Senin, 10 Desember 2012

NATALAN DI GEREJA... MASIH PERLU, NGGAK, YA?



Nggak terasa sudah bulan Desember lagi. Itu artinya kita bakal ngerayain Natal (lagi). Praktis kita pun bakalan disibukkan dengan aneka macam persiapan untuk menyambut Natal. Baju baru, sepatu baru, pohon natal, sampai dandanan terbaru. Yang pasti kita juga bakal sibuk nyiapin aneka acara buat ngerayain Natal. Latihan koor, drama, tari, de el el buat ngisi acara Natal di gereja. Sampai tanpa disadari, kegiatan-kegiatan tersebut bikin kita jadi bosan karena sepertinya sudah menjadi sebuah rutinitas akhir tahun belaka.
Nah, gara-gara merasa bosan dengan rutinitas aktifitas Natal inilah yang kemudian membuat sebagian anak muda (dan mungkin saja termasuk kita), yang mungkin berpikir untuk merayakan Natal dengan cara yang berbeda dari biasa. And then, pilihan pun jatuh pada berbagai macam christmas party event yang digelar di berbagai hotel, club, mal, dan sejumlah tempat-tempat hiburan.

Salah, Nggak, Sih?
Awalnya mungkin kita akan merasa ’bersalah’ karena sudah memilih meninggalkan gereja dan lebih menikmati event christmas yang digelar. Tapi kemudian kita jadi ’menghibur’ diri sendiri dengan mengatakan, ”Ah, toh, masih sama-sama merayakan Natal juga, kan...” Tapi sebenarnya, mestikah kita bersikap seperti ini? Salah, nggak, sih, kalau kita merasa bosan dengan perayaan Natal yang sudah menjadi ’tradisi’ seperti itu?
Sebagai manusia biasa, wajar kita merasa bosan akan sesuatu hal yang mungkin sudah menjadi rutinitas. Akan tetapi ketika kita sudah mulai bosan dengan Natal, hmmm... mungkin patut dipertanyakan lagi pada diri sendiri, apa, sih, motivasi kita sesungguhnya dalam merayakan Natal? Ketika menyambut Natal tanpa menyadari bagaimana Allah telah rela memberikan diriNya demi keselamatan kita, kita pun tengah melupakan kasih Allah.
Yang pasti, akan menjadi salah ketika kita sudah melupakan makna Natal yang sesungguhnya. Lupa bagaimana besarnya pengorbanan dan kasih Allah, yang rela turun ke dunia untuk menyelamatkan manusia. Dengan mudahnya kita melupakan semuanya itu, hanya karena merasa bosan dan ingin menggantikannya dengan sesuatu yang lain, yang lebih menyenangkan diri kita dan bukan untuk menyenangkan hati Allah.

Never Say Not Necessary
Kalau ditanya masih perlu nggaknya kita ngerayain Natal, jelas jawabannya perlu banget. Terkadang di antara rutinitas dan kesibukan sehari-hari, kita justru lupa akan moment bagaimana Allah sudi turun ke bumi untuk mengentas kita dari dosa. Dengan hadirnya perayaan Natal, kita kembali diingatkan, betapa besarnya kasih Allah kepada kita. Sebagaimana diungkapkan oleh Firman Allah dalam Yohanes 3:16, ”Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.”
Well guys, sebenarnya kalau kita punya hubungan yang sangat dekat dengan Allah, kejenuhan dan kebosanan itu akan jauh dari kita. Sebab ketika kita punya hubungan yang intim dengan Allah, kita akan selalu diingatkan akan besarnya cinta kasih Allah pada kita. Nah, kalau saat ini kita mulai merasa bosan ataupun jenuh dalam menjalani rutinitas menjelang Natal, ayo refresh kembali hati dan jiwa kita. Ingatlah kembali betapa besarnya cinta kasih Allah pada kita, melalui perenungan dan saat teduh pribadi yang lebih intens lagi. Selain itu, saat kejenuhan itu melanda, justru jangan membuat kita makin menjauh dari persekutuan dan bahkan ibadah. Karena ketika kita menjauh, itulah kesempatan bagi Mang Iib untuk membuat kita makin tertarik untuk menjauh dari kasih karunia Allah. Merry Christmas!(greesika) 




(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Desember 2012)

HARUSKAH KITA MEMAAFKAN MASA LALU?



