Senin, 29 Februari 2016

BULLY... OH... BULLY







Belum lama ini, mentalis Deddy Corbuzier  ramai diberitakan telah menangkap salah seorang haters yang kedapatan membullynya di instagram. Bukan sekali ini saja, beberapa bulan sebelumnya Deddy pun juga pernah menangkap salah seorang hatersnya yang mirisnya adalah seorang pelajar SMK. Nyatanya bukan hanya seorang Deddy Corbuzier saja yang harus berurusan dibully haters. Bahkan boleh dibilang hampir nggak ada artis yang ngerasain nggak punya haters dan nggak pernah dibully haters. Yang cukup memprihatinkan lagi, bukan hanya artis saja yang jadi sasaran bully para haters. Orang biasa yang bukan artis, bukan hanya teman, tapi bahkan juga orang yang nggak dikenal pun bisa jadi sasaran bully dan punya haters.
Media sosial kini bukanlah hal yang asing buat anak muda. Bahkan seolah jadi ‘tuhan’ baru yang wajib dimiliki oleh setiap orang. Nggak punya sosmed, nggak gaul. Kira-kira gitu, deh, doktrinnya. Bukan cuma buat sekedar pamer aksi selfi-selfian belaka, tapi belakangan trend kepoin bahkan stalkingin sosmed orang lain, apalagi seleb yang jadi idola juga kian marak. Sayangnya, aksi kepo hingga stalking ini belakangan kian menjadi-jadi hingga berujung pada bullying.

Dari kepo ke bully
Guys, ngaku, deh, berapa banyak di antara kita yang nggak kepo sama sosmed teman, sohib, apalagi gebetan, pacar atau malah mantan pacar yang diam-diam masih dicintai? Sedikit banyak mungkin meski ngakunya dalam hati, harus diakui kalau sometimes kita suka kepoin sosmed orang lain. Apalagi kalau yang dikepoin itu artis idola yang lagi digandrungi banget. Rasanya kita jadi kepengen tahu apapun kegiatan mereka, dan nggak mau ketinggalan update terkini segala sesuatu tentang mereka.
Apapun motivasinya, sepanjang masih hanya sekedar kepo semata mungkin nggak terlalu jadi masalah. Yang jadi masalah adalah ketika kita mulai berkelakuan lebay bin alay, dalam artian emosi jadi mulai terlibat ketika kita nggak suka sama orang yang lagi dikepoin. Entah tingkah laku atau perbuatannya yang bikin kita jadi nggak tahan untuk berkomentar hingga berujung twitwar dan bullying. Awalnya mungkin kita hanya tergelitik berkomentar karena iseng belaka. Tapi lama-lama saat emosi mulai bermain, darah muda kita seolah nggak mau kalah ketika komentar kita mendapat tanggapan. Inilah yang membuat sobat muda seringkali kemudian terjebak dalam twitwar panas yang berujung bullying. Nah, kalau nggak hati-hati, bisa-bisa kita dijerat UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) yang bukan nggak mungkin bikin kita dijebloskan ke dalam penjara.

It’s not our style
Sobat muda, mau kepoin atau stalkingin sosmed orang lain semata-mata karena iseng atau sekedar buat update info memang sah-sah saja. Tapi jadi bermasalah ketika kita jadi mulai ngatain, ngegosipin, hingga akhirnya terlibat dalam perang kata-kata yang cenderung berujung saling bully. Disinilah celah titik lemah kita, yang tanpa sadar membuat kita jatuh ke dalam dosa. Tanpa disadari, kita telah digiring oleh keinginan dan hawa nafsu untuk ‘meladeni’ komentar orang lain yang bernada miring, hingga akhirnya jatuh ke dalam dosa.
Mungkin kita berpikir, ah, masak, sih, kita bisa berdosa hanya gara-gara kepo? Jelas bisa! Dari kepo, kita mulai ngomongin sampai ngegosipin orang lain yang enggak-enggak, bikin kita jatuh dalam dosa pergunjingan. Selain wasting time, ngebully nggak bikin kita jadi pintar, tapi malah makin menjerumuskan dalam perkataan yang sia-sia.Padahal jelas firman Tuhan mengingatkan kita, “Jangan mengucapkan saksi dusta tentang sesamamu.” (Keluaran 20:16). Apalagi jika kita menjadi “seorang saksi dusta yang menyembur-nyemburkan kebohongan dan yang menimbulkan pertengkaran saudara.” (Amsal 6:19).  Itu baru soal ngegosipin. Nah, kalau ternyata kita mulai terjebak emosi dan terlibat twitwar berujung bullying, dengan tegas Amsal 14:21a mengungkapkan “Siapa menghina sesamanya berbuat dosa, ...”
That’s why guys, kita kudu lebih hati-hati lagi saat bersosmed. Om Paulus pun sudah mengingatkan kita supaya nggak menghakimi bahkan menghina orang lain. Bagaimanapun juga, kelak kita harus mempertanggungjawabkan semuanya itu di hadapan Tuhan (Roma 14:10-13). Jangan biarkan hawa nafsu menguasai kita saat bersosmed, sehingga bikin jatuh dalam dosa. Kalau kita sudah mengaku sebagai pengikut Kristus, bullying bukanlah gaya hidup kita sebagai anak muda kristen. 
So, mulai sekarang ayo kita merubah cara kita bersosial media. Mulai tinggalkan kebiasaan ngebully orang lain di sosmed, agar kita tidak menjadi orang-orang yang mendatangkan kutuk bagi orang lain. Belajar lebih bijaksana dalam menggunakan sosial media, supaya kita jadi orang-orang yang mendatangkan berkat bagi orang lain.
 


