Senin, 31 Oktober 2005

KORUPSI? NO WAY!


Wuah…. heboh banget, yah,  pemerintah kita sekarang. Segala macam bentuk korupsi lagi gencar-gencarnya diberantas. Enggak tanggung-tanggung dari tukang korupsi kelas teri sampai koruptor kelas kakap semuanya ludes dibabat abis. Simak saja kerja Komisi Pemberantasan Korupsi yang lebih beken disebut KPK. Bahkan pejabat tinggi di negeri ini yang punya hobi korupsi pun akhirnya harus menyerah dan berakhir di penjara.
Ngomong-ngomong soal korupsi, nih, siapa sangka kalau actually tindakan yang enggak terpuji ini seringkali terjadi di antara sobat muda. Bahkan tanpa disadari sobat muda pun sering ngelakuinnya. Hah! Yang bener! Hmm... penasaran, kan? Makanya, jangan mau ketinggalan! Simak terus obrolan kita soal yang satu ini.

Korupsi! Apaan, sih?
Yang disebut korupsi, tuh, adalah penyelewengan atau penyalahgunaan sesuatu yang dipercayakan kepada kita untuk kepentingan pribadi. Enggak cuman uang aja, lho, yang ternyata bisa dikorupsi, tapi juga waktu, jabatan, dan lain sebagainya. It means korupsi juga sama artinya dengan mencuri. And we knows well, kalo yang judulnya mencuri itu sama sekali diharamkan oleh Allah.
Tapi kok bisa, ya, korupsi dibilang sama dengan mencuri? Yap! Tentu saja. For example, nih, seorang bendahara dipercaya untuk mengelola keuangan sebuah organisasi. Tapi ternyata dia malah menggunakan uang yang harusnya dikelola bagi kepentingan organisasi tersebut. Ia mencurinya dan menggunakan uang tersebut buat belanja dan foya-foya untuk kepentingannya sendiri.

Kenapa bisa terjadi?
Yang jelas korupsi terjadi bukan cuman gara-gara seseorang itu matre. Korupsi bisa terjadi karena seseorang itu egois dan hanya mementingkan dirinya sendiri. Ia mau segala keinginannya terpenuhi, dan untuk itu ia bisa melakukan apa saja bahkan hingga menghalalkan segala macam cara. Makanya, enggak heran yang namanya korupsi bisa dengan gampang dilakukan oleh siapa saja, termasuk juga kita yang ngakunya anak Allah.
Lho, kok bisa? Jawabannya, ya, bisa saja. Mungkin agak sulit dipercaya. Tapi ini memang sering terjadi dan bukan enggak mungkin sering juga sobat muda lakukan. Gimana caranya? Hmm... coba deh diingat-ingat. Berapa kali kamu-kamu suka ngebohongin ortu, duit buat bayar uang sekolah terus disunat buat nraktir teman-teman? Atau... berapa kali sobat muda suka gunain waktu belajar di sekolah buat main? Lho, tapi itu, kan, hal yang biasa dilakuin anak-anak muda! Masa, sih, termasuk korupsi?
 Kelihatannya memang sepele en buat kita rasanya enggak terlalu masalah. Tapi tahu enggak, sih, kalau itu semua adalah bibit-bibit korupsi yang sudah mulai bersarang di antara kita. Nah, kalau kelakuan-kelakuan semacam ini masih terus dipelihara mulai sekarang sampai dewasa, kebayang, kan, kelak kita akan menjadi seperti apa? Yap! Ngelakuin korupsi, menggunakan uang kantor untuk kepentingan pribadi, menggunakan jam kerja untuk kepentingan pribadi yang semuanya dilakukan tanpa izin, semuanya itu bakalan menjadi sesuatu yang biasa kita lakukan dan bahkan kita sudah enggak punya perasaan berdosa saat melakukannya. Kenapa? Karena kita sudah terbiasa melakukannya sejak masih muda.
Pas pertama kali ngelakuin korupsi, mungkin hati nurani kita terusik dan merasa sangat berdosa. Tapi kalau sudah berulang kali, rasa berdosa itu pun jadi tersingkir. Ingat yang Firman Tuhan bilang, “Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka,” (1 Timotius 1:19).

