Rabu, 31 Desember 2014

DAN... LIDAHKU PUN KELU



Sandi lagi-lagi diam. Entah untuk keberapa ratus kalinya, kata-kata yang sudah disusunnya sedemikian rupa itu akhirnya berhenti begitu saja diujung lidah. Nggak ada lagi keberanian yang tersisa untuk mengatakannya. Edo sudah hampir tiga tahun menjadi sahabat karibnya. Sudah sejak awal persahabatan mereka, Sandi ingin bercerita tentang Yesus pada sahabatnya itu. Ya... Edo memang belum mengenal Yesus. Sandi ingin Edo mengenal Kristus dan menerima Dia sebagai Juru Selamatnya. Tapi Sandi selalu takut untuk bercerita. Ia khawatir Edo tidak akan menerimanya. Sandi takut Edo akan menolaknya hingga persahabatan mereka pun jadi terancam. Seribu ketakutan yang belum tentu akan terjadi pun lagi-lagi mendera Sandi, hingga membuatnya urung bercerita tentang Yesus pada Edo.
Apa yang dialami Sandi, mungkin juga sedang dialami sobat muda saat ini. Bahkan mungkin Sandi masih lebih mendingan dibanding kita. Setidaknya, Sandi sudah punya niat untuk bersaksi tentang Kristus kepada orang lain. Sedangkan kita? Wah, boro-boro punya niat bersaksi, yang ada juga lebih banyak ogahnya. Kebanyakan karena kita khawatir akan timbul masalah gara-gara kesaksian kita. Tapi, apa benar begitu?

Bagaimana bisa bersaksi?
Sebagai anak muda yang sudah menerima Kristus sebagai Juru Selamat kita, pastinya kita juga mau, dong, agar orang lain yang belum kenal Kristus juga bisa mengenalNya, apalagi jika itu adalah orang-orang yang kita kasihi. Ditambah lagi firman Allah pun juga dengan jelas mengutus kita, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk.” (Markus 16:15). Sayangnya, untuk bersaksi kita sering terhalang oleh beragam kekhawatiran dan ketidakpedean kita sendiri.
Sobat muda, yang namanya bersaksi itu bisa dilakukan dengan dengan banyak cara. Bisa melalui pemberitaan Injil (khotbah), melalui musik dan puji-pujian, melalui kesaksian pengalaman hidup kita bersama Yesus, dan bahkan juga melalui sikap hidup kita.  Semuanya itu bisa digunakan sebagai sarana kita untuk memberitakan tentang Kristus kepada orang lain. Jadi, sebenarnya nggak ada yang perlu dikhawatirkan ketika kita mencoba belajar untuk bersaksi. Sebab ada banyak cara untuk bersaksi yang bisa dipilih, sesuai dengan kemampuan dan talenta yang kita miliki. Namun yang terutama yang harus kita miliki adalah kemauan yang kuat untuk memberitakan Kristus.


Step by step
Bersaksi tentang Kristus memang bukanlah hal yang mudah, tapi juga bukan hal yang susah. Saat kita menjaga hidup kita tetap bersih di hadapan Allah dan manusia, secara otomatis orang lain akan melihat kesaksian hidup kita. Bagaimana Allah telah berkarya, dalam segala tutur kata dan tingkah laku kita yang bersih di hadapan Tuhan. Saat itulah kita juga sudah bersaksi tentang Kristus bagi orang lain. Itu baru step pertama.
The second step, berdoa dan bergumul dihadapanNya, ketika kita ingin bersaksi. Lewat pergumulan dan doa kita inilah, Allah akan menunjukkan cara yang tepat untuk mengabarkan InjilNya, sesuai dengan talenta dan kemampuan yang kita miliki.  Step yang ketiga, jangan lupa untuk berdoa memohon agar Allah juga memberikan keberanian serta kepercayaan diri, sehingga kita nggak lagi ragu-ragu menyampaikan kabar keselamatan Allah.
Last but not least, sobat muda tetap harus waspada dan hati-hati, jangan sampai ketika berhasil mengabarkan Injilnya, kita lantas jadi sombong dan besar kepala. Ingatlah bahwa semuanya itu bukan karena kemampuan kita, namun karena Allah yang sudah memampukan kita untuk dapat bersaksi. Always remember tujuan mula-mula kita dalam bersaksi, agar jangan sampai terjebak dalam upaya memegahkan diri sendiri. Selamat bersaksi. Tuhan memberkati.(ika)




(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Desember 2014)

KEEP ON THE TRACK



Tak tahu dari mana harus memulai. Sedari tadi Katya hanya bisa menggigit-gigit bibirnya. Sementara Bu Sandra masih menunggu penjelasan dari bibir mungil Katya. Siang itu Katya dipanggil Bu Sandra. Pagi tadi saat ulangan matematika berlangsung, Katya ketahuan memberikan contekan jawaban pada Sinta. Padahal selama ini Katya dikenal sebagai murid paling jujur dan paling pelit ngasih contekan ke teman-temannya waktu ulangan. Nah, sekarang justru ia tertangkap basah ngasih contekan ke Sinta. Usut punya usut, Katya rupanya nggak tahan dengan tekanan dari teman-temannya. Tak seorang pun dari teman sekelasnya yang mau berteman dengannya, cuma gara-gara Katya tak pernah mau berbagi jawaban ulangan di sekolah. Tak tahan dikucilkan dan tak punya teman, akhirnya dengan berat hati membagi jawaban ulangannya pada teman-temannya.
Sobat muda, mungkin kita juga pernah mengalami hal yang sama dengan Katya. Betapa sulitnya untuk hidup benar seperti yang diinginkan Kristus. Hal yang sepele saja, masalah kejujuran. Rasanya sulit sekali untuk bertahan tetap hidup jujur. Meski pepatah bilang, orang jujur akan mujur. Kenyataannya, yang terjadi justru kalau jujur jadi hancur. Makanya nggak heran kalau banyak di antara kita yang akhirnya menyerah untuk menjadi tidak jujur, karena nggak tahan dengan tekanan lingkungan.

