Rabu, 31 Desember 2014

DAN... LIDAHKU PUN KELU



Sandi lagi-lagi diam. Entah untuk keberapa ratus kalinya, kata-kata yang sudah disusunnya sedemikian rupa itu akhirnya berhenti begitu saja diujung lidah. Nggak ada lagi keberanian yang tersisa untuk mengatakannya. Edo sudah hampir tiga tahun menjadi sahabat karibnya. Sudah sejak awal persahabatan mereka, Sandi ingin bercerita tentang Yesus pada sahabatnya itu. Ya... Edo memang belum mengenal Yesus. Sandi ingin Edo mengenal Kristus dan menerima Dia sebagai Juru Selamatnya. Tapi Sandi selalu takut untuk bercerita. Ia khawatir Edo tidak akan menerimanya. Sandi takut Edo akan menolaknya hingga persahabatan mereka pun jadi terancam. Seribu ketakutan yang belum tentu akan terjadi pun lagi-lagi mendera Sandi, hingga membuatnya urung bercerita tentang Yesus pada Edo.
Apa yang dialami Sandi, mungkin juga sedang dialami sobat muda saat ini. Bahkan mungkin Sandi masih lebih mendingan dibanding kita. Setidaknya, Sandi sudah punya niat untuk bersaksi tentang Kristus kepada orang lain. Sedangkan kita? Wah, boro-boro punya niat bersaksi, yang ada juga lebih banyak ogahnya. Kebanyakan karena kita khawatir akan timbul masalah gara-gara kesaksian kita. Tapi, apa benar begitu?

Bagaimana bisa bersaksi?
Sebagai anak muda yang sudah menerima Kristus sebagai Juru Selamat kita, pastinya kita juga mau, dong, agar orang lain yang belum kenal Kristus juga bisa mengenalNya, apalagi jika itu adalah orang-orang yang kita kasihi. Ditambah lagi firman Allah pun juga dengan jelas mengutus kita, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Markus 16:15). Sayangnya, untuk bersaksi kita sering terhalang oleh beragam kekhawatiran dan ketidakpedean kita sendiri.
Sobat muda, yang namanya bersaksi itu bisa dilakukan dengan dengan banyak cara. Bisa melalui pemberitaan Injil (khotbah), melalui musik dan puji-pujian, melalui kesaksian pengalaman hidup kita bersama Yesus, dan bahkan juga melalui sikap hidup kita.  Semuanya itu bisa digunakan sebagai sarana kita untuk memberitakan tentang Kristus kepada orang lain. Jadi, sebenarnya nggak ada yang perlu dikhawatirkan ketika kita mencoba belajar untuk bersaksi. Sebab ada banyak cara untuk bersaksi yang bisa dipilih, sesuai dengan kemampuan dan talenta yang kita miliki. Namun yang terutama yang harus kita miliki adalah kemauan yang kuat untuk memberitakan Kristus.


Step by step
Bersaksi tentang Kristus memang bukanlah hal yang mudah, tapi juga bukan hal yang susah. Saat kita menjaga hidup kita tetap bersih di hadapan Allah dan manusia, secara otomatis orang lain akan melihat kesaksian hidup kita. Bagaimana Allah telah berkarya, dalam segala tutur kata dan tingkah laku kita yang bersih di hadapan Tuhan. Saat itulah kita juga sudah bersaksi tentang Kristus bagi orang lain. Itu baru step pertama.
The second step, berdoa dan bergumul dihadapanNya, ketika kita ingin bersaksi. Lewat pergumulan dan doa kita inilah, Allah akan menunjukkan cara yang tepat untuk mengabarkan InjilNya, sesuai dengan talenta dan kemampuan yang kita miliki.  Step yang ketiga, jangan lupa untuk berdoa memohon agar Allah juga memberikan keberanian serta kepercayaan diri, sehingga kita nggak lagi ragu-ragu menyampaikan kabar keselamatan Allah.
Last but not least, sobat muda tetap harus waspada dan hati-hati, jangan sampai ketika berhasil mengabarkan Injilnya, kita lantas jadi sombong dan besar kepala. Ingatlah bahwa semuanya itu bukan karena kemampuan kita, namun karena Allah yang sudah memampukan kita untuk dapat bersaksi. Always remember tujuan mula-mula kita dalam bersaksi, agar jangan sampai terjebak dalam upaya memegahkan diri sendiri. Selamat bersaksi. Tuhan memberkati.(ika)




(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Desember 2014)