Menjelang penghujung tahun, banyak orang (termasuk mungkin kita di dalamnya) yang seringkali melakukan kontemplasi. Kita merenungkan dan mengingat kembali seluruh perjalanan hidup yang sudah dilalui sepanjang tahun ini. Biasanya kita melakukannya sebagai pijakan dan motivasi untuk menjalani hidup yang lebih baik lagi di tahun yang baru nanti. Ada banyak kejadian yang sudah kita alami sepanjang tahun. Baik itu kejadian yang menyenangkan maupun yang sangat menyakitkan. Semuanya itu mewarnai kehidupan kita dalam satu tahun yang hampir berlalu ini.
Nah, masalahnya, terkadang ketika kita sudah mantap untuk hidup lebih baik lagi di tahun yang baru nanti, kita kerap dibayang-bayangi oleh masa lalu yang tidak menyenangkan dan bahkan menyakitkan buat kita. Semuanya terjadi karena kita tidak mau memaafkan apa yang terjadi di masa lalu, dan itulah yang seringkali membuat kita kesulitan melangkah di masa depan.

I forgive... but not forget
Sebagai contoh, tahun lalu mungkin ada di antara sobat muda yang diputusin pacar dengan cara yang sangat menyakitkan. Nah, mungkin saat ini kita bisa mengatakan sudah memaafkan sang mantan. Tapi rupanya kita tidak melupakan apa yang pernah diperbuatnya, sehingga membuat kita jadi dendam dan apatis dalam menjalin hubungan lagi dengan orang lain. Tak jarang kita juga menyamaratakan semua orang dengan orang-orang yang pernah menyakiti kita. Akibatnya, kita sendiri yang membuat belenggu dan tanpa disadari, membuat diri kita semakin rapuh.
Manusiawi sekali memang ketika kita merasakan sakit dan sulit untuk melupakan. Terkadang kita sering beralasan, ”Kenapa harus dilupakan? Justru itu harus selalu diingat agar kita lebih berhati-hati biar nggak jatuh dalam kesalahan yang sama.” Well, memang benar, masa lalu yang menyakitkan justru harus menjadi pelajaran berharga agar kita lebih berhati-hati dalam melangkah ke depan. Tapi tahu nggak, sih, ketika kita nggak mau melupakan hal-hal yang menyedihkan serta menyakitkan itu, and then semuanya itu akhirnya membelenggu hidup kita. Kita jadi sulit mengambil keputusan, karena masih terikat dengan masa lalu, hingga akhirnya nggak ada sesuatu pun kemajuan dalam hidup kita.

I really... really forgive and forget
Sobat muda, masih ingat nggak dengan kisah anak yang hilang? (Lukas 15:20-24). Dalam kisah tersebut, kita bisa melihat bagaimana sang bapa mampu melupakan masa lalu. Ia sungguh-sungguh mengampuni anak bungsunya tanpa syarat. Ia bahkan tidak lagi mengingat perbuatan-perbuatan yang sangat menyakitkan, yang pernah dilakukan putra bungsunya itu. Sebaliknya, dengan tangan terbuka dan penuh sukacita, ia mau merangkul kembali putranya yang telah terpuruk itu.
Nah, bagaimana dengan kita? Kalau hari ini masih ada di antara masih ada yang terikat dengan masa lalu yang menyakitkan, dan semuanya itu membuat kita selalu sulit mengambil keputusan dan menjalani hidup yang lebih baik, ayo sama-sama belajar untuk melepaskannya. Belajar untuk mengampuni dan melupakan hal-hal yang telah lalu dan menyakitkan buat kita.
Kalau Allah saja mau menerima kita lagi dan melupakan segala dosa dan masa lalu kelam yang pernah kita buat, kenapa kita tidak? Selama kita mau berusaha dan senantiasa keep in touch dan membangun hubungan yang intim dengan Tuhan, niscaya kita akan sanggup melupakan masa lalu yang buruk dan selalu membelenggu kita. Yakin dan percayalah bahwa Allah sanggup menolong dan memulihkan kita, serta menopang kita untuk menjadi lebih kuat dalam menghadapi kehidupan di masa yang akan datang.(greesika)                                                                                                                              



(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Desember 2012)