Jujur = Susah ?
“Beneran! Mau jujur itu susahnya minta ampun.” Begitu keluh sebagian besar sobat muda. Rasanya seperti semua orang ngeliatin diri kita sambil ngatain, “ Sok suci, deh, lo!” Tapi, apa iya sesusah itu? Buat sobat muda yang dikelilingi lingkungan yang ‘baik-baik saja’, mungkin nggak akan terlalu susah menghadapinya. Tapi bagaimana jika kita berada di lingkungan yang ‘menghalalkan” ketidakjujuran? Jelas ini menjadi hal yang sangat sulit.
Terkadang sobat muda mungkin juga merasa nggak adil. Kalau jujur, seringkali kita justru malah terlibat masalah, serasa seperti Tuhan itu nggak adil. Sementara mereka yang nggak jujur, justru malah bisa senang-senang. Eits... jangan keburu nge-judge seperti itu, guys. Nggak bakalan ada yang pernah tahu kapan saatnya, bahwa masa senang-senangnya orang nggak jujur itu bakal bertahan lama. Firman Tuhan dalam Amsal 11 : 3, 6 menyebutkan kalau nggak selamanya orang yang tidak jujur akan selamat. Someday,  pasti bakalan kena batunya, karena mereka terperangkap oleh ketidakjujurannya sendiri.

Jujur ≠ Hancur

That’s why guys, sebenarnya nggak perlu takut untuk bertahan dengan kejujuran. Nggak perlu juga kita ngiri sama orang-orang yang nggak jujur. Sebab hidup dalam ketidakjujuran nggak bakal bikin hidup kita jadi tenang. Nggak bakalan juga hidup kita jadi hancur, sebab Allah selalu menyediakan pertolongan bagi orang-orang yang jujur (Amsal  2:7). So, kalau selama ini sobat muda merasa nggak punya kekuatan untuk bertahan dari segala tekanan karena kejujuran yang kita punya, remember kalau kita punya Allah yang akan menjadi tameng buat kita.
Bukan sesuatu yang mudah memang ketika harus hidup di bawah tekanan sekeliling kita yang penuh dengan ketidakjujuran. Tapi kalau kita mau terus berjuang, tutup mata, tutup telinga, dan nggak usah memperdulikan segala tekanan yang ada, sambil tetap berpegang teguh pada Allah, Ia pasti akan memampukan kita untuk bertahan dan melewati segala tekanan yang ada.
Satu hal yang harus kita ingat. Seperti halnya Timotius yang senantiasa menjaga hidupnya tetap bersih di hadapan Allah, demikan juga dengan kita. Sebagai anak muda yang sudah mengenal Kristus, selayaknya kita menjadi teladan bagi sekeliling kita, dengan mempertahankan agar kehidupan dan tingkah laku kita tetap bersih dihadapan Allah (1 Timotius 4:12). Pertanyaannya sekarang, maukah kita terus bertahan untuk tetap hidup bersih di hadapan Allah? It’s depend on you.(ika)




(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Desember 2014)



Jumat, 31 Oktober 2014

THE LAZINESS



Hari ini, untuk kesekian kalinya Andi dihukum oleh gurunya. Gara-gara malas mengerjakan PR dan malas belajar, tahun ini akhirnya Andi harus tidak naik kelas. Padahal sebenarnya Andi bukanlah anak yang bodoh. Hanya karena kemalasannyalah yang akhirnya justru membuat hidupnya menjadi penuh dengan masalah-masalah, yang seharusnya tidak perlu terjadi pada dirinya. Gara-gara malas juga, Andi seringkali harus mengerjakan tugas sekolah yang bertumpuk-tumpuk sampai kurang istirahat. Padahal sebenarnya, tugas tersebut bisa diselesaikan tanpa harus kerja keras, jika sejak awal Andi tidak malas mengerjakannya.
Sobat muda, nggak beda jauh dengan Andi, kita pun juga kerap menunda-nunda segala tugas yang ada hanya gara-gara malas. Rasa malas memang acapkali muncul dalam diri kita, terutama di saat  tugas kita sedang banyak-banyaknya, yang semuanya itu membuat kita menjadi jenuh, sehingga kita menjadi malas untuk mengerjakan tugas-tugas kita. Akan tetapi jika kita tidak melawan rasa malas itu, pekerjaan kita juga tidak akan pernah selesai dan tidak akan pernah ada habisnya.

