Senin, 28 Februari 2011

THE OPEN BOOK


Ruben. Begitulah ia biasa disapa. Hampir seluruh jemaat di GKI Gejayan Yogyakarta mengenalnya. Dari sekolah minggu sampai lansia, tak ada yang tak kenal Ruben. “Selamat pagi… selamat hari minggu… selamat beribadah… Tuhan Yesus memberkati…” Mungkin hanya kata-kata penyambutan itulah yang selalu diucapkannya di setiap hari minggu, menjelang ibadah minggu dimulai. Namun sapaan hangat dan senyum manisnya kepada seluruh jemaat itulah yang selalu diingat oleh semua orang. Padahal Ruben masih sangat muda. Jarang sekali ada anak muda yang sangat akrab dengan seluruh jemaat.
Sayang, di usianya yang masih muda pula Tuhan memanggilnya. Penyakit yang dideritanya sejak lama, akhirnya membawa Ruben kembali pada Bapa. Akan tetapi Ruben telah meninggal jejak-jejak manis di hati semua orang. Melalui sikap dan perbuatannya, setiap orang dapat melihat bahwa Kristus sungguh-sungguh hidup di dalam kesehariannya. Lalu bagaimanakah dengan kita? Sebagai anak muda seringkali kita merasa kesulitan untuk menjadi anak muda yang hidupnya sungguh-sungguh menjadi teladan Kristus. Jangankan menyapa seluruh jemaat seperti halnya yang dilakukan Ruben, menyapa teman sendiri saja kadang-kadang suka males. Apalagi kalo pas lagi musuhan. Jangankan menyapa, nengok aja juga males.

THE CONSEQUENCE
Menjadi anak Tuhan memang gampang-gampang susah. Jadi gampang kalau kita mau nurut sama semua perintah-perintahNya. Nah, susahnya, ya, kalau ternyata apa yang Allah mau untuk kita perbuat, ternyata bertentangan dengan keinginan hati kita. Wah… kalau sudah begini, hati rasanya ingin berontak saja. Masa, iya, sih, Tuhan nggak bisa mengerti maunya kita?
Sobat muda, ketika kita memutuskan untuk mengikut Kristus, kita semestinya sudah harus siap dengan segala konsekuensinya. Bahwa ada salib yang harus kita pikul sebagai pengikut Kristus. Nggak hanya itu, hidup kita sebagai orang Kristen secara otomatis bakal jadi sorotan. Kalau kita nggak hidup benar seturut dengan firman Allah, dengan mudahnya orang akan berkata, “Orang Kristen, kok, seperti itu, ya?”
Ingat, lho, hidup kita ini ibaratnya seperti kitab yang terbuka. Semua orang pasti akan melihat segala tingkah laku kita. Kalau kita hidup seturut dengan firman Allah, orang akan melihat Kristus melalui tingkah laku dan tutur kata kita, dan secara otomatis nama Tuhan pun dimuliakan. Sebaliknya, ketika kita nggak mau taat akan Allah, nama Tuhan pun bisa dipermalukan, hanya gara-gara kelakuan kita yang nggak sesuai dengan firman Allah. Matius 5:16 mengingatkan, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."

USE OUR LIGHTMETER
Kalau di dunia fotografi kita mengenal ada alat yang namanya lightmeter, yaitu sebuah alat untuk mengukur intensitas cahaya. Maka di dalam kehidupan sehari-hari, kita juga membutuhkan “lightmeter” yaitu Firman Tuhan, untuk dapat melihat apakah hidup kita sudah sungguh-sungguh memancarkan kasih Kristus ataukah belum. Kalau selama ini kita merasa cukup dengan menjadi anak Tuhan yang nge-flat alias yang standar, pokoknya yang penting rajin ke gereja dan nggak menyimpang dari firmanNya, ayo mulai sekarang kita belajar untuk melakukan lebih dari itu. Mulailah berfikir, sudahkah hidup kita ini sungguh-sungguh telah menjadi berkat bagi orang-orang di sekeliling kita. Ketika hidup kita menjadi berkat bagi orang lain, secara otomatis orang lain akan melihat bahwa Kristus sungguh-sungguh hidup dalam kehidupan kita. And  of course, itu akan menjadi kesaksian bagi orang lain.
Sebab itu, ayo, mulai sekarang rubah sikap hidup kita yang selama ini biasa-biasa saja dan hanya mementingkan diri sendiri. Mulailah belajar untuk mempergunakan masa muda kita dengan melakukan hal-hal yang membuat hidup kita lebih bermakna. Bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain. Bukan sesuatu hal yang mudah memang untuk memulainya. Tetapi ketika kita mau mencobanya, tentu saja akan membawa perubahan yang sangat berarti bagi kita, juga orang-orang di sekitar kita.q(ika)     (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Februari 2011)



tulisan ini didedikasikan khusus untuk sahabatku terkasih, Alm. Ruben Rumbiak

STOP BLAMMING YOUR NEIGHBOURHOOD!


