalan yang benar, maka kita pun berdosa. Sebaliknya, jika kita mau menegur dan membawa sahabat kita kembali ke jalan yang benar, maka kita akan menyelamatkannya dari upah dosa, yaitu maut (Yakobus 5:19-20).
Sebab itu, jangan lagi kita berkompromi dengan kesalahan yang sudah dibuat oleh sahabat kita, tetapi kita justru harus menolong dia untuk bangkit dari kesalahan yang sudah diperbutnya. Kalau selama ini hati kita terlalu lemah karena terlalu me­ng­asihani sahabat kita, sehingga kita tidak tega me­ne­gur­nya tiap kali ia ber­buat salah, berdoalah dan mohon kekuatan dari Allah. Karena hanya dengan pertolongan dari Allah sajalah, kita dimampukan untuk menegur dan menolong sahabat kita dengan penuh kasih. Mintalah juga agar Allah menolong dan memberkati setiap perkataan kita, agar apa yang kita sampaikan pada sahabat kita tidak menyakiti hatinya dan ia mau mendengarkan nasehat baik kita.
Hari ini, su­dah­kah kita berlaku sebagai saha­bat yang baik, dan menegor dengan kasih teman kita yang berbuat salah? Jika belum, lakukanlah sekarang juga. Ingatlah, sahabat yang baik adalah sahabat yang ti­dak hanya memberi pujian ketika mel­aku­kan kebaikan, tetapi juga mau menegur dengan kasih ketika sahabatnya melakukan. Itu baru namanya persahabatan yang sehat.q(ika)   (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Oktober 2009)

WHERE’S THE LOVE?


Pernah nonton film Surrogates? Dalam film yang dibintangi Bruce Willis ini, diceritakan bagaimana kehidupan manusia sehari-hari digantikan oleh robot pengganti yang melakukan tugas-tugas mereka di luar rumah. Manusia cukup berbaring di dalam kamarnya saja, dan si robot pengganti merekalah yang akan mengerjakan seluruh aktivitas kehidupan mereka. Namun tanpa disadari, kehadiran robot pengganti ini justru membuat manusia kehilangan sisi kemanusiaannya yang sesungguhnya. Mereka juga kehilangan cinta kasih yang sesungguhnya.
Sobat muda, apa yang digambarkan dalam film ini, sebenarnya ingin menggambarkan kehidupan kita saat ini.Orangtua yang sudah sibuk dengan segala macam urusan pekerjaan dan kegiatan sosialnya. Belum lagi kita sendiri yang sibuk dengan sekolah, belajar, les ini itu, juga kegiatan ekskul yang padat, membuat kita kehilangan waktu untuk berbagi kasih dengan keluarga kita sendiri. Tak jarang kita hanya bertemu dengan orangtua di pagi hari saja, saat kita akan berangkat sekolah ataupun kuliah, sementara orangtua juga akan berangkat kerja.
Seolah tidak ada habis­nya dan kita sendiri bah­kan tidak lagi punya waktu untuk mem­­perhatikan o­rang-orang disekeliling kita, meski itu ke­luarga kita sendiri. Lama-kelamaan rutinitas hidup seperti ini membuat kita seringkali kehilangan kehangatan dan cinta kasih dalam keluarga. Baru ketika orang-orang yang kita cintai ini jatuh sakit dan berada dalam kondisi kritis, kita sibuk untuk ‘menebus dosa’ karena selama ini jarang mem­perhatikan mereka.

Ketika cinta itu hilang
Yang lebih berbahaya adalah kalau di antara kita dengan keluarga, meski tinggal dalam satu rumah, sudah kehilangan komunikasi dan tak saling bertegur sapa. Bicara seperlunya saja, bahkan kalau bisa bertemu pun jika diperlukan saja. Seolah kehangatan dan cinta kasih dalam keluarga itu pergi entah kemana dan menguap tak berbekas. Nah, kalau sudah begini, tak jarang kita saling menyalahkan satu dengan yang lain. Kita menyalahkan orangtua yang terlalu sibuk, demikian pula sebaliknya. Padahal sumber dari semuanya itu adalah dari diri kita yang terlalu asyik dengan dunia kita sendiri, sehingga melupakan hal-hal yang lainnya.
Seringkali kita lupa bahwa Allah sudah memberikan orangtua kakak dan adik yang bukan hanya sekedar menjadi keluarga kita, tetapi juga menjadi teman, sahabat serta tempat kita untuk saling berbagi kasih. Kita lupa bahwa di luar sana masih ada banyak orang yang kehilangan keluarganya dan nggak punya sanak saudara sama sekali. Mereka sangat merindukan memiliki keluarga yang utuh sebagaimana halnya dengan kita, agar dapat saling berbagi cinta kasih satu dengan lainnya.

Semua karena anugerahNya
Sobat muda, adalah sebuah anugerah ketika kita diberi kesempatan oleh Allah untuk memiliki sebuah keluarga. Adalah sebuah anugerah pula ketika kita bisa sekolah dan kuliah dan punya banyak kegiatan yang dapat menolong kita untuk mengembangkan potensi dan talenta yang kita miliki, meski terkadang semuanya itu justru membuat kita menjadi manusia super sibuk. Namun bagaimana kita memperlakukan dan mengelola anugerah Allah yang sudah diterima, seringkali ini yang luput dari perhatian kita.
Karena itulah, selagi Allah masih memberi kesempatan bagi kita untuk dapat berkumpul, saling memperhatikan dan berbagi kasih dengan keluarga kita, pergunakanlah itu dengan sebaik-baiknya. Ingat, lho, apa yang sudah Tuhan Yesus bilang sebelum naik ke surga, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.” (Yohanes 13:34). Jadi, tunggu apalagi? Mulai sekarang, luangkan waktu lebih banyak untuk dapat bersama-sama dengan keluarga kita, agar jangan sampai kita kehilangan kasih terhadap orang-orang terdekat kita. q(ika)                  (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Oktober 2009)