Tidak maksimal
Kemalasan tentu saja akan membuat hidup kita jadi nggak maksimal. Kok bisa? Yup! Kalau kita mengerjakan segala sesuatu dengan rajin dan nggak malas-malasan, akan lebih banyak hal lagi yang bisa kita kerjakan. Sebaliknya, semakin kita malas, semakin banyak waktu yang kita gunakan hanya untuk menyelesaikan satu tugas saja. Jelas saja ini akan wasting time. Padahal, bukankah pepatah bilang, time is money?
Sebagai contoh, misalnya saja hari ini kita punya tugas membersihkan kamar. Gara-gara malas membersihkan kamar, akhirnya segala macam binatang tak diundang pun jadi bertamu ke kamar. Gara-gara tamu tak diundang itu juga, bikin kita jadi sakit. Akhirnya, kita nggak cuma harus bersihin kamar, tapi juga mengusir tamu-tamu tak diundang itu, plus harus berobat agar bisa sembuh dari penyakit yang disebabkan oleh ketidakbersihan kamar kita. Seandainya saja dari awal kita nggak malas bersihin kamar, tentu saja kamar kita jadi rapil, bersih dan enak dipandang. Yang jelas, nggak bakalan ada kecoak, tikus, apalagi kutu yang berani nongol di kamar, yang bisa membuat kita jatuh sakit.
Nggak cuma itu saja. Kemalasan juga menghasilkan masalah dan penderitaan. Orang malas akan menjadi budak dari keinginannya. Selain itu kemalasan juga mengakibatkan kemunduran. Orang malas berubah akan segera menjadi cepat tua dan usang. Kemalasan juga menyebabkan ketidakteraturan. Seorang pemalas akan menghasilkan kekacauan jadwal kegiatan. Kemalasan pun menimnulkan masalah yang tidak perlu. Pemalas menambah panjang persoalan yang tidak semestinya.

Maksimalkan hidupmu!
That’s why guys, apabila kita malas bekerja, kita tidak akan pernah memperoleh hasil yang maksimal dalam pekerjaan kita. Apalagi firman Tuhan dalam Amsal 12:24 sudah mengingatkan kita, Tangan orang rajin memegang kekuasaan, tetapi kemalasan mengakibatkan kerja paksa.”. Kalau kita mau mengerjakan segala sesuatunya nggak pakai acara malas-malasan, sebenarnya, bukankah diri kita sendiri yang akan diuntungkan?
Satu hal yang perlu diingat, apakah kita  mau menyia-nyiakan waktu yang dikaruniakan Allah pada kita, hanya demi kemalasan yang akan menghambat langkah kita untuk menjadi maju? Hari ini kita diingatkan bahwa kemalasan hanya akan menghambat setiap pekerjaan dan langkah kita. Hanya ada dua pilihan, berhenti bermalas-malasan dan kita akan mendapatkan kemuliaan dari Allah, atau kita tetap berkutat pada kemalasan kita dan akan terus berjalan di tempat. Semuanya tergantung pada diri kita sendiri.(ika)



(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Oktober 2014)



TAK CUKUP JADI KRISTEN



Dilahirkan sebagai orang kristen sejak kecil, membuat Vico hanya tahu dan merasakan bahwa  pergi ke gereja, pelayanan, dan saat teduh, adalah sebuah kewajiban dan rutinitas yang selayaknya dilakukan sebagai seorang kristen. Vico sendiri sesungguhnya belum pernah merasakan, bagaimana Kristus telah menjamah dirinya secara pribadi, dan bagaimana ia sungguh-sungguh memerlukan Kristus dalam hidupnya. Saat hendak mengikuti acara retret sekolah di luar kota, Vico memutuskan untuk tidak ikut, hanya gara-gara ramalan bintang yang dibacanya di sebuah majalah. Ramalan itu menyebutkan bahwa jika ia pergi ke luar kota, maka dirinya akan mengalami kesialan. Dan sungguh benar-benar sial, malam itu terjadi kebakaran di kompleks perumahan Vico. Rumahnya ikut terbakar, bahkan Vico pun turut menjadi korban dalam kebakaran itu.
Sobat muda, menjadi orang kristen sejak lahir seringkali membuat kita terlena dan terlupa bagaimana kita sebenarnya tetap membutuhkan Kristus dalam hidup ini. Nggak cuma menganggap hidup ini jadinya berjalan begitu saja, toh, kita sudah jadi pengikut Kristus sejak kecil. Tapi tak jarang juga kita jadi menomor sekiankan Tuhan. Bahkan ada juga, lho, anak muda yang ngakunya sudah jadi orang kristen sejak kecil, tapi malah lebih suka mengandalkan hidupnya pada ramalan bintang ketimbang sama Tuhan.

Dasar yang tidak teguh
Lalu, kenapa, ya, banyak sobat muda yang lebih suka lari pada hal-hal yang lain daripada Tuhan Yesus, di saat menghadapi masalah? Semuanya itu terjadi karena kita nggak punya dasar yang teguh. Artinya, kita nggak sungguh-sungguh memiliki Kristus dalam hidup ini. Hidup kita nggak melekat sama Tuhan. Memang benar kita rajin beribadah di gereja, dan bahkan mungkin juga aktif melayani. Namun firman Allah yang didengar setiap saat, nggak pernah dipahat di dalam loh-loh hati kita dan nggak pernah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang membuat kita jadi sulit mengandalkan Allah. Kita cenderung lebih percaya pada kuasa lain yang nggak jelas asal-usulnya ketimbang mempercayai Allah.
Sobat muda, kalau ada diantara kita yang hidup sebagai orang Kristen selama bertahun-tahun, namun kekristenan kita hanya di kulit saja, tanpa memiliki dasar iman yang kuat, jangan kecewa bila saat Yesus datang untuk yang kedua kalinya nanti, Yesus akan berkata bahwa Ia tidak mengenal kita. Jika sebagai orang Kristen, kita tidak pernah menanamkan Firman Tuhan yang terus-me-nerus kita terima selama ini,  berarti kita  adalah orang yang mau mendengar tetapi tidak mau melakukan apa yang menjadi Firman Tuhan. Jangan heran kalau iman kita rapuh dan gampang goyah. Jika sudah demikian, waspadailah bujukan maut Mang Iib yang sewaktu-waktu memanfaatkan dan menguasai hidup kita.

