Senin, 31 Oktober 2011

I HATE IT!!!


“Hu… uh… ngomel melulu tiap hari. Nggak ada bosen-bosennya ngomel-ngomel dan marahin anak-anaknya.” Sobat muda pasti setuju, nggak ada yang suka diomel-omelin dan dimarah-marahin sama orangtua. Rasanya pasti bĂȘte dan nyebelin banget. Kadang-kadang kita pun suka mikir, kok, kita ini seperti anak kecil yang selalu saja dimarah-marahin. Mereka lupa apa, ya, kalau kita-kita ini sudah pada gede? Apalagi kalau mereka marah-marah di depan teman-teman kita. Huaahhh... rasanya tengsin minta ampun, deh. Kalau sudah begini, kitanya suka jadi jengkel dan rasanya pengen marah juga ke ortu. Masa sudah gede masih harus dimarah-marahin kaya anak kecil, sih? I hate it so much!!!

It’s because of love
Weits… jangan buru-buru marah dulu bro en sis. Gimana pun juga, namanya teguran dan nasehat dari ortu tetap kita butuhkan, lho. Kalaupun mereka marah, itu pun karena kita ini anak mereka yang sangat dicintai. Mereka nggak mau, dong, kita-kita ini jadi salah jalan karena nggak pernah dimarahin ataupun dinasehatin oleh orangtuanya.
Bersyukurlah punya orangtua yang masih mau memarahi dan menegur kita. Itu tandanya mereka sungguh-sungguh mengasihi dan memperhatikan kita. ‘Coz yang namanya kasih memang nggak melulu berwujud perhatian, belaian sayang, juga bermacam pemberian. Terkadang hajaran dan amarah pun harus diterima demi menyadarkan kita yang sudah berbuat kesalahan. Justru ketika kita berbuat salah dan ortu membiarkan saja, tidak marah dan tidak menegur, bukannya kasih yang mereka tunjukkan, tetapi justru mendorong kita untuk jatuh dan melakukan kesalahan yang lebih fatal lagi. Kalau sudah begini, mana yang mau kita pilih? Pilih ditegur, atau nggak pernah ditegur sama sekali?

2nd Adonia
Sobat muda, masih ingat, nggak, dengan Adonia, putra keempat Raja Daud dengan istrinya yang bernama Hagit? (II Samuel 3:4). Sepanjang hidupnya, Adonia sama sekali belum pernah dimarahi apalagi ditegur oleh Daud, ayahnya (I Raja-Raja 1:6). Akibatnya Adonia menjadi anak yang sombong dan hidup semaunya sendiri. Kelakuan buruk yang tak pernah ditegur ayahnya ini justru menjerumuskan Adonia ke dalam jurang kesalahan yang lebih besar lagi, hingga berujung pada kematiannya.
Well, kalau kita nggak mau jadi the second Adonia, mulai sekarang harus belajar berbesar hati ketika ortu menegur dan memarahi. Ingatlah! Adalah tugas mereka sebagai orangtua untuk mendidik dan menegur kita anak-anaknya (Amsal 13:24). Kalaupun mungkin ketika ortu menegur ataupun marah dengan cara yang menurut kita nggak pas, sah-sah aja kok kalau kita jadi jengkel. Tapi jangan jadikan kejengkelan itu terus dipendam dan membuat kita ogah ditegur.
Gimana pun juga, nggak selamanya juga cara ortu selalu benar ketika mereka marah ataupun menegur kita. Adakalanya maksud mereka mungkin baik, tetapi cara penyampaiannya yang nggak pas sehingga membuat kita jadi jengkel. Kalau kita merasa kemarahan atau teguran ortu nggak pas, bicarakanlah dengan mereka secara baik-baik. Pasti, deh, mereka juga akan mengerti keberatan kita. Nah, masih sebel? Try to calm down. Coba renungkan baik-baik setiap kemarahan serta teguran ortu, dan belajarlah dari semuanya itu. Apapun yang terjadi, semuanya itu untuk kebaikan kita juga, bukan?q(ika)   (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Oktober 2011)