(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Februari 2016)

AKU TIDAK TAKUT !!!


Hari ini adalah hari pertama Riska mengikuti Ujian Akhir Nasional (UAN). Perasaan galau, takut, kuatir, semuanya campur aduk meliputi seluruh hatinya. Jelas Riska takut. Takut kalau dia tidak bisa mengerjakan soal-soal ujian. Takut kalau tidak lulus. Takut kalau mengecewakan orangtua yang sudah susah payah membiayai sekolahnya. Apalagi Riska bukanlah tergolong siswa yang pintar. Meski sudah belajar mati-matian, nilainya selalu saja pas-pasan. Nggak heran kalau dirinya begitu ketakutan menghadapi ujian yang menentukan kelulusannya kali ini.
Sobat muda, setiap orang pasti pernah mengalami rasa takut. Nggak cuma seperti Riska yang takut karena akan menghadapi ujian nasional, seringkali ketika melakukan kesalahan, kita pun juga takut untuk mengakuinya. Takut kalau dimarahi, takut kalau di caci maki, dan berbagai alasan lainnya yang membuat kita enggan untuk menghadapinya.


Takut itu manusiawi
Ngomong-ngomong soal rasa takut, ternyata bukan cuma kita saja yang pernah mengalami rasa takut. Tuhan Yesus pun pernah merasa ketakutan yang amat sangat. Menjelang peristiwa penangkapan dan penyalibanNya, Yesus sudah tahu bahwa saatNya sudah tiba. Bahwa Ia harus menyerahkan nyawaNya sebagai untuk menebus dosa-dosa manusia. Meski Ia tahu bahwa BapaNya akan memberikan kekuatan, namun sebagai manusia, Yesus juga merasa takut menghadapi semuanya itu (Lukas 22 : 39-44). Bahkan karena rasa takut yang teramaat sangat, “Peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah.” (Lukas 22:44b).
Yup! Rasa takut itu memang manusiawi. Wajar kalau kita terkadang merasa takut akan sesuatu hal. Bahkan Yesus pun juga mengalaminya. Tetapi bukan berarti hidup kita lantas dikuasai dan dihantui oleh perasaan takut terus menerus. Karena inilah yang sangat disukai oleh Mang Iib. Ketika manusia merasa takut, biasanya kita cenderung tidak mau bergerak dari rasa takut. Kecenderungan untuk ‘membiarkan’ diri sendiri ditawan oleh rasa takut inilah yang akhirnya bikin kita jadi paranoid alias parno. Inilah yang tidak boleh dibiarkan. Ketakutan itu harus dilawan, supaya kita dapat maju dan dapat melanjutkan hidup. Kalau nggak mau move on dari rasa takut, bagaimana mungkin kita bisa meraih kesuksesan dan menjalani hidup yang lebih baik?

Bangun dan hadapi!
Melawan rasa takut memang gampang-gampang susah. Seringkali yang jadi masalah adalah bukan karena sobat muda nggak berani atau nggak mau melawan rasa takut yang dihadapi, tetapi kekuatiran yang berlebihan serta ketidakpedean kita yang bikin kita gagal move on dari rasa takut. Masih ingatkah sobat muda, bagaimana Elia juga nyaris gagal move on ketika Izebel memburunya untuk dibunuh ( 1 Raja-Raja 19). Namun setelah Allah memberikan penghiburan bagi Elia, bahwa Allah tetap akan menyelamatkan tujuh ribu orang Israel yang tidak ikut-ikutan menyembah baal, Elia mendapatkan kekuatan baru untuk melangkah dan kembali pada panggilannya.
Begitu juga dengan kita. Gara-gara terlalu kuatir, kita pun jadi susah move on dari  rasa takut. Guys, tiap kali kita ngerasa takut dan ngerasa bakal susah move on, always remember kalau kita nggak pernah sendiri. “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu.” (1 Petrus 5:7). Allah bakal selalu menjadi back up kita setiap kali rasa takut itu datang menghampiri. Rasa kuatir yang terus menerus dan berlebihan nggak bakal bikin kita bisa move on dari rasa takut.
Sama seperti Yesus dan Elia ketika merasa takut dan kuatir melanda, yang mereka lakukan datang kepada Allah dan menyerahkan segala ketakutan dan kekuatiran mereka kepadaNya. Kita pun yang ngaku sebagai orang kristen hendaknya meneladani mereka. Tiap kali didera rasa takut dan kuatir, nggak perlu cari-cari perlindungan ke tempat lain karena kita punya sandaran yang sangat kuat, yaitu Allah yang sanggup memberikan perlindungan dan kekuatan bagi kita (Mazmur 62:8-9).
               Ada action yang dibutuhkan ketika kita dibelenggu rasa takut. Datang kepada Tuhan dan menyerahkan semua ketakutan dan kekuatiran kita kepadaNya. Percayalah bahwa Allah pasti akan memberi kekuatan buat kita untuk melangkah. Next step, kita harus bangun dan berani menghadapi segala ketakutan itu. Ingat dan percaya bahwa Allah akan selalu menyertai dan tidak akan pernah meninggalkan kita Nah, apalagi yang harus kita kuatirkan? Ayo, kita bangun dan hadapi segala ketakutan itu bersama dengan Allah.  



(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Februari 2016)