Selasa, 30 April 2013

I AM FREE…



10 Oktober 2012 mungkin menjadi hal yang tak terlupakan bagi Arditya Warda Stefanus. Hari itu, Ardi yang tinggal di sebuah rumah bersama dua temannya, Jonathan Ken Olin dan Fingky Kristian, dirampok dan dibunuh oleh Irwan Yasin, teman akrabnya sendiri. Peristiwa tersebut membuat Arditya hampir kehilangan nyawanya, sementara Jonathan dan Fingky pun meninggal dunia. Saat kejadian, Ardi ditemukan dalam kondisi kritis. Ia akhirnya bisa diselamatkan setelah menjalani perawatan intensif selama hamper dua minggu di rumah sakit.
Pasca kejadian tersebut, Ardi memang merasa takut dan trauma. Dukungan keluarga dan teman-temannya membuat Ardi sadar bahwa ia harus move on dan melanjutkan hidupnya. Ia memutuskan untuk membebaskan diri dari rasa takut dan trauma yang dialaminya. Ia membulatkan tekad dengan tetap tinggal sendiri di rumah tempat kejadian perkara. Bahkan ia memilih tidur di kamar tempat Fingky dibunuh. Dukungan semua orang yang mengasihinya membuat Ardi segera lepas dari trauma, dan bahkan mampu bertahan hidup dan kini tengah berusaha menyelesaikan studinya di Universitas Widya Mandala, Surabaya. (Jawa Pos, 13 April 2013).
Sobat muda, ada berapa banyak di antara kita yang mungkin mengalami trauma, meski mungkin tidak seekstrim yang dialami Ardi, tapi gara-gara trauma itu membuat kita enggan move on dan terus berkutat pada trauma itu. Takut dan trauma yang membuat kita terbelenggu sehingga semuanya itu membuat kita kesulitan sendiri untuk bisa melakukan banyak hal. Masalahnya, sering kita merasa ‘nyaman’ dengan kondisi tersebut, sehingga nggak mau lagi untuk berusaha melepaskan diri dari ketakutan dan traumatic yang dialami. Akibatnya sudah pasti, hidup kita pun akhirnya jadi jalan di tempat, karena kita sendiri nggak punya kemauan untuk membebaskan diri dari rasa takut dan trauma.

Menguasai atau dikuasai
Mengalami sesuatu yang menyakitkan memang sangat menakutkan dan membuat kita takut. Apapub itu kejadiannya. Kenyataannya, kita pun  juga nggak bisa melarang ketika sesuatu yang yang buruk itu akhirnya harus terjadi dan mebuat kita ketakutan hingga trauma. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana kita meresponinya setelah semuanya itu terjadi.
Pasca kejadian memang adalah masa-masa tersulit bagi kita. mungkin kita akan bertanya-tanya. Mengapa semuanya itu harus terjadi? Dimanakah Tuhan ketika peristiwa itu terjadi? Namun ketika sobat muda mau merenungkan, betapa sebenarnya lewat peristiwa-peristiwa yang menyakitkan itu, Allah punya rencana yang indah untuk kita. Nah, pada saat inilah biasanya kita mulai galau. Di tengah rasa galau, takut dan trauma yang dialami, hati dan pikiran kita mulai bicara. Mau terus dihantui rasa takut dan trauma, atau mau lepas dari semuanya itu, dan hidup bebas dari rasa takut dan trauma.
Nyatanya, kita memang ingin bebas dari takut dan trauma. Tapi kita enggan untuk bergerak dan berusaha untuk melepaskan diri dari semuanya itu. Akibatnya, ya, kita jadi terus dikuasai oleh trauma dan ketakutan. Mau keluar rumah takut. Mau ke pelayanan takut. Mau hidup normal pun jadi takut dan trauma. Kita lebih memilih dikuasai rasa takut dan trauma itu ketimbang meenguasainya dan hidup merdeka.

He gave the freedom
Guys, sebenarnya Tuhan Yesus nggak kepengin kita hidup terus menerus dalam lingkaran ketakutan dan traumatik. Ia memberikan kuasaNya agar kita bebas dari rasa takut dan trauma. Syaratnya cuma  kasih dan pengampunan. Kalau kita mau mengampuni dan melepaskan apa yang sudah terjadi, apa yang membuat kita takut dan trauma, pasti nggak akan sulit untuk lepas dari semuanya itu. Pastinya pengampunan itu dapat diberikan kalau kita mau mengasihi. Tanpa kasih, sulit bagi kita untuk dapat mengampuni dan menghilangkan rasa takut serta trauma yang dialami. Ingat lho, firman Tuhan pernah bilang, “Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan;” (1 Yohanes 4:18a).
Nah, mulai sekarang ayo kita bangkit dan melepaskan diri dari belenggu ketakutan serta trauma. Amsal 18:14 memberikan nasehat, “Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah.?” Kalau kita nggak punya semangat, kita nggak bisa lepas dari penderitaan karena dibelenggu rasa takut dan trauma. Ingatlah bahwa Allah sangat mengasihi kita, demikian juga dengan orang-orang yang mendukung di sekelilng kita. Jangan mau dikalahkan oleh rasa takut. Tapi ayo, kalahkanlah ketakutan itu, dan bebaskan diri dari rasa trauma, karena kita punya Allah yang lebih besar, yang sanggup menopang dan menolong kita.(ika)



(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi April 2013)


HE IS REALLY RISEN IN MY LIFE



Hari Minggu, 7 April 2013 lalu, M. Dwigusta Cahya, pemuda berusia 18 tahun yang tengah mengemudikan mobilnya mengalami kecelakaan. Mobilnya menghantam sebuah mobil lainnya hingga menewaskan  lima orang penumpangnya. Saat dinterogerasi oleh polisi, Cahya mengaku kalau ia memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi karena senang saja (detik.com, 9 April 2013). Beberapa waktu sebelum kecelakaan terjadi, Cahya pun pernah ’pamer’ kebiasaannya ngebut di jalanan dengan mengupload foto spedometernya yang menunjukkan angka 160 km/ jam di instagram (detik.com, 8 April 2013). Selain itu juga sebelumnya ia sempat mengupload foto dirinya tengah memegang botol minuman keras di belakang kemudi mobilnya.
Hmmm, nggak bisa dipungkiri kalau yang gaulnya anak muda sekarang nggak jauh-jauh sama ngebut, narkoba dan miras. Nggak terkecuali juga dengan kita, meski mungkin kita hidup dan tinggal di lingkungan religius sekalipun. Kenyataannya memang, nggak sedikit dari kita yang ngaku sangat cinta sama Tuhan, aktif melayani di gereja, tapi ternyata di luar kita masih hobi membahayakan diri sendiri dan juga orang lain dengan terlibat miras, narkoba, kebut-kebutan, dan justru malahan terlibat seks bebas. Alasannya sederhana. Bukankah miras, narkoba, dan ngebut adalah hal yang ’biasa’ di kalangan anak muda? So, ’wajar’, dong... namanya juga anak muda, masih labil. Justru rasanya nggak keren, deh, kalau anak muda itu nggak ngebut, nggak make narkoba, juga nggak minum miras. Waaahhh... masa iya, sih, jadi anak muda kudu seperti itu?

Gereja = Topeng
Kalau begitu, untuk apa, ya, selama ini kita ke gereja? Untuk apa, ya, selama ini kita kenal Yesus? Ya, karena saya orang Kristen, jadi harus ke gereja, dong. Masa orang Kristen nggak ke gereja, nggak aktif melayani di gereja? Hmm... kalau sudah begini, sama artinya kita jadi orang Kristen cuma Kristen KTP. Ke gereja dan aktif melayani pun nggak ubahnya seperti topeng. Kita kenal Yesus, tetapi nggak sungguh-sungguh mau mengikut Dia. Kita tahu bahwa Kristus mati dan bangkit untuk menebus dosa kita, tapi kita nggak mau bangkit dari dosa.
Sobat muda, terkadang kita suka merasa kalau menjadi orang Kristen itu mudah. Asal kita rajin ke gereja dan aktif melayani, cukup sudah. Guys, menjadi orang Kristen sebenarnya nggak semudah itu. Menjadi orang Kristen juga nggak cukup hanya dengan kita menjadi pengikutNya yang setia ketika berada di lingkungan gereja saja, tetapi saat berada di masyarakat umum, di luar lingkungan gereja pun kita justru harus menunjukkan bagaimana sesungguhnya pengikut Kristus itu semestinya hidup.  
Firman Tuhan dalam Matius 5:14-16 sudah mengingatkan kita, Kamu adalah terang dunia... Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” Nah, kalau ternyata dalam hidup kita sehari-hari masih bergaul dengan dosa yang menurut kita adalah hal yang ‘biasa’ dilakukan oleh anak muda sekarang, bagaimana mungkin kita menjadi terang bagi orang-orang di sekitar kita? Bagaimana mungkin kita dapat menunjukkan bahwa Kristus sungguh-sungguh telah bangkit dan hidup di dalam diri kita?

No More Wounds
Kalau kita nonton film The Passion Of The Christ, kita bisa melihat gimana gambaran sakit, pedih dan pahit serta getirnya luka demi luka yang harus Tuhan Yesus rasakan dan terima hanya demi menebus segala dosa kita. Kita bisa dengan mudahnya menangis tersedu-sedu ketika menonton film tersebut. Tapi bisakah kita menangis tersedu, ketika kita berbuat dosa dan sadar bahwa semuanya itu ternyata telah membuat kita menyalibkan Kristus untuk yang kedua kalinya?
Kalau kita tahu bahwa tingkah polah kita yang sering menganggap enteng kebiasaan anak muda sekarang seperti mengkonsumsi narkoba dan miras, seks bebas, kebut-kebutan, suka melawan orangtua, dan lain sebagainya, adalah sesuatu hal yang membuat Kristus harus tersalib lagi, ayo mulai sekarang kita bertobat. Tunjukkan bahwa kita mau berubah. Tentunya kita nggak mau pengorbananNya di kayu salib jadi sia-sia karena kita bandel dan nggak mau bertobat. Tunjukkanlah bahwa kita bukan pengikut Kristus yang hanya sekedar nampang di KTP belaka. Tapi kita mau menunjukkan lewat sikap hidup sehari-hari, bahwa Kristus sungguh-sungguh telah bangkit di dalam kehidupan kita. Selamat Paskah.(ika)



(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi April 2013)