Senin, 27 Maret 2017

Bapak... Ibu... Dengarkanlah!

"Ayo, dong, Di... yang bener les balletnya! Jangan asal-asalan! Habis ini kamu juga jangan bolos les piano! Yang bener belajar pianonya!"

Dina memang baru berusia empat tahun. Tapi sang mama sudah 'rajin' mencekokinya dengan berbagai macam les. Alasan sang mama, buat bekal masa depannya. Tapi kenyataannya, Dina sering bertingkah dan berbuat ulah yang aneh-aneh saat les berlangsung. Sering ia terlihat lelah dan bahkan mogok les. Hmm... jadi, apa bener itu alasan sang mama memberi banyak les untuk bekal masa depan anaknya? Ataukah, ini hanya gengsi dan ambisi sang mama semata?

Carly menangis. Dalam hati ia ingin sekali ikut acara darmawisata sekolah bersama teman-temannya. Apa daya, kondisi perpisahan orangtuanya membuatnya ikut terbelah. Sang ayah "mendoktrin" Carly untuk tidak ikut darmawisata, hanya karena ibunya turut serta dalam acara itu dan ingin mendampingi putrinya. Di sisi lain, ibunya pun memaksanya ikut dan mengancamnya jika sampai tidak ikut darmawisata sekolah. Carly ingin ikut. Tapi ia takut ayahnya. Carly juga tidak ingin ikut. Karena ia takut ibunya.

Seringkali sebagai orangtua, kita merasa lebih 'berhak' atas hidup anak kita. Walhasil segala hal yang berkaitan dengan hajat hidup anak pun berusaha kita atur sedemikian rupa, sampai terkadang kita menjadi lupa bahwa anak-anak punya keinginan, dan mereka punya hak untuk didengar keinginannya. Inilah yang kerap kita lupakan. Bahwa setiap manusia punya hak atas hidupnya sendiri, demikian pula dengan anak-anak kita. Mereka juga butuh bukan hanya diperhatikan kebutuhan fisiknya semata, tapi juga butuh untuk didengarkan. Mereka juga punya keinginan yang ingin diungkapkan dan perlu untuk diakomodir.

Meski begitu, bukan berarti pula kita menjadi orangtua yang terlalu mendengarkan kemauan anak. Segala apapun yang ia mau selalu kita turuti. Mungkin kita merasa tujuan kita hanyalah ingin memberikan yang terbaik buat si anak. Namun kenyataannya apa yang kita lakukan justru berlebihan. Bukannya terbaik untuk anak, sebaliknya justru menjerumuskannya.Yup! Nyatanya apa yang kita pikir terbaik buat anak, terkadang tidaklah betul-betul terbaik untuknya

Mungkin karena sekarang mereka masih anak-anak, kita merasa punya hak menentukan apapun juga atas hidup mereka.

Menjadi orangtua adalah sebuah pelajaran berharga di sepanjang hidup kita. Lima tahun penantian saya dan suami akan kehadiran putri kecil kami, hingga saat ini tujuh tahun sudah kami belajar menjadi orangtua. Banyak pelajaran yang kami dapatkan, dan sampai hari ini pun kami terus belajar dan berusaha menjadi orangtua yang lebih baik bagi Leica. Ada sedih, ada bahagia, ada kesal, ada gemas, ada marah, ada bangga, ada sesal, ada tangis, ada kuatir, ada harapan, ada takut, ada keberanian. Semuanya serasa campur aduk. Mungkin kami tidaklah sempurna sebagai orangtua. Namun kami terus berusaha dan belajar untuk menjadi orangtua yang terbaik untuk Leica.

Belajar menjadi orangtua yang baik tidak pernah ada sekolahnya. Belajar menjadi orangtua yang baik butuh proses yang panjang, bahkan boleh dibilang seumur hidup kita akan terus belajar untuk menjadi orangtua. Namun sepanjang tujuh tahun terakhir kami belajar menjadi orangtua, satu hal yang kami pelajari adalah bagaimana menjadi orangtua yang mau mendengarkan anaknya, meski sesekali kami masih alpa mendengarkannya.