Jesus is the way of our life
That’s why, guys, menjadi orang Kristen saja ternyata tidaklah cukup. Kalau kita hanya menganggap pergi ke gereja, pelayanan, saat teduh, etc, itu hanya sekedar rutinitas belaka, dijamin iman kita nggak bakalan tumbuh dengan kokoh dan kuat. Diperlukan kemauan dalam diri kita, bukan hanya untuk mendengarkan firman Tuhan dengan sungguh-sungguh, tetapi juga melakukannya dalam kehidupan sehari-hari.
Bersyukurlah bahwa kita dilahirkan dan menjadi orang Kristen sejak kecil. Karena,  "Sesungguhnya, Aku meletakkan sebagai dasar di Sion sebuah batu, batu yang teruji, sebuah batu penjuru yang mahal, suatu dasar yang teguh: Siapa yang percaya, tidak akan gelisah!”(Yesaya 28:16). Allah hanya ingin kita mau mendengar, memperhatian, dan melakukan firmanNya, agar hidup kita berkenan kepadaNya.  (ika)


(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Oktober 2014)


Minggu, 31 Agustus 2014

HATI-HATI GUNAKAN MULUTMU!



Sepulang persekutuan di gereja, tiba-tiba saja di jalan raya sepeda motor Andre diserempet oleh sebuah mobil. Spontan Andre langsung marah-marah sambil mengeluarkan sumpah serapah dan tak lupa menyebut segala nama binatang sekebun binatang. Wuaaahhh... Saat ditegur Edo, sohabatnya, Andre dengan enteng bilang, “Ah, gue, kan, lagi emosi. Wajar dong kalo gue spontan aja nyumpahin orang itu.”
Sobat muda, nggak sekali dua kali, kita pun kerap melakukan hal yang sama seperti Andre. Apalagi situasi ibukota yang sangat macet, memang cenderung membuat emosi kita jadi lebih meningkat. Namun, apapun alasanya, sebenarnya pantas nggak, sih, sebagai anak-anak muda yang ngakunya pengikut Kristus, kita berperilaku seperti Andre di atas?


Semua tak wajar
Biarpun mungkin orang pada umumnya akan mengatakan bahwa kemarahan, kejengkelan, bahkan sumpah serapah yang muncul sebagai luapan emosi adalah sebuah kewajaran, tetaplah di mata Tuhan ini bukanlah sesuatu hal yang wajar. Biar mau lagi emosi atau lagi sebel, tetep nggak bisa dibilang wajar kalo kita lantas ngucapin sumpah serapah en ngomong kotor. Firman Tuhan dalam Yakobus 3:1-12 sangat jelas mengingatkan kita, kalau nggak hati-hati dengan setiap perkataan kita, bisa-bisa yang sering keluar dari mulut kita bukannya ucapan-ucapan berkat, melainkan segala macam sumpah serapah dan perkataan kotorlah yang justru sering kita ucapkan. Apalagi lidah kita ini gampang banget  untuk memuji Tuhan,tapi gampang juga buat nyumpahin orang (Yakobus 3:9).
Om Yakobus bahkan ngingetin, kalau kita nggak bisa menjinakkan lidah kita ini, bisa-bisa ia dapat menyeret kita dalam jurang maut yang akan membinasakan hidup kita. Jangan dikira hanya gara-gara perkataan kotor yang keluar dari mulut kita, kita melakukan dosa yang nggak seberapa dibandingin orang lain yang berdosa karena melakukan pembunuhan dan perampokan. Ini pandangan yang salah besar. Tetap aja kata-kata kotor yang keluar dari mulut kita itu dapat menyeret kita jatuh ke dalam dosa. Perkataan kotor kita yang keluarkan ini nggak hanya bakal menyakiti sesama kita, tetapi lebih daripada itu kita sudah menyakiti Allah kita.

Jaga mulut = menjauhkan diri dari bencana
Pernah terpikir, nggak, kalau mau berhati-hati dengan perkataan yang keluar dari mulut kita, akan menjauhkan kita dari kesulitan? Hal yang sederhana saja. Kalau misalnya saja kita dikenal sebagai sosok yang punya tutur kata yang lembut dan baik, tentu saja teman-teman dan orang-orang di sekeliling kita akan lebih menyukai kita. Saat kita membutuhkan pertolongan pun, mereka nggak akan ragu-ragu untuk menolong kita. Sebaliknya, kalau sobat muda dikenal sebagai sosok yang kasar, suka membentak-bentak, dan tidak sopan dalam bertutur kata. Orang lain sudah pasti akan enggan menolong kita, karena punya perilaku dan tutur kata yang kurang baik.
Maka dari itu, sobat muda, mulai sekarang kita harus belajar untuk mengendalikan lidah dan mulut kita, agar tidak mengucapkan perkataan-perkataan kotor, tidak berhikmat dan tidak memuliakan Allah. Memang bukan sesuatu hal yang mudah. Tetapi ketika kita mau berusaha, Tuhan pasti akan memampukan kita. Yakobus 3:3 mengatakan, kalo kuda aja dikasih kekang pada mulutnya supaya ia menuruti perintah kita, demikian pula dengan kita, harus mengenakan kekang pada lidah bibir kita, supaya kita taat pada perintah Allah. Dengan cara apa kita mengendalikannya? Dengan melakukan Firman Allah dalam hidup kita. Mulai saat ini, ayo kita berkomitmen untuk mengendalikan lidah kita, berhati-hati dengan setiap perkataan kita, agar yang keluar dari mulut kita adalah kata-kata berkat yang memuliakan Tuhan.(ika)
 


