Sabtu, 31 Januari 2004

JEFFRY S. TJANDRA : Broken Home, Nggak Berarti Harus Rusak

 Debutnya sebagai penyanyi rohani diawali dari penyanyi koor di GKI, berlanjut menjadi anggota paduan suara Hosiana. Kemudian pelantun lagu Seperti Bapa Sayang Pada Anak-Nya ini,  bergabung dengan vokal group ‘Yerikho’, dan selanjutnya menjadi singer di Bethany, yang lantas dipercaya menjadi worship leader. Jeffry S. Tjandra, kelahiran Jakarta, 4 Juni (tahunnya? “Rahasia dong…” begitu katanya), kini mengembangkan sayap pelayanannya. Tak cuma menyanyi saja, tapi ia kini juga jadi produser dan mulai diminta berkhotbah di mana-mana. Tambah sibuk dong tentunya?

Jeffry tentang kehidupan rohani…

Jeffry ngaku kalau dirinya berasal dari keluarga yang beda iman. “Mami saya itu orang Kristen, sedangkan Papi saya nggak. Waktu kecil, sempat saya vakum dan nggak ke gereja. T’rus waktu saya SD, saya dibawa sama tetangga saya untuk ke gereja lagi. Ternyata dia itu guru sekolah minggu,” beber anak kedua dari enam bersaudara ini. Berhubung sejak kecil sudah Kristen, Jeffry nggak mengalami sesuatu yang spektakuler layaknya orang yang di tengah perjalanan hidupnya bertobat lalu terima Yesus. Namun seiring dengan waktu, Jeffry terus menerus bertumbuh dan semakin bertumbuh di dalam Tuhan.

Jeffry tentang pengalaman rohani…

Jeffry selalu bersyukur, seiring dengan berjalannya waktu dengan segala pengalaman hidup, Tuhan mengajarnya untuk semakin hari semakin bertumbuh di dalam pengenalannya akan Tuhan. “Dalam album-album saya, saya semakin melihat bagaimana itu juga merupakan pengalaman pribadi saya, hubungan saya dengan Tuhan, dan sesuatu yang Tuhan taruhkan dalam hidup saya untuk dibagikan kepada jemaat,” ungkapnya. Ada satu pengalaman yang tak pernah dilupakannya seumur hidup. Pas konser Live Worship I, Semua Karena Anugerah, Jeffry en tim benar-benar menyaksikan bahwa mereka sangat kecil di hadapan Tuhan. “Orang kalau mau konser pasti pakai GR (General Repetition,-red). Kali ini keadaan yang memaksa dan membuat kita nggak bisa berbuat apa-apa. Waktu itu kita nggak sempat latihan sama sekali. Baik singer, worship leader, saya, pemusik dan sebagainya, itu nggak pernah latihan bareng. Tapi saya melihat, setelah album ini justru diedarkan, justru luar biasa sekali Tuhan pakai album ini. Itu yang mengherankan.”

Jeffry tentang keluarga broken home…

“Dari kecil keluarga kami sudah pisah. Jadi, sampai saya menjadi dewasa, saya belum pernah mengalami arti kasih sayang seorang Bapak,” kisahnya. Jeffry bersyukur, meski berasal dari keluarga broken home, ia masih tetap bisa mengalami kasih Bapa di sorga  dan tetap berjalan di dalam terang Tuhan. Bahkan Allah mempercayainya untuk menterjemahkan kasih Bapa kepada semua orang lewat album-albumnya. Disinilah Jeffry ngerasa kalau Tuhan tengah ngebuktiin, meski dari keluarga broken nggak berarti musti ngerusak diri. “Saya mau himbau, jangan punya doktrin kalau keluarga kita berantakan, kita musti hancur. Jangan menghakimi atau menghukum diri kita. Jangan cari pelarian sama yang lain. Cari Tuhan, karena Dia yang paling tahu siapa kita. Jangan cari pelarian sama yang namanya pergaulan bebas, drugs, or apapun juga. Itu cuma akan membuat tambah berantakan, tambah lama tambah hancur.”

