Kamis, 28 Februari 2013

IT’S MY LIFE



“Rita... kamu besok harus jadi dokter seperti Papa dan Mama, ya... Kalau nggak, nanti siapa yang akan nerusin usaha Rumah Sakit yang sudah susah payah kami bangun untukmu?” And then... begitulah akhirnya. Rita memang menjadi dokter seperti keinginan ortunya, meski sebenarnya ia lebih ingin menjadi seorang pendeta. Rita memang kemudian mewarisi usaha Rumah Sakit milik orangtuanya, sebelum kemudian akhirnya menyerahkan pengelolaannya pada sepupunya yang memang lebih mencintai dunia kedokteran. Rita lantas memutuskan berhenti menjadi dokter. Ia masuk ke sekolah teologia dan kemudian mendedikasikan hidupnya untuk menjadi hamba Tuhan.
Awalnya orangtua Rita sangat shock. Bahkan sempat memutuskan tali kekeluargaan dengan Rita sebagai akibat dari keputusannya. Rita pun harus membiayai kuliahnya sendiri di fakultas teologia hingga selesai. Hubungannya dengan ortunya mulai kembali membaik manakala mereka melihat betapa luar biasanya pelayanan Rita, hingga memberkati banyak orang. Apalagi ketika Rita kemudian menggembalakan sebuah jemaat di pedalaman Papua. Di sana ia tidak hanya menjadi pendeta jemaat, tetapi juga menjadi dokter di daerah yang masih minim paramedis.

Pilih yang mana, ya?
Sobat muda... menjelang memilih jurusan di SMA ataupun menjelang masuk universitas, terkadang kita dipusingkan dengan sejumlah pilihan. Ada kalanya ortu menginginkan kita menekuni profesi tertentu, yang mungkin saja sama sekali nggak kita sukai dan bertentangan dengan keinginan kita. Serasa di persimpangan memang. Kalau nggak ngikutin maunya ortu, nanti siapa yang biayain. Belum lagi nanti dibilang anak durhaka karena nggak nurut sama orangtua. Tapi kalau ngikutin maunya ortu, nanti kitanya sendiri yang jadi stress karena nggak suka dengan pilihan mereka. T’rus, apa yang harus kita lakukan?
Guys, bukan pilihan yang mudah memang. Apalagi ini adalah pilihan yang akan menentukan masa depan serta hidup kita nantinya. Tentunya kita nggak boleh salah ambil keputusan, kan. Sebab sekali salah ambil keputusan, akan ada banyak waktu serta biaya yang harus dikeluarkan, yang semestinya nggak perlu terjadi jika kita memilih keputusan yang tepat. Masalahnya, gimana caranya, ya, milih keputusan yang tepat? Jawabannya cuma satu. Yang paling tepat adalah ketika kita memilih yang seturut dengan kehendak Allah.

Choose the best for life
Sebenarnya nggak sulit, kok, untuk memilih yang seturut kehendak Allah. Asalkan kita selalu dekat dan mau dengar-dengaran dengan Allah. Akan jadi terasa sulit ketika ternyata apa yang dikehendaki Allah itu nggak sesuai dengan keinginan kita. Mungkin seperti yang dirasakan oleh Yunus ketika ia diperintahkan Tuhan untuk ke Niniwe. Yunus merasa apa yang dikehendaki Allah tidak seperti apa yang diinginkannya, hingga akhirnya ia melarikan diri ke Tarsis (Yunus 1:1-3).
Demikian pula dengan kita. Kadang mungkin kita berpikir, apa yang diinginkan ortu untuk kita, belum tentu itu yang terbaik buat kita. Tapi pernah nggak kita juga berpikir, apa yang inginkan belum tentu itu juga terbaik untuk kita. Dalam hal ini, langkah yang paling tepat yang harus kita lakukan adalah berdoa dan mohon agar Allah menunjukkan apa yang Ia inginkan yang terbaik untuk hidup kita. Bisa saja jawabannya adalah memang apa yang sudah dipilihkan ortu buat kita. Tapi bisa juga jawabannya adalah seperti yang kita inginkan.
Namun bukan nggak mungkin juga Allah menunjukkan pilihan yang lain yang mungkin nggak seperti ortu maupun yang kita inginkan. Pendek kata, kita harus berusaha mencari jawaban yang paling tepat yang ditunjukkan Allah untuk kita. Tapi harus diingat juga, ya. Jangan sampai ketika kita tahu bahwa sebenarnya Allah sudah menunjukkan pilihan yang harus diambil, lalu kita dengan sengaja berusaha mencari cara memaksakan agar keinginan kitalah yang menjadi kehendak Tuhan. Ini sama sekali nggak benar dan nanti malah bikin hidup kita jadi tambah runyam. Kalau sudah begini, kudu minta ampun sama Tuhan dan kembali ke track yang benar.
Sobat, kalau kita mau belajar dari Yunus, memang di awal rasanya menyakitkan dan sulit untuk kita terima ketika harus berhadapan dengan pilihan masa depan yang mungkin nggak seperti yang kita inginkan. Mungkin rasanya ingin kita memberontak seperti Yunus. Namun Allah sudah menunjukkan pada Yunus, bahwa apa yang Ia inginkan bukan sesuatu hal yang sia-sia. Demikian juga dengan apa yang diinginkan Allah pada kita. Percaya, deh, Tuhan nggak pernah memberikan rancangan yang buruk untuk masa depan kita. ”Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.” (Yeremia 29:11). Happy choosing the right one...(greesika)