Akibatnya? It’s really  worse!
Yang jelas sudah pasti buruk banget. Yang pasti kita jadi kebal sama dosa. Coz, ingat-ingat deh apa yang dibilang FirTu di Yakobus 3:16, “Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.”  Artinya kalau ini semua terus dipelihara, akhirnya nantinya ada banyak kejahatan yang bisa kita lakukan demi korupsi yang lebih besar lagi.
Semakin banyak, semakin bertumpuk, dan akhirnya kita sendiri bakal kena batunya. Seperti pepatah bilang, “Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga.” Demikian juga dengan korupsi. Nggak mungkin nggak bakal ketahuan. Yang pasti, akibat dari semuanya itu tentu saja harus kita tanggung dan pasti bakal menyusahkan kita.
Misalnya sobat muda dipercaya menjadi bendahara kelas di sekolah. Awalnya gara-gara kelupaan nggak bawa uang jajan, atau memang lagi nggak punya uang buat jajan, akhirnya uang kas kelas pun dipakai. Tadinya alasannya mau pinjam. Tapi enggak pakai bilang-bilang sama-sama teman-teman sekelas (mentang-mentang bendahara, nih...) terus ujung-ujungnya akhirnya malah nggak dikembaliin. Well, akhirnya pas kelas kita butuh sesuatu, uangnya sudah terpakai, dan akhirnya kita sendiri yang kelabakan. Enggak tahu mau di bayar pakai apa. Kalau ortu tahu, sudah pasti kita bakalan dihukum. Repot, kan?
Sama juga kalau kita korupsi waktu. Waktu belajar malah dikorupsi buat main play station. Giliran besok ulangan, akhirnya nggak bisa jawab apa-apa. Hasilnya? Nilai merah di rapor, and then ortu pasti bakalan marah besar. Pendek kata, yang namanya korupsi, baik itu kecil-kecilan maupun besar-besaran sekalipun, tetap nggak ada untungnya. Semuanya itu cuman membawa keburukan buat kita saja.

Berantas tuntas!
Makanya, kita semua pasti setuju banget kalau yang segala macam bentuk korupsi kudu dibabat habis. Harus begitu! Apalagi negara kita punya sejarah yang cukup buruk soal korupsi ini. That’s why korupsi musti diberantas sampai tuntas bahkan sampai ke akar-akarnya. Dan itu harus dilakukan sejak dini, dimulai dari generasi yang paling muda, termasuk kita. Kenapa harus dari generasi muda? ‘Coz generasi inilah yang nantinya bakal jadi penerus bangsa. Bayangin aja kalo sejak masih muda sudah punya bibit korupsi, gimana kelak ketika sudah dewasa dan menjadi pemimpin bangsa? Hmm, enggak, deh! Mendingan berantas tuntas dari sekarang! Setuju!q(gd)          (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Oktober 2005)

KENAPA SELALU GUE?


        “Ih… sebel deh… Masa semua-semua musti gue yang kerjain. Adik gue mana pernah disuruh-suruh. Kalo dia yang salah, gue yang dimarahin. Semua yang paling bagus, pasti buat dia. Gue pasti Cuma kebagian yang jelek-jelek. Kalau gue protes ke ortu, pasti selalu dibilang, ‘Kamu musti ngalah sama adik.’ Duh… sebel banget deh. Susah memang kalo udah ketemu sama anak kesayangan. Nggak bakalan menang deh…” Pernah punya pengalaman seperti ini? Pastinya sebel dong dibebanin macam-macam sama ortu, sementara kakak or adik kita malah ongkang-ongkang kaki.

Mulai sebel…? Think twice!
        Memang sometimes kita suka ngerasa sebel banget kalau diperlakukan nggak adil gara-gara ada salah satu saudara kita yang jadi anak kesayangannya ortu. Nggak jarang juga, rasa kesal itu pun kian hari kian memuncak. Sepertinya sudah nggak tertahankan lagi en rasa-rasanya pingin meledak. Eit… stop… stop… stop… masih inget ceritanya Yusuf and his brothers? Gara-gara jengkel, kesel plus iri yang udah memuncak dan nggak tertahankan lagi sama si Yusuf yang jadi anak kesayangan ayahnya, saudara-saudaranya Yusuf pun nggak cuma membuangnya ke sumur, bahkan menjualnya sebagai budak di negeri orang asing (Kejadian 37).
      Guys, jangan sampai deh kejadian kayak Yusuf dan saudara-saudaranya. Gara-gara dikuasai ra-sa benci, kesal, iri dan dengki sama saudara kita yang jadi kesayangannya ortu, akhirnya kita pun jadi punya niat jahat pingin mencelakakan saudara kita. Be careful guys! Kalau kita udah dikuasai perasaan seperti ini, it means kita sudah membiarkan diri kita dipengaruhi iblis. Pikir deh baik-baik! Misalnya aja kita merencanakan sesuatu yang buruk sama saudara kita just because rasa benci dan dengki, actually kita sendiri juga yang bakalan susah. Kok bisa? Iya, soalnya  nggak cuma makin memperparah hubungan kita sam saudara kita itu, tapi juga bisa memperburuk hubungan kita dengan ortu. Gimana nggak? Ortu pasti bakalan marah en makin terus menyudutkan kita karena sudah ‘mencelakai’ saudara kita. Bukannya ngilangin masalah, tapi malah nambahin masalah.
        Nggak cuma itu aja, kalau kita menghadapi this problem dengan segala kebencian en kekesalan yang ada, kemerdekaan atas dosa yang sudah kita dapat dari Kristus bakalan disabotase lagi sama mang iib. Kita diperbudak lagi sama dosa, dan yang jelas nggak akan ada damai sejahtera dalam hidup kita, karena kita terus dikuasai keinginan untuk terus berbuat jahat terhadap saudara kita en membalas perlakuan ortu yang menurut kita nggak adil. Kalau kita terus menerus seperti ini en nggak segera bertobat, for a whole life kita nggak bakal menikmati damai sejahtera di dalam Kristus (1 Yohanes 2:11).