Jeffry tentang pasangan beda iman…
Pengalaman dari keluarga pasangan beda iman, plus pengenalannya akan kebenaran firTu, membuat Jeffry sangat menentang pacaran apalagi pernikahan beda iman. “Saya sama sekali nggak setuju. Khan firman Tuhan juga sudah berkata bahwa terang sama gelap tidak bisa bersatu. Apapun alasannya, tidak bisa kita berkata klasik bilang, ah nanti saya mau bawa dia jadi ikut Tuhan. Itu nonsens. Pokoknya kalau Tuhan sudah bilang tidak ya tidak. Kita harus ikuti karena Dia pemilik hidup kita. Kalau kita percaya bahwa Tuhan itu Bapa yang begitu baik, yang selalu memberi yang terbaik buat kita, maka kita akan lebih mudah mempercayakan hidup ini kepada Tuhan. Ingat, Dia menjadikan segala sesuatu indah pada waktunya. So, jangan pernah mendahului waktu Tuhan. Kalau Tuhan belum ngasih, ya tetap tunggu waktu Tuhan.”

Jeffry tentang anak muda Kristen…
Jeffry melihat masih banyak anak muda Kristen yang nggak tulus dalam bergaul juga dalam melayani Tuhan. “Kalau masih muda, belum punya pacar, belum punya pekerjaan, waduh…kayaknya mati hidup itu untuk Tuhan. Tapi begitu sudah dapat pekerjaan, punya pacar, mulai pelan-pelan undur. Nah, kalau mereka cuma punya niat begitu, tentu arti persahabatan juga pelayanan itu jadi nggak tulus karena ada sesuatu yang diharapkan.” So, kita kudu tulus en jujur, hidup tanpa pamrih supaya nggak gampang kecewa baik dalam bergaul maupun dalam melayani Tuhan.

Jeffry tentang youth revival
Jeffry senang melihat perkembangan anak muda Kristen sekarang ini, yang nggak cuma sekedar heboh saja. “Beberapa tahun yang lalu kalau menyebut youth, kita selalu mengidentikkannya dengan sesuatu yang  inovatif, heboh, dan sebagainya. Tapi saya bersyukur bahwa pergerakan revival dalam youth satu dua tahun terakhir ini, mulai memperlihatkan bahwa anak-anak youth sekarang bukan cuma dari segi hebohnya atau bagaimana, tapi mereka mulai melihat arti dan pentingnya duduk diam di dalam hadirat Tuhan.”(ika)


(Telah dimuat di majalah Rajawali)

SALOME, YOHANA, SUSANA, & PEREMPUAN-PEREMPUAN LAINNYA

Dan ada di situ banyak perempuan yang melihat dari jauh, yaitu perempuan-perempuan yang mengikuti Yesus dari Galilea untuk melayani Dia.”
(Matius 27:55)