(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Februari 2013)

FACING THE GIANT



“Rasanya aku nggak mungkin, deh, bisa ngerjain soal-soal ujian nanti. Biarpun sudah jungkir balik belajar, tetep aja nggak bakalan bisa. Emang pada dasarnya aku ini bodoh,” keluh Risa. Gadis manis ini memang selalu tidak pede dengan apapun yang dikerjakannya. Padahal sebenarnya dia bisa melakukannya. Meski untuk hal yang paling sepele sekalipun, Risa tetap nggak pede. Akibatnya, dibandingkan dengan teman-temannya yang lain, Risa jadi terlihat ketinggalan jauh. Semuanya itu hanya gara-gara satu hal. Risa nggak pernah yakin dengan kemampuannya sendiri.
Nggak beda jauh dengan Risa, kita pun terkadang juga suka nggak pede dengan kemampuan  diri kita sendiri. Dipercaya menjadi pengurus komisi remaja di gereja atau pengurus organisasi di sekolah, tapi kita menolak dengan alasan nggak kompeten. Padahal sejatinya kita nggak yakin kalau kita bisa, dan terlebih lagi kita merasa minder dengan teman-teman yang lain yang lebih populer di berbagai kegiatan dibandingkan dengan kita.

Somebody... Not Nobody...
Hanya karena nggak aktif di berbagai kegiatan, atau merasa diri sendiri nggak punya kemampuan yang cukup pantas untuk dibanggakan, akhirnya bikin kita jadi minder dan nggak pede dengan kemampuan diri sendiri. Kita jadi merasa bahwa diri kita bukanlah siapa-siapa yang cukup pantas untuk bisa diandalkan. Well guys, nggak ada satu orang pun yang ‘bukanlah siapa-siapa’. Semua orang adalah seseorang yang sangat berharga, terlebih lagi di mata Tuhan (Yesaya 43:4).
Itulah sebabnya, nggak ada alasan buat kita untuk jadi nggak pede sendiri dengan kemampuan yang kita miliki.  Kalau kita terus menerus seperti itu, lama kelamaan akan inilah yang membuat kita jad terus ketinggalan. Hal ini juga yang menjadi musuh terbesar dalam diri kita. Kalau kita mau maju dan nggak mau terus menerus seperti itu, harus punya keberanian untuk mengalahkan ketidakpedean kita.

No Need To Worry
Mungkin kita perlu belajar dari Gideon. Awalnya memang dia nggak pede ketika diperintahkan Allah untuk menyelamatkan orang Israel dari bangsa Midian (Hakim-Hakim 6:15). Tetapi ketika Allah memberikan janjiNya untuk menyertai Gideon, ia pun berani maju melawan orang Midian, meskipun pada awalnya Gideon masih sempat ragu. Namun pada saat Allah menunjukkan bukti bahwa Gideon mampu dan Allah sungguh-sungguh menepati FirmanNya, maka Gideon pun berbalik menjadi pribadi yang pede dan nggak khawatir lagi, sebab ia tahu Allah menyertainya.
Demikian juga dengan kita. Semestinya kita nggak perlu lagi merasa nggak pede dengan kemampuan diri sendiri. Ingat lho, Allah yang sudah memberikan kemampuan pada kita, sudah pasti Ia juga akan menyertai kita dalam mempergunakan segala kemampuan itu, apalagi jika itu untuk kemuliaan namaNya. Yang terpenting sekarang adalah bagaimana kita belajar untuk menaklukkan musuh terbesar dalam diri sendiri, yaitu perasaan minder dan nggak pe de. Sobat muda harus punya keberanian untuk keluar dari comfort zone kita, dan belajar menghadapi kekhawatiran dan ketidakpedean itu.
Ketika kita mulai dihantui semua perasaan itu, ayo mulai untuk berdoa dan minta pertolongan Allah. Minta padaNya agar kita dimampukan untuk mengatasi ketidakpedean itu. Percaya, deh, Allah pasti akan turut bekerja dalam diri kita, untuk menjadikan kita pribadi yang nggak lagi takut dengan kemampuan sendiri. Tapi kita akan tahu, bagaimana Allah bekerja untuk menjadikan hidup kita lebih berwarna lagi, dan menjadi yang terbaik bagi kemuliaanNya.(greesika)




(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Februari 2013)