(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Agustus 2014)

SEMUA TAK SAMA



Dion terpekur. Pupus sudah harapannya untuk masuk ke universitas favoritnya, setelah dinyatakan gagal mengikuti tes ujian masuk perguruan tinggi. Sudah tiga tahun berturut-turut ia mencoba mengikuti tes di universitas impiannya, namun tetap saja ia gagal. Padahal semuanya sudah dipersiapkannya dengan matang. Nggak cuma belajar dengan tekun. Segala macam kursus persiapan ujian masuk ke universitas tersebut juga sudah diikutinya. Berdoa pun tak putus-putusnya dipanjatkan, agar ia bisa lolos dan masuk di universitas impiannya. Dion tak habis pikir. Apa yang salah dengan impian dan harapannya, sampai-sampai ia tak bisa mewujudkannya?

Not listening
Sobat muda, banyak di antara kita yang mungkin punya pengalaman yang hampir mirip dengan Dion. Punya impian dan harapan akan sesuatu hal, dan untuk mencapainya pun kita juga sudah berjuang dan berusaha keras tanpa lupa mendoakannya. Tapi nyatanya, semua yang diusahakan dan didoakan itu pun berakhir sia-sia. So, apanya yang salah ya? Masakan kita tidak boleh punya impian dan cita-cita? Masa Tuhan tega memupuskan harapan dan cita-cita yang sudah direncanakan dengan matang?
Guys, jangan buru-buru ngejudge kalo Tuhan itu tega banget sama kita, ya. Justru sebenarnya ketika kegagalan atas semua rencana hidup yang sudah kita susun itu terjadi, sudahkah kita berintrospeksi diri? Inilah yang bisa jadi menjadi penyebabnya. Karena kita nggak pernah introspeksi diri untuk setiap kegagalan semua rencana kita, makanya kita jadi nggak tahu something wrongnya ada dimana. Pernahkah sobat muda terpikir, bahwa ternyata yang membuat kita gagal dalam menjalankan semua rencana hidup kita, adalah karena kita nggak mau dengerin maunya Tuhan?
Yup! Gara-gara rencana kita ternyata nggak match sama rencananya Tuhan atas hidup kita, akhirnya kita jadi ngerasa bahwa hidup kita jadi gagal karena Tuhan itu kejam dan nggak mau ngertiin keingginan kita. Padahal, sebenarnya kesalahan kita sendirilah yang justru membuat hidup kita sendiri jadi berantakan, karena kita nggak mau dengerin kehendak Allah dalam hidup kita.

Only not aligned
Mungkin kita sekarang ini merasa bahwa impian dan cita-cita yang sudah dirancang sedemikian rupa, seperti hilang ditelan bumi. Bukan berarti juga semua rencana kita itu jelek. Tapi saat ini Allah sedang mengajarkan agar kita mau mendengarkan Dia. Ia mau hidup kita dapat berjalan sesuai dengan rencanaNya. Masalahnya, seringkali rencana kita nggak selaras dengan rancangan Allah. Kita seringkali memaksakan rencana kita, tanpa mau tahu apa yang menjadi kehendak Allah dalam hidup kita. Kita nggak mau dengar-dengaran dengan Allah. Kita memang mendoakan dengan sungguh-sungguh seluruh rencana hidup kita. Tapi, apakah rencana hidup yang sudah kita buat itu selaras dengan rencanaNya? Sudahkah kita dengar-dengaran dengan Allah, agar rencana hidup kita selaras dengan rencanaNya?
Jadi, ternyata inilah inti dari kegagalan rencana kita. Karena kita nggak mau membiarkan rencana Allah yang bekerja dalam hidup kita. Kita nggak mau mendengarkan apa yang menjadi rancangan Allah, dan kita tidak mau menyeleraskan rencana kita dengan rencana Allah. Masih ingat, kan, dengan kisah Yunus (Yunus 1-4)? Bagaimana Yunus melarikan diri dari rencana Allah, dan bagaimana Yunus marah karena rencana Allah atas orang-orang Niniwe. Kita nggak jauh beda dengan Yunus. Marah ketika ternyata rencana kita nggak berjalan, melainkan justru rencana Allah yang terjadi.

Always beautiful in His time
Well guys, mungkin saat ini kita masih belum bisa memahami seutuhnya tentang kegagalan yang sedang terjadi. Tapi percayalah, bahwa rancangan Allah adalah rancangan yang terbaik dalam hidup kita. Ia tidak pernah merancangkan yang buruk untuk hidup kita (Yeremia 29:11). Seiring dengan berjalannya waktu, asal kita mau berpasrah diri penuh dan mau dengar-dengaran dengan Allah, kita pasti akan memahami rencana Allah dalam hidup kita. Anggaplah bahwa semua yang sedang terjadi saat ini adalah sebuah bagian dimana Allah tengah berproses dalam hidup kita.
Tidak selamanya semua rencana hidup kita akan selalu sama dengan rencana Allah. Kuncinya adalah, asal kita mau mendengarkan apa isi hati Allah, apa yang Allah inginkan dalam hidup kita, dan kita mau mengikuti kehendakNya, Ia pasti tidak akan pernah mengecewakan kita. RencanaNya akan selalu indah pada waktuNya. Nah, maukah kita mengikuti rencana Allah atas hidup kita?(ika)


(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Agustus 2014)
 