LOVE… LOVE… LOVE…


Menurut data hasil survey KPAI, sebanyak 32 persen remaja usia 14-18 tahun di Jakarta, Surabaya, dan Bandung pernah berhubungan seks. Di Jakarta, menurut Riset Strategi Nasional Kesehatan Remaja yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan dan Survei yang dilakukan BKKBN menyebutkan 5,3 persen pelajar SMA di Jakarta pernah berhubungan seks. Dan 63 persen remaja di beberapa kota besar di Indonesia telah melakukan seks pra nikah. Dari hasil survei yang dilakukan Annisa Foundation ditemukan 42,3 persen remaja SMP dan SMA di Cianjur, Jawa Barat, pernah berhubungan seks.
Inilah fakta yang terpapar di media awal bulan ini. Miris memang, tapi begitulah kenyataannya. Jangan kaget. Bukan nggak mungkin salah satu dari sekian banyak itu ternyata adalah kita. Seringkali hubungan seks pra nikah ini terjadi bukan karena kita minim pengetahuan tentang seks. Bukan pula karena kita penasaran dan pengin coba-coba. Namun semuanya itu terjadi karena kita nggak bisa menolak yang namanya cinta.

Demi nama cinta
Namanya anak muda, jatuh cinta adalah hal yang paling indah di dunia dan seringkali sulit untuk ditolak. Kita bahkan cenderung untuk tidak bisa menolak cinta. Demi cinta, apapun yang harus terjadi kita pasti bersedia melakukannya. Termasuk melakukan hal-hal yang semestinya belum boleh dilakukan sekarang, yaitu seks pra nikah.
Kenyataannya kita memang memilih menyerah melakukan seks pra nikah karena takut ditinggalkan, takut patah hati, takut tidak bahagia bila tidak bersama si dia, dan sejumlah alasan yang sebenarnya nggak perlu dikuatirkan. Seringkali kita berpikir bahwa ketika kita nggak mau melakukan hal-hal yang diminta oleh si dia, itu artinya kita nggak sungguh-sungguh mencintai. Salah besar!
Coba cek apa kata Firman Tuhan berikut ini, “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.” (I Korintus 13:4-7) Nah, sekarang coba bandingkan dengan karakter pacar kita. Apakah si dia memiliki karakter sebagaimana yang disebutkan oleh Firman Tuhan?

Cinta itu tidak buta
Sobat muda, sesungguhnya cinta itu tidaklah buta. Sebaliknya Firman Allah justru membuktikan bahwa cinta itu sangat rasional. Cinta itu selalu bisa menunggu, karena ia sabar. Cinta itu tidak melakukan hal-hal yang nggak sopan. Cinta itu juga nggak mencari keuntungan untuk dirinya sendiri.
Coba list  satu persatu keburukan si dia yang nggak bisa ditolerir dan juga semua kebaikannya. Buatlah list dengan jujur dan nggak perlu malu untuk melakukannya. Ingatlah bahwa kita nggak sedang mengkhianati si dia. Sebaliknya, justru kita sedang melakukan langkah-langkah preventif agar tak jatuh kedalam kesalahan yang fatal.
Kalau hasilnya lebih banyak karakter baik yang muncul, si dia patut untuk dipertahankan, sembari terus doakan dia, apakah benar si dia adalah pasangan yang tepat yang Tuhan sudah sediakan buat kita. Akan tetapi kalau si dia ternyata adalah pacar yang suka memaksa kita untuk melakukan hal-hal yang nggak sopan dan juga nggak kita inginkan, forget it NOW! Masih banyak cowok-cowok ataupun cewek-cewek di luar sana yang lebih baik dan bersedia menunggu kita. Ingatlah bahwa Allah sudah mempersiapkan pasangan yang terbaik untuk kita. Tentu saja, asalkan kita mau bersabar dan terus mencari kehendakNya. Mumpung masih belum terlambat dan sebelum menyesal kemudian, segera bertindak dan selamatkan hidup kita.q(ika)     (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Oktober 2011)