Mengalah bukan berarti kalah
        Let’s take a look this. Hal utama yang musti kita lakuin adalah tetap bersabar en mengalah. Positive thinking aja deh. Maybe ortu kita punya alasan tertentu yang yang bikin mereka mungkin sedikit membedakan perlakuan antara kita dengan saudara kita. Nggak selamanya alasan ortu itu selalu negatif. Mungkin aja kan mereka ‘sengaja’ bersikap seperti itu untuk melihat sampai dimana tanggung jawab yang diberikan ortu pada kita. Kalau ternyata kita dirasa masih kurang bertanggung jawab, that’s the reason why our parents always nyuruh-nyuruh kita. Kalau memang alasannya demikian, ya kita kudu sabar en balik ngelihat diri kita sendiri plus memperbaiki diri kalau ternyata kitanya yang salah. Bisa juga karena ortu melihat kalau kita itu bisa dipercaya, so that’s why mereka sering nyuruh-nyuruh kita. Kalo memang ini alasannya, ya kita kudu bangga dong karena berarti kita jadi orang kepercayaannya ortu.
      Next, ya ngalah aja deh. Maybe adik kita masih terlalu kecil buat disuruh-suruh or mungkin aja ortu nganggep saudara kita belum mampu ngelakuin apa yang disuruh ortu, ya kita musti terima. Tapi mengalah bukan berarti kalah lho. Kalau mungkin kita ngerasa alasan ortu kita nggak jelas, then menurut kita saudara kita itu sebenarnya mampu ngelakuin tugas yang diperintahkan ortu, kita bisa ngomong baik-baik dengan ortu. Kemukakan keberatan-keberatan kita juga our opinion. Jangan lupa for asking their reason, kenapa kok kita terus yang disuruh-suruh. Dari keterbukaan inilah masing-masing pihak jadi bisa saling ngerti, en jadi lebih gampang nemuin solusi to solve the problem.
        Nggak cuma itu aja. Sometimes karena ngerasa jadi anak kesayangan, saudara kita itu jadi merasa di atas angin, terus mulai seenaknya. Kalau sudah begini, ya kita musti nasehatin dia dengan baik-baik. Kalau sudah dikasih tahu nggak bisa en kita juga sudah ngomong ke ortu tetap hasilnya nihil ‘coz mereka nggak perduli dengan segala macam keberatan yang sudah kita sampaikan dengan baik-baik, kita musti tetap bersabar en terus berdoa supaya Tuhan buka jalan. Pokoknya jangan sampai deh kita buka celah sedikitpun bagi mang iib untuk menebarkan benih-benih kebencian, iri hati, plus kejengkelan supaya bersarang di hati kita, sehingga kita berbuat dosa. Mungkin bisa saja it takes a long time for us to pray for our parents or saudara kita. It’s okay. Kita musti tetep bersabar en percaya kalau Tuhan pasti akan mengubahkan mereka.
      Guys, seandainya ada diantara kita yang saat ini terlanjur menumbuhkan rasa benci, dengki, dendam and so on, segera bertobat en lakukan pemberesan. Jangan sampai kita jadi ‘mati rasa’, karena terlalu banyak benci dan dendam yang bersarang di hati kita. Biarkan kasih serta damai sejahtera dari Kristus mengalir dan memulihkan hati kita. Okay?q(ica)           (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Oktober 2005)