Kamis, 28 Agustus 2014

Salah Belok

(ceritanya mami salah belok menuju kedai penjual rawon kesukaan leica)
Mami : eh... mami salah belok, deh
Leica : mami... kalo mami salah belok lagi, mami berdiri saja di pojok, ya!
Mami : ??????
‪#‎efekhukumanmamikeleicakaloleicabikinsalah‬

Senin, 30 Juni 2014

YES, I’M A CHRISTIAN


“Aduh ... malu banget deh gue. Pas di sekolah ditanya, kamu agamanya apa? Gue bingung banget. Gue malu mau bilang ka­lo gue orang Kristen. Habis semua orang di kelas gue nggak ada yang orang Kris­ten. Maklumlah, kan, namanya juga sekolah di sekolah negeri,” curhat Stella setengah bingung, takut, dan sedih.
Pernah, dong, kita punya pengalaman kayak si Stella ini. Ngerasa malu untuk nga­ku­in bahwa kita ini adalah pengikut Kris­tus. Ngerasa ogah orang tahu kalau ki­ta ini orang Kristen. Karena lingkungan ki­ta yang mayoritas non Kristen, kadang-ka­dang bikin jengah kalau kita ngaku orang Kristen. Apalagi kalau lingkungan kita ter­nyata banyak nemuin orang-orang Kris­ten yang hidupnya nggak seturut Kristus alias malu-maluin. Makin males­lah kita mau ngaku sebagai orang Kristen.

Remember, who we are...
Rasanya kita patut malu pada diri sendiri ketika merasa malu mengakui bahwa kita adalah orang Kristen. Coba pikir, deh. Sebenarnya, siapa, sih, kita ini dihadapan Allah? Kita nggak lebih hanyalah manusia yang penuh dosa. Tetapi justru karena kasih karunia Allah, kita memperoleh pengampunan dariNya. Semuanya itu bukanlah karena hasil kerja keras kita agar menjadi manusia yang tidak berdosa, tetapi karena kemurahan Kristus yang rela mati di kayu Salib untuk menebus dosa-dosa kita (Efesus 2:4-9).
Itu sebabnya sebagai murid Kristus, kita seharusnya enggak boleh  malu ngaku sebagai orang Kristen. Kenapa? Karena kita udah dapet kasih karunia dan anuge­rah terbesar dari Allah, yaitu kita udah ditebus dan diselamatkan oleh darah Kristus yang harganya mahal banget. Kebayang nggak sih, sebenernya be­tapa berun­tungnya kita? Sementara orang lain yang belum kenal Kristus harus ber­susah payah mencari keselamatan, tetapi karena kita kenal Kristus, kita bisa nge­dapetin keselamatan dengan cuma-cuma dan bahkan kita diangkat menjadi anak-anak Allah. Hebat, kan? That’s why sebenarnya kita nggak boleh ngerasa ma­lu jadi orang Kristen.

Show your faith
Makanya, mulai sekarang, jangan pernah takut dan malu untuk mengakui bahwa kita adalah orang Kristen. Sebab ketika kita tanpa ragu dan nggak malu untuk mengakui kekristenan kita, maka kita akan tetap di dalam Allah dan Allah di dalam kita  (1 Yohanes 4:15).  Tapi bukan berati juga kita show off  di depan orang-orang yang belum kenal Kristus, bahwa kita adalah pengikutNya. Menunjukkan identitas kita sebagai orang Kristen nggak perlu juga dilakukan dengan cara seperti, “Ini, lho, saya orang Kristen. Saya sudah diselamatkan Allah, dan kamu nggak karena kamu bukan orang Kristen.” Nggak perlu dengan cara-cara semacam itu. Cukup ketika kita hidup dalam kebenaran Firman Allah, orang akan melihat bagaimana pengikut Kristus itu, lewat cara hidup kita.
Sudah selayaknya kita mengakui sebagai pengikut Kris­tus, supaya orang lain yang belum mengenal Dia, dapat mengenal Kristus lewat kita. Tapi ingat, lho!!! Jangan sampai hidup kita juga malu-maluin, supaya kita nggak mem­per­malukan nama Kristus. Kita harus senantiasa hidup seturut dengan Firman Tu­­han, supaya orang-orang di sekeliling kita bahwa Yesus Kristus sungguh-sungguh hi­­dup di dalam diri kita. Dengan begitu, kita sudah mejadi terang yang menyinari se­keliling kita, jadi saksi Kristus yang sungguh-sungguh hidup, sehingga orang bi­sa melihat dengan nyata lewat sikap hidup kita. So, ngapain mesti malu? Asal ki­ta selalu hidup dan mentaati Firman Tuhan dalam segala perkara dan hidup kita nggak malu-maluin Allah kita, orang akan senang dengan kehadiran kita. OK?(ika)


(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Juni 2014)
 

STARTING YOUR DREAM



 http://lifestyle.beiruting.com/wp-content/uploads/2012/06/Daydreamer1.jpg

Udin       : “Doyet... ayo bangun! Sudah siang begini masih belum bangun. Nggak sekolah apa?”
Doyet     : “Aku nggak mau sekolah, ah...”
Udin       : “Gimana mau sukses kalau sekolah aja males ?”
Doyet     : “Kamu ingat, nggak, apa yang dibilang Pak Guru kemarin? Sukses itu berasal dari mimpi.
                  Lha, mimpi, kan, berawal dari tidur. Jadi, kalau mau sukses, ngapain mesti sekolah?
                  Mendingan tidur aja...”
Udin       : ???????
                               
