Senin, 31 Agustus 2015

BERSAMA KITA BISA



Sudah menonton iklan televisi sebuah produk susu anak dengan tagline “Berdua jadi hebat” ? Di iklan tersebut digambarkan bagaimana dua orang anak kecil bersama-sama membereskan mainan mereka yang berantakan, sehingga lebih cepat diselesaikan. Di segmen yang lain digambarkan pula seorang kakak yang tengah menalikan sepatu adiknya. Sedikit kesulitan, sang adik kemudian membantu kakaknya dengan menekan bagian tengah tali sepatunya, sehingga si kakak lebih mudah untuk mengaitkan tali sepatunya.
                Bekerja sama dengan orang lain ternyata lebih indah bukan? Meski mungkin kenyataannya nggak seindah dan semudah yang dibayangkan. Saat kita saling bekerja sama, setidaknya ada dua kepala, dua keinginan, dua harapan, yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya. Bukan nggak mungkin perbedaan ini bukannya bikin semuanya jadi indah, tapi malah bikin susah, karena tidak ada yang mau mengalah.

Bersama membuat perbedaan
                Buat yang terbiasa ngerjain apa-apa sendiri, yang namanya berbagi sesuatu, entah itu tugas atau apapun juga, terkadang ngerasa malah bikin ribet kalau harus ngerjainnya bareng-bareng sama orang lain. Tapi tahu nggak, sih, kalau ternyata dengan mengerjakan segala sesuatu bersama-sama, ternyata ada something different yang mungkin bikin kita jadi keheranan sendiri.
Pertama,  kalau ngerjain sesuatu sendiri, apa-apa mesti dipikirin sendiri. Sampai kadang kalau ada sesuatu yang sebetulnya bisa mempermudah kita buat menyelesaikannya, berhubung kitanya nggak kepikiran sampai kesitu, akhirnya kita pun jadi pusing sendiri. Coba kalau kita kerjakan bersama-sama dengan orang lain, sesuatu yang nggak kepikiran di kepala kita, bisa jadi tercetus dari rekan kita. Ada teman yang bisa kita ajak saling berbagi dan bertukar pikiran. Jadinya kita nggak perlu lagi pusing-pusing sendiri karena ada teman yang bantuin mikir.
Kedua, kerjaan jelas lebih cepat diselesaikan, karena ada partner yang bantuin kita. Coba kalao kita kerjain sendiri. Misalnya harus angkut-angkut barang, kalau ada temannya kita pasti akan terbantu dan nggak capek sendiri. Yang jelas makin mempersingkat waktu kalau kita ngerjain sama-sama orang lain. Kita pun juga nggak wasting time hanya karena ngoprek satu kerjaan yang nggak kelar-kelar gara-gara dikerjain sendiri.
Ketiga, kalau harus ngerjain sesuatu sendiri, apalagi yang bukan bidangnya, jelas butuh waktu yang lama buat menyelesaikannya. Beda cerita kalau ada teman yang membantu. Siapa tahu ternyata di lebih expert, jadinya tugas bisa dikerjain bareng-bareng dengan lebih cepat, sesuai dengan keahlian masing-masing.
Dalam Alkitab, contoh nyata yang bisa kita lihat dari bekerja bersama adalah saat Yosua harus memimpin bangsa Israel berperang melawan orang Amalek (Keluaran 17). Yosua tak mungkin menang jika Musa tidak mengangkat tangannya terus menerus. Sementara itu, Musa pun tidak akan kuat mengangkat tangannya terus jika tidak ada bantuan dari Harun dan Hur yang membantu Musa dengan menopang kedua tangannya. Akhirnya, kerjasama mereka pun membuahkan hasil dengan kemenangan Israel atas orang Amalek. Bayangkan saja jika Musa lelah mengangkat tangannya, dan Harun serta Hur mogok bantuin Musa. Jelas Yosua dan bangsa Israel akan kalah melawan orang Amalek.

Ada beda... tapi...
                Memang, bekerja bersama-sama dengan orang lain pasti ada yang namanya potensi konflik. Saling nggak cocok pendapat, egoisme hingga rasa iri yang muncul bisa saja menghampiri, sehingga membuat tugas yang seharusnya diselesaikan bersama jadi berantakan. Namun semuanya itu bisa dijembatani dengan yang namanya toleransi. Kerendahan hati serta kemauan dari diri kita untuk saling mengalah dan menghargai pendapat orang lain menjadi kunci suksesnya sebuah kerja yang dilakukan bersama-sama dengan orang lain.
                Di atas semuanya itu, kasih adalah hal yang paling utama sebagai kunci sukses sebuah kerjasama (Kolose 3:14). Jika kita mengasihi orang-orang yang bekerja bersama-sama dengan kita, yang namanya iri hati, egoisme, beda pendapat, akan dengan dengan mudah disingkirkan. Satu nasehat penting disampaikan oleh Paulus, agar sebuah kerjasama dapat terjalin dengan baik. “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus. (Galatia 6:2). Jika kita mau saling menolong dengan tulus hati, sebuah apapun masalah ataupun tugas yang tengah dihadapi akan dapat terselesaikan dengan baik. Happy working together...


