Kamis, 31 Desember 2009

DON’T JUDGE BY IT’S COVER


Tak sekali dua kali ini Siska kehabisan uang. Sudah tiga bulan belakangan uang jajannya selalu ludes sebelum waktunya. Tak heran mamanya sering mengomel, bahkan sampai terpaksa menyita kartu ATM Siska. Selidik punya selidik, uang jajan Siska selalu habis buat acara ke salon, shopping barang-barang yang up to date, dan mentarktir teman-temannya satu gank-nya di resto atau kafe-kafe terkenal.  Padahal Siska baru duduk di kelas dua SMP. Saat ditanya sang mama, Siska akhirnya mengaku kalau ia takut dijauhi oleh teman-temannya gara-gara penampilannya dianggap nggak berkelas. Karena itulah Siska rela menghabiskan uangnya demi terlihat ‘wah’ di hadapan teman-temannya.
Sobat muda, mungkin nggak cuma Siska yang seringkali bersikap seperti ini. Kita sendiri pun juga kerap menilai diri kita sendiri, dan bahkan juga menilai orang lain hanya dari segi penampilan semata. Terkadang kita terlalu memuja ataupun memperhatikan sesuatu hanya dari penampilan luarnya semata, tanpa mau melihat lagi ‘isi’ di dalamnya. Padahal seringkali apa yang terlihat di depan mata ternyata sesuai dengan yang sebenarnya.

Not Just The Outer!
Guys, punya penampilan yang oke memang bukan sesuatu hal yang salah, kok. Bahkan memang kita harus selalu berpenampilan bersih dan rapi supaya tidak terlihat lusuh dan kurang menarik. Namun, bukan berarti kita lantas menjadikan penampilan adalah segalanya. Ada hal lain yang lebih penting dari sekedar penampilannya semata saja. Yup! Kepribadian kita. Inner beauty, begitu kata orang. Inilah yang seringkali kita lupakan. Kita cenderung hanya memperhatikan penampilan luar kita semata, bahkan sampai-sampai kita tidak menjadi diri sendiri hanya karenanya. Kita lupa bahwa kita punya kelebihan lain dalam diri kita, yang seharusnya dapat lebih dikembangkan lagi agar inner beauty kita dapat terpancar dan terlihat oleh orang lain.
Sobat muda, sejak awal Allah sudah menciptakan kita masing-masing dengan segala kelebihan dan kekurangan kita. Akan tetapi tentu saja Allah ingin kita dapat lebih mengembangkan segala potensi yang kita miliki supaya oleh karenanya kita dapat memuliakan Allah. Itulah sebabnya Ia mau agar hidup kita tidak terfokus pada penampilan lahiriah semata. Namun Ia mau agar kehidupan batiniah, begitu pula segala potensi dan kelebihan yang ada dalam diri kita pun dapat lebih dikembangkan (1 Petrus 3:4).

This is it!
 Itulah  sebabnya mulai sekarang kita harus introspeksi diri. Bahwa penampilan luar bukanlah segalanya. Namun yang terpenting adalah apa yang ada didalam diri kita sendiri. Bagaimana kita mengembangkan talenta serta potensi diri serta talenta yang sudah Allah karuniakan buat kita. Selain itu juga bagaimana kita membangun hubungan dengan Allah, agar hidup kita dapat memancarkan kasih Kristus bagi orang-orang disekeliling kita.
So, mulai sekarang, jangan terlalu sibuk mikirin urusan penampilan saja, ya. Tapi mulai sekarang kita harus mulai belajar untuk mengelola serta mengembangkan apa yang sudah Tuhan karuniakan pada kita, baik itu talenta, potensi, maupun bakat kita, juga sikap serta sifat sebagaimana yang dikehendaki Kristus, agar semuanya itu tak menjadi sia-sia. Nggak usah kuatir teman-teman bakal nggak ‘nengok’ kita hanya gara-gara nggak punya penampilan luar yang oke. Selama kita mampu menunjukkan unjuk gigi dengan inner beauty yang kita punya, teman-teman nantinya juga bakal datang dengan sendirinya, kok. Oke?q(ika)     (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Desember 2009)

SUKACITA DI TENGAH DERITA


Via bingung. Entah apa yang harus dilakukannya kini. Tak tahu di mana lagi ia dan keluarganya akan tinggal. Padahal dua minggu lagi natal tiba. Merayakan natal bersama-sama keluarga tercinta sudah terbayang di pelupuk mata sejak bulan Desember menjelang. Tapi apa daya... kebakaran besar yang melanda kompleks perumahannya pagi ini sudah meluluhlantakkan seluruh harapannya. Rumahnya ludes tak bersisa, dan Via pun harus kehilangan ibu serta adik bungsunya. Natal kali ini menjadi natal yang paling kelabu dalam hidup Via. Dunia pun seolah runtuh menimpanya.
Sobat muda, masa raya natal kerap kali diidentikkan dengan sesuatu yang seharusnya selalu indah, penuh sukacita, bahagia, dan menyenangkan. Akibatnya kita jadi terfokus hanya pada kemeriahan dan kegembiraan natal semata. Padahal di luar semua kemeriahan natal, tak jarang terselip serpihan-serpihan luka yang membuat kita seringkali merasa nelangsa dan kehilangan inti dari sukacita natal itu sendiri.

It’s not only yours!
Saat kita sedang mendapat kesusahan, apalagi menjelang natal seperti ini, tak jarang kita merasa menjadi orang yang paling menderita sedunia. Seolah-olah tak ada seorang pun yang bisa memahami dan semenderita kita. Apapun itu kesusahannya, baik yang baru diputusin pacar, ditinggalkan orang-orang terkasih, nggak lulus ujian, dan lain sebagainya. Kita terlalu terpaku pada kesusahan itu sendiri tanpa memperdulikan yang lain. Padahal kalau mau introspeksi, di luar sana masih ada orang-orang yang hidupnya jauh lebih menderita daripada kita.
Sobat muda, kalau kita mau memperhatikan kondisi Yesus sendiri pada saat dilahirkan, boleh dibilang Ia juga tengah dalam kondisi yang penuh dengan penderitaan. Ia harus lahir di tempat yang sangat tidak layak bagiNya. Terbaring di sebuah tempat makanan hewan di dalam sebuah kandang (Lukas 2:7). Sebuah ironi, sementara kita sendiri paling tidak lahir di rumah sakit, atau dalam situasi paling buruk pun, setidaknya kita masih lahir di tempat tidur yang layak. Namun semuanya itu tidak mengurangi sukacita Yusuf dan Maria, juga para gembala serta orang-orang majus dalam menyambut kelahiran Yesus.

Tetaplah bersukacita
 Well guys, nggak mudah memang untuk bersukacita di tengah-tengah suasana penuh derita, duka dan nestapa. Akan tetapi Allah mengajar kita untuk senantiasa bersukacita dalam segala hal. Seburuk apapun penderitaan yang kita alami, Allah ingin kita tetap bersukacita, karena di dalam sukacita itulah ada pengharapan yang besar dari Allah (Roma 12:12). Selama kita mau melekat kepada Allah dan berpegang teguh pada pengharapanNya, maka Ia tidak akan membiarkan kita terpuruk dalam penderitaan selamanya.
So, jangan biarkan Mang Iib merenggut sukacitamu meski kita tengah menderita. Tetapi justru ditengah-tengah penderitaan itulah kita dapat tetap bersukacita dan semakin melekat pada Allah. Sebab kita tahu bahwa Ia telah menyatakan diriNya dan memberikan sukacita yang tidak terhingga di dalam kehidupan kita.q(ika)          (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Desember 2009)