                Just intermezzo. Tapi kalau dipikir-pikir, kayaknya mungkin ada di antara sobat muda yang punya pikiran yang hampir sama dengan Doyet. Terkadang karena merasa ortu cukup mampu, bahkan ada yang sampai tujuh turunan pun kekayaannya  nggak bakal habis, akhirnya jadi ngerasa kalau sekolah itu nggak penting. Sepanjang waktu dihabiskan dengan play and have fun. “Ngapain capek-capek sekolah? Ngapain harus bermimpi hidup sukses? Toh, sekarang keluarga gue cukup sukses dan kekayaan mereka masih cukup, kok, buat menghidupi gue sampai punya cicit sekalipun,” begitu alasan yang sering terlontar.
               
Mimpi itu milik semua orang
Sobat muda, yang namanya kesuksesan itu nggak bisa hanya diukur dengan seberapa banyak kekayaan yang kita miliki. Kesuksesan juga nggak bisa diraih hanya dengan duduk manis dan ongkang-ongkang kaki. Kesuksesan juga bukan hanya milik orang-orang tertentu saja.  Bahkan orang yang kaya raya sekalipun, belum tentu bisa dikatakan sukses. Kok bisa? Yap. Mungkin saja sekarang kaya raya. Namun ketika ia tak punya mimpi untuk mengembangkan atau bahkan mempertahankan talenta harta yang dimilikinya, bukankah kekayaannya bisa saja habis begitu saja?
So, intinya setiap orang sudah selayaknya punya mimpi, punya cita-cita yang harus diperjuangkan. Karena ketika memiliki mimpi dan berusaha keras berjuang untuk mencapai mimpi itu, hidup kita pun akan terasa lebih indah dan penuh makna. Seperti yang dialami Raeni, gadis asal Kendal yang baru saja lulus dengan IPK 3, 96 dari Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Negeri Semarang (Unnes). Raeni bukan berasal dari keluarga mampu. Ayahnya seorang tukang becak. Namun ia berjuang keras untuk mewujudkan mimpi dan cita-citanya sampai berhasil. Terbukti bukan, bahwa mimpi juga bisa diraih oleh siapa saja, tak terkecuali oleh mereka yang hidup dalam ketidakberdayaan.

Bermimpilah, untuk berhasil
Mimpi, mungkin akan menjadi sekedar mimpi ketika kita tidak mau berusaha maksimal untuk mewujudkannya. Demikian pula ketika Yakub ingin mendapatkan Rahel untuk menjadi istrinya.  Empat belas tahun lamanya ia harus berjuang, bekerja keras mengurus kambing domba Laban, mertuanya, demi mendapatkan Rahel (Kejadian 29). Hingga akhirnya Yakub berhasil memperistri Rahel, meski harus melalui jalan yang berliku.
Demikian pula dengan kita. Saat kita bermimpi menjadi orang yang sukses dalam segala hal, berusaha dan berjuanglah terus dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkannya. Dibutuhkan sebuah kedisiplinan, kerja keras dan perjuangan yang luar biasa agar mimpi itu dapat menjadi kenyataan. Nah, untuk mewujudkan semuanya itu, kita harus memulainya dengan perasaan yakin, percaya diri serta  siap berjuang untuk mewujudkan mimpi tersebut.
Amsal 12:27 mengingatkan, “Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akan memperoleh harta yang berharga.” Jadi, nggak ada istilah malas-malasan buat orang-orang yang malas seperti si Doyet di atas. Kalau kita mau jadi sukses, kudu rajin dan disiplin dalam mengupayakannya. Nggak cukup sampai disitu saja. Berdoa, itu adalah hal yang utama dilakukan sebagai kunci meraih sukses. Usaha keras tanpa disertai doa juga akan sia-sia.
Satu lagi yang perlu diingat. Saat kesuksesan itu telah diraih, jangan berhenti untuk terus memperjuangkannya. Kenapa masih tetap berjuang? Karena sebuah kesuksesan seharusnya tidak membuat kita berhenti berjuang di satu titik. Tapi justru mendorong kita untuk terus berjuang lagi untuk dapat mempertahankan, serta meraih yang lebih baik lagi. Jadi, mulai sekarang, siapkah sobat muda untuk meraih mimpi?(ika)

(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Juni 2014)
 

Selasa, 20 Mei 2014

happy 9th anniversary





nine years have passed

when we decided to live together
through thick and thin
through good and bad
through joy and sorrow
through sickness and health
for better or worse
till death do us part
and everlasting love
and God's hand
will always bind us
our love
our marriage
our family
forever...

Rabu, 30 April 2014

BERTEMAN DENGAN MANTAN, MUNGKINKAH?








 

 
Berawal dari berteman, lalu jadi sahabat, terus lama-lama meningkat jadi pacar, lantas akhirnya harus putus. Setelah putus, bisa nggak, ya, jadi teman lagi? Hmm, hampir sebagian besar dari kita mungkin akan menjawab, “Nggak mungkin, lah, jadi teman lagi. Lagian, ngapain juga harus temenan lagi dengan mantan? Aneh aja rasanya.” Yup, ide berteman dengan mantan sebenarnya bukanlah sesuatu yang buruk. Apalagi sebelum jadi pacar, bukankah kita dulu mengawalinya dengan berteman? So, sebenarnya nggak ada yang aneh ketika kemudian mantan akhirnya jadi teman lagi. Bukankah lebih baik jadi teman daripada jadi musuh? Berkaca dari kasus Ade Sara Angelina Suroto dan Mia Nuraini, dua gadis belia yang belum lama ini terpaksa harus meregang nyawa di tangan sang mantan pacar. Tentu kita nggak mau juga, dong, kejadian yang sama juga menimpa diri kita akibat hubungan yang kurang baik dengan mantan.