“Ini pasti gara-gara lingkungan rumahnya sarang narkoba, jadinya gampang ketularan jadi pecandu, deh…” Nggak sekali dua kali kita sering mendengar kalimat-kalimat semacam ini. Bukan hanya mendengar orang lain berbicara demikian, tapi seringkali kita juga suka menyalahkan lingkungan sekitar kita. Menyalahkan situasi dan lingkungan yang buruk, yang membuat kita nggak bisa berbuat apa-apa. Tapi tahukah sobat muda, selalu menyalahkan keadaan ternyata nggak menyelesaikan masalah?

LOOK AT SAMUEL!
Dibilang menyebalkan, tentu saja sangat menyebalkan. Berharap dapat tinggal di rumah Tuhan dengan segala keramahan dan kesuciannya. Tapi yang ditemukan justru segala macam penipuan dan  kejahatan-kejahatan. Itulah yang harus dialami Samuel muda. Nyatanya ia mendapati keluarga Imam Eli yang berkelakuan buruk dan jahat, sampai-sampai Alkitab sendiri  menyebut mereka dursila (1 Samuel 2:12).
Namun Samuel mampu menunjukkan bahwa ternyata nggak selamanya lingkungan akan mempengaruhi seseorang. Sekalipun lingkungan sekitarnya buruk, tapi Samuel mampu menunjukkan bahwa dirinya dapat tetap mempertahankan hidupnya tetap bersih dan jujur di hadapan Allah. “Tetapi Samuel yang muda itu, semakin besar dan semakin disukai, baik di hadapan TUHAN maupun di hadapan manusia.” (1 Samuel 2:26). So, siapa bilang lingkungan yang buruk  akan selalu mempengaruhi seseorang hingga jadi buruk juga? Samuel telah membuktikannya.

BIG CHALLENGE!
Well guys, memang terkadang kita merasa sudah patah arang dan nggak pede ketika berhadapan dengan situasi lingkungan kita yang buruk dan sama sekali nggak mendukung kita untuk menjadi baik. Kalau belum-belum kita sudah menyerah dengan situasi dan terus menerus menyalahkan keadaan, kita memang nggak akan pernah jadi baik dan membiarkan diri terjerumus dalam situasi yang ada. Memang nggak gampang untuk menjadi baik, di saat keadaan sekeliling kita justru sangat buruk. Akan tetapi ketika mampu melakukannya, kita telah melakukan suatu perubahan besar. Bukan hanya perubahan dalam diri kita saja, tetapi perubahan dalam lingkungan kita juga.
Satu hal yang harus diingat. Tidak selamanya lingkungan yang buruk akan melahirkan hal-hal yang buruk juga. Sebaliknya, nggak selamanya juga lingkungan yang baik akan melahirkan hal-hal yang baik juga. Semuanya itu bergantung dari diri kita masing-masing. Kita semua diberikan dua pilihan dalam menghadapi semuanya itu. Mau dipengaruhi, atau mau mempengaruhi. Saat kita mau dipengaruhi, artinya kita menyerah pada lingkungan yang memang sudah demikian. Tetapi ketika kita mau mempengaruhi, ada suatu usaha dari diri kita untuk membuat perbedaan. Ada kemauan untuk belajar dari pengalaman yang ada. Bahwa kita tahu lingkungan yang buruk seringkali membuat kita terpengaruh untuk melakukan hal-hal yang buruk juga. Namun dari pengalaman itulah kita mau melakukan perubahan. Kita mau justru berusaha untuk menjadi baik, meskipun lingkungan sekitar kita tidaklah mendukung untuk menjadi baik. Anggaplah ini sebagai sebuah kesempatan besar untuk dapat membuktikan bahwa kita mampu untuk membuat sebuah perubahan.
Nah, tunggu apalagi. Jangan biarkan diri kita tetap berkubang dalam situasi buruk yang ada. Ingatlah bahwa tidak ada satu situasi pun yang buruk di hadapan Allah. Segala kondisi, bahkan yang terburuk sekalipun menurut kita, tetap dapat digunakan Allah untuk menjadi berkat. Bukan hanya untuk kita saja, tapi juga untuk orang lain. Ingatlah juga, bahwa Allah sanggup melakukan apapun juga demi mencapai tujuan-Nya yang sangat sempurna bagi kehidupan kita.q(ika)            (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Februari 2011)