Selain Maria ibunda Tuhan Yesus, Maria Magdalena, juga kakak beradik Maria dan Martha, teryata masih ada beberapa perempuan yang setia mengikuti dan melayani Yesus, sepanjang perjalanan pelayanan-Nya hingga kenaikan-Nya. Ada beberapa  perempuan yang tercatat dalam  Alkitab, terlibat aktif melayani Yesus. Di antaranya adalah Salome, Yohana, Susana, Maria dari Magdala, istri Klopas, dan beberapa perempuan lainnya yang tak teridentifikasi namanya.
Perempuan-perempuan ini sangatlah istimewa. Mereka bukanlah perempuan-perempuan yang sekedar menjadi konco wingking belaka. Mereka juga bukanlah perempuan biasa. Adalah Yohana, perempuan dari kalangan bangsawan, isteri dari Khuza yang adalah bendahara Raja Herodes (Lukas 8:3). Kemudian masih ada lagi Susana. Tak begitu jelas latar belakangnya. Namun Alkitab menyebutnya sebagai salah satu perempuan kaya yang turut melayani Yesus (Lukas 8:3). Berikutnya adalah Salome, salah seorang yang menurut tafsiran Alkitab masa kini dikenal sebagai ibunda Yakobus dan Yohanes, rasul-rasul Yesus.
Kiprah para perempuan ini boleh dibilang begitu luar biasa. Mereka bukanlah sebagai pelengkap semata, tetapi  peran mereka sangatlah penting dalam tiga tahun Yesus berkarya bersama-sama dengan murid-murid-Nya. Apa yang membuat kehadiran perempuan-perempuan ini terasa  begitu istimewa? Mengapa begitu juga terlihat begitu penting dalam kehidupan Yesus, sehingga Alkitab sampai menyebutkannya berkali-kali?
Ada beberapa hal yang yang bisa kita simak dari kiprah para perempuan ini. Pertama, para perempuan ini selain memiliki iman yang luar biasa, mereka juga memiliki penyerahan diri yang dalam kepada Yesus, melebihi rasul-rasul-Nya. Semuanya itu karena mereka sudah melihat bukti nyata bahwa Allah telah terlibat dan berkarya dalam kehidupan mereka. “Tidak lama sesudah itu Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas murid-Nya bersama-sama dengan Dia, dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh jahat atau berbagai penyakit,”(Lukas 8:1-2). Catatan Lukas ini hendak menunjukkan, Allah telah menyembuhkan para perempuan ini dengan kuasa-Nya yang ajaib, sehingga mereka percaya dan mengimani janji keselamatan yang diberikan oleh Allah lewat Yesus Kristus.
Kedua, para perempuan ini menopang pelayanan Yesus dan murid-murid-Nya, dengan menyediakan semua kebutuhan mereka. “Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan kekayaan mereka.”(Lukas 8:3b). Bukan hanya tenaga yang mereka berikan, namun juga harta mereka. Para perempuan ini berusaha mempersembahkan yang terbaik untuk Yesus. Mereka tidak ingin Yesus dan murid-murid-Nya kekurangan suatu apapun. Kehadiran para perempuan ini sebagai penolong menunjukkan bagaimana Allah turut bekerja dalam karya keselamatan yang sedang dikerjakan Yesus. Allah tidak hanya menyediakan ‘asisten-asisten’ yang setia, tetapi Allah juga menyediakan penopang-penopang  dalam melayani Yesus.
Ketiga, para perempuan ini adalah orang-orang yang setia pada Kristus. Ketika Yesus ditangkap dan melalui peristiwa jalan salib,  perempuan-perempuan ini tetap berusaha untuk terus berada di dekat Yesus (perhatikan Markus 15:40-41), sementara rasul-rasul-Nya melarikan diri entah kemana. Dengan setia mereka mendampingi Yesus, merawat-Nya pula ketika Ia wafat dan dikuburkan. Mereka memang bersedih saat Yesus dinyatakan wafat. Tetapi mereka tetap mengimani dan percaya bahwa Yesus akan bangkit. Oleh karena iman mereka itulah, para perempuan ini beroleh anugerah sebagai orang-orang yang pertama kali mengetahui dan mengabarkan kebangkitan Yesus kepada rasul-rasul-Nya (baca Markus 16:1-8).
Berkaca dari perempuan-perempuan yang setia melayani Yesus ini, bagaimana dengan kita, para perempuan Kristen? Adakah kita memiliki iman percaya yang sungguh-sungguh kepada Kristus? Sudahakah kita dengan setia menjadi penopang-penopang yang dipakai Allah untuk melayani Dia dalam mengabarkan Injil keselamatan? Jika hari ini iman percaya kita masih suam-suam, dan kita belum maksimal dalam melayani Dia, segera bertobat. Miliki iman percaya yang teguh kepada Kristus, dan buat komitmen baru untuk mau melayani Dia dengan sungguh-sungguh. (ika)


(Telah dimuat di Renungan Harian Daily Warning!)