KEEP ON THE TRACK



Tak tahu dari mana harus memulai. Sedari tadi Katya hanya bisa menggigit-gigit bibirnya. Sementara Bu Sandra masih menunggu penjelasan dari bibir mungil Katya. Siang itu Katya dipanggil Bu Sandra. Pagi tadi saat ulangan matematika berlangsung, Katya ketahuan memberikan contekan jawaban pada Sinta. Padahal selama ini Katya dikenal sebagai murid paling jujur dan paling pelit ngasih contekan ke teman-temannya waktu ulangan. Nah, sekarang justru ia tertangkap basah ngasih contekan ke Sinta. Usut punya usut, Katya rupanya nggak tahan dengan tekanan dari teman-temannya. Tak seorang pun dari teman sekelasnya yang mau berteman dengannya, cuma gara-gara Katya tak pernah mau berbagi jawaban ulangan di sekolah. Tak tahan dikucilkan dan tak punya teman, akhirnya dengan berat hati membagi jawaban ulangannya pada teman-temannya.
Sobat muda, mungkin kita juga pernah mengalami hal yang sama dengan Katya. Betapa sulitnya untuk hidup benar seperti yang diinginkan Kristus. Hal yang sepele saja, masalah kejujuran. Rasanya sulit sekali untuk bertahan tetap hidup jujur. Meski pepatah bilang, orang jujur akan mujur. Kenyataannya, yang terjadi justru kalau jujur jadi hancur. Makanya nggak heran kalau banyak di antara kita yang akhirnya menyerah untuk menjadi tidak jujur, karena nggak tahan dengan tekanan lingkungan.

Jujur = Susah ?
“Beneran! Mau jujur itu susahnya minta ampun.” Begitu keluh sebagian besar sobat muda. Rasanya seperti semua orang ngeliatin diri kita sambil ngatain, “ Sok suci, deh, lo!” Tapi, apa iya sesusah itu? Buat sobat muda yang dikelilingi lingkungan yang ‘baik-baik saja’, mungkin nggak akan terlalu susah menghadapinya. Tapi bagaimana jika kita berada di lingkungan yang ‘menghalalkan” ketidakjujuran? Jelas ini menjadi hal yang sangat sulit.
Terkadang sobat muda mungkin juga merasa nggak adil. Kalau jujur, seringkali kita justru malah terlibat masalah, serasa seperti Tuhan itu nggak adil. Sementara mereka yang nggak jujur, justru malah bisa senang-senang. Eits... jangan keburu nge-judge seperti itu, guys. Nggak bakalan ada yang pernah tahu kapan saatnya, bahwa masa senang-senangnya orang nggak jujur itu bakal bertahan lama. Firman Tuhan dalam Amsal 11 : 3, 6 menyebutkan kalau nggak selamanya orang yang tidak jujur akan selamat. Someday,  pasti bakalan kena batunya, karena mereka terperangkap oleh ketidakjujurannya sendiri.

Jujur ≠ Hancur

That’s why guys, sebenarnya nggak perlu takut untuk bertahan dengan kejujuran. Nggak perlu juga kita ngiri sama orang-orang yang nggak jujur. Sebab hidup dalam ketidakjujuran nggak bakal bikin hidup kita jadi tenang. Nggak bakalan juga hidup kita jadi hancur, sebab Allah selalu menyediakan pertolongan bagi orang-orang yang jujur (Amsal  2:7). So, kalau selama ini sobat muda merasa nggak punya kekuatan untuk bertahan dari segala tekanan karena kejujuran yang kita punya, remember kalau kita punya Allah yang akan menjadi tameng buat kita.
Bukan sesuatu yang mudah memang ketika harus hidup di bawah tekanan sekeliling kita yang penuh dengan ketidakjujuran. Tapi kalau kita mau terus berjuang, tutup mata, tutup telinga, dan nggak usah memperdulikan segala tekanan yang ada, sambil tetap berpegang teguh pada Allah, Ia pasti akan memampukan kita untuk bertahan dan melewati segala tekanan yang ada.
Satu hal yang harus kita ingat. Seperti halnya Timotius yang senantiasa menjaga hidupnya tetap bersih di hadapan Allah, demikan juga dengan kita. Sebagai anak muda yang sudah mengenal Kristus, selayaknya kita menjadi teladan bagi sekeliling kita, dengan mempertahankan agar kehidupan dan tingkah laku kita tetap bersih dihadapan Allah (1 Timotius 4:12). Pertanyaannya sekarang, maukah kita terus bertahan untuk tetap hidup bersih di hadapan Allah? It’s depend on you.(ika)




(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Desember 2014)