Mengapa berteman dengan mantan?
Ada sejumlah alasan yang membuat kita memilih memutuskan untuk berteman dengan mantan. Pertama, putus baik-baik. Nggak ada pertengkaran hebat sampai heboh, sehingga bikin satu sama lain jadi merasa nggak enak. Kalau dari awal sudah sepakat untuk putus baik-baik, dan kemudian masing-masing sadar akan status mantan yang nggak akan mungkin lagi balikan, rasanya tidak akan sulit untuk memutuskan untuk jadi teman lagi. Artinya, pada saat kita mutusin itu, harus dipastikan kalo sudah nggak ada lagi ’rasa’ buat si mantan, yang nantinya justru jadi bumerang dalam hubungan pertemanan nantinya.
Kedua, nggak pengen musuhan. Punya musuh memang nggak enak banget. Nggak ada satu pun dari kita yang pengen punya musuh. Lagi pula kalau sudah jadi mantan terus musuhan, rasanya kok malah bikin ribet hidup kita sendiri. Misalnya saja, tiba-tiba ngeliat mantan di mal, buru-buru kita sibuk ngumpetin diri biar nggak ketemu mantan. Repot, kan, kalau setiap saat mesti begitu? Lagian kalau musuhan, apa gunanya juga? Toh, memang sudah nggak bisa lagi berhubungan sebagai pacar. Better be a friend then enemy.
Ketiga, azaz manfaat. Yang ini bisa berarti positif, bisa juga negatif. Kok bisa? Tentu saja bisa. Bisa jadi positif kalau misalnya kita sengaja tetap berteman dengan mantan, karena tahu mantan ini pintar dan bintang kelas. Jadi kalau masih temenan dengan dia, kita masih bisa belajar bareng sama dia dan ikutan jadi pintar juga. Negatifnya, kalau misalnya kita sengaja temenan dengan mantan yang juara kelas, biar si mantan always ngasih contekan pas ulangan. Atau manfaatin mantan yang tajir cuma buat ikut menikamti fasilitas yang dimiliki mantan. Nggak masalah sebenarnya kalau menggunakan alasan azaz manfaat ini untuk berteman dengan mantan, selagi itu dari segi positif. Kalau dari awal sudah alasannya aja sudah negatif, dijamin pertemanan ini nggak bakalan bertahan lama.

Being a good friend
Nah, ternyata menjalin pertemanan dengan mantan itu sebenarnya nggak susah. Asal tujuannya memang baik dan murni hanya untuk berteman dan bukannya musuhan. Tapi bagaimanapun juga, berteman dengan mantan itu tetap ada aturannya. Pertama, tetap ada batasan. Biar gimana juga, kedekatan kita dengan mantan nggak bisa lagi sama seperti dulu. Harus tetap ada batasan-batasannya, biar nggak nyakitin pihak-pihak lain. Apalagi kalau kita sudah pacar baru demikian juga halnya dengan mantan. Setidaknya kita tetap harus menjaga perasaan pasangan baru kita masing-masing, bukan?
Kedua, harus terbuka. Kalau memang kita masih berteman baik dengan mantan, terbukalah dengan pasangan baru masing-masing, juga dengan teman-teman kalian, supaya nggak ada kecurigaan satu sama lain yang bisa bikin pertemanan kalian jadi rusak. Kalau kita terbuka sejak awal, paling nggak kita bisa meminimalisir kecemburuan-kecemburuan yang nggak perlu yang bisa merusak semua hubungan yang ada.
Ketiga, pastikan kalau sudah nggak ada feel lagi dengan mantan, sehingga kemungkinan CLBK atau hal-hal apapun yang berkaitan dengan perasaan kita dengan mantan di masa lalu akan muncul lagi dalam hubungan pertemanan kita. Ini juga berkaitan erat dengan gimana kita menjaga perasaan pasangan baru kita masing-masing.
Pendek kata, mau berteman lagi dengan mantan atau tidak, sebenarnya kembali lagi pada diri kita masing-masing. Yang jelas berteman lagi dengan mantan, tentu masih sangat dimungkinkan dengan kondisi-kondisi tertentu. Baik buruknya sang mantan, tentunya sudah kita tahu. Ini yang bisa kita jadikan pijakan buat memutuskan untuk mau temenan lagi dengan mantan atau nggak. Ingat apa yang Firman Tuhan katakan, ”Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang.” (Amsal 13:20). Artinya, sobat muda tetap harus bijaksana sebelum memutuskan untuk berteman lagi dengan mantan.(ika)



 (Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi April 2014)

I’M NOT CABE-CABEAN, NOR TERONG-TERONGAN



Malam minggu. Waktu sudah menunjuk tepat ke arah angka delapan. Shanti sudah bersiap sejak jam tujuh malam tadi. Ia memeriksa dandanannya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Untuk gadis seusianya yang baru beranjak 16 tahun, hot pants ditambah tank top dan sapuan make up tebal, tentunya sudah cukup menor dan nggak sesuai buatnya. Terdengar suara motor berhenti di bawah jendela kamarnya. Edo sudah datang. Bergegas ia keluar rumah sambil lalu berpamitan dengan Mbok Nah, pembantu rumah tangganya. Hari itu kedua orangtua Shanti tengah ke luar kota, mengunjungi neneknya yang sedang sakit.
Tak berapa lama mereka sudah tiba di arena balapan, tempat mereka biasa nongkrong di malam minggu. Malam itu Shanti berharap Edo akan menang balapan lagi, seperti biasanya. Tapi nasib mujur belum