(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Agustus 2015)
 

BE A GOOD FRIEND



Timothy suntuk. Siang ini ia baru saja bertengkar dengan Andreas, sahabatnya. Andreas marah padanya, karena ia tak mau mendukung Andreas untuk memusuhi Stanley. Stanley belum lama ini ketahuan merebut Rita, pacar Andreas. Jelas kejadian ini bikin Andreas murka dan dendam banget sama Stanley. That’s why Andreas mati-matian membujuk Timothy untuk ikutan membenci Andreas. Sayangnya Timothy ogah menuruti permintaan Andreas. Timothy malah menasehati Andreas untuk    melupakan semuanya. Setidaknya, kejadian itu membuktikan bahwa Rita bukanlah cewek yang baik buat Andreas. Seharusnya Andreas bersyukur karena Tuhan sudah nunjukinnya dari sekarang, nggak nanti-nanti ketika mereka sudah nikah. Begitu menurut Timothy. Sayangnya Andreas nggak sependapat. Andreas malah menganggap Timothy nggak setia kawan dan malah lebih ngebelain Stanley dan Rita. Inilah yang membuat Timothy suntuk. Ia berusaha menjadi sahabat yang baik buat Andreas, namun justru mendapat reaksi yang nggak diharapkan.

Wise... or... Worse
Guys, pernah nggak menghadapi kejadian seperti ini? As a best friend, kita mencoba ngasih solusi yang baik buat sohib kita, eh... nggak tahunya malah dimusuhin sama sohib. Menjadi sahabat yang baik memang gampang-gampang susah, ya. Nyatanya, sebagai sahabat tanpa disadari kita seringkali lebih menjadi sahabat yang ‘mendukung’ perbuatan yang salah sohib  kita. Betul, nggak? Misalnya saja, ketika tahu sohib kita ternyata mulai mengkonsumsi narkoba, bukannya mengingatkan tapi kita justru menjauhinya karena takut disangka terlibat narkoba juga. Bahkan kita cenderung membiarkannya, karena merasa itu bukan urusan kita.
Saat senang, mungkin gampang buat kita berbela rasa dengan sahabat. Tapi saat susah? Ternyata nggak semudah itu. Yang terutama ketika sahabat kesusahan. Bukannya mendorong sahabat agar move on dari kesulitan yang dihadapi, tapi kita justru ‘mendorongnya’ makin terpuruk dalam kesulitannya. Masih ingat dengan kasus terbunuhnya Mia Nuraini? Gara-gara nggak bisa move on dari mantan pacarnya, seorang pemuda berinisial ‘A’ bersama teman-teman satu gank-nya nekat mengeroyok dan melukai Mia yang tengah berboncengan sepeda motor dengan Sony, pacar barunya.  Ironisnya, sebagai sahabat, seharusnya teman-teman ‘A’ dapat menasehati dan mencegahnya melakukan tindak bodoh. Sebaliknya, atas nama solidaritas mereka justru membantu ‘A’ untuk berbuat kriminal pada Mia, dan akhirnya mereka semua harus berakhir di penjara.

In joy and sorrow
                “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” (Amsal 17:17). Namun ketika sahabat kita mengalami kesusahan, bukan berarti kita lantas mengumandangkan solidaritas yang keliru, seperti yang dilakukan oleh teman-teman A di atas. Susah senang memang mestinya dijalani bersama sebagai sahabat. Bukan salah benar mesti dijalani bersama sebagai sahabat. Masih ingat dengan persahabatan Amnon dan Yonadab (II Samuel 13)? Saat Amnon jatuh cinta pada saudaranya sendiri, Yonadab justru memberi nasehat yang menyesatkan pada Amnon, hingga akhirnya tragedi penodaan terhadap Tamar pun terjadi..
Menjadi sahabat yang baik adalah ketika sahabat kita senang, kita pun turut bersukacita bersamanya, dan bukan iri hati atas kebahagiaannya. Sahabat yang baik adalah, ketika sahabat kita susah, kita selalu ada disampingnya, menghibur, menguatkannya, dan yang terpenting adalah selalu mendoakannya. Saat sahabat kita salah, kita pun harus berani menegurnya agar ia sadar dan tidak semakin jatuh dalam kesalahannya. Sebaliknya, saat kita melakukan kesalahan dan sahabat kita menegur, hendaknya kita juga bisa berbesar hati untuk mau menerima kritik, masukan dan bahkan teguran dari sahabat kita. Apalagi kalau teguran itu justru untuk membangun kita. Itu artinya sahabat kita sungguh-sungguh mengasihi kita, karena ia tidak mau kita makin jatuh dalam kesalahan yang sudah kita buat.
Well guys, apapun itu kehadiran sahabat selalu memiliki arti lebih dalam kehidupan kita. Namun kita tetap harus aware juga. Jangan sampai kita punya sahabat yang menyesatkan seperti Yonadab, atau bahkan kita sendiri menjadi sahabat yang menyesatkan. Remember, Paulus dalam I Korintus 15:33 sudah mengingatkan, “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” Sekarang tinggal kita sendiri yang memutuskan, mau jadi sahabat yang baik, atau jadi sahabat yang menyesatkan. Atau,  apakah kita mau memilih mengikuti sahabat yang baik, atau sebaliknya mengikuti sahabat yang menyesatkan. Semua pilihan itu, ada pada kita sendiri.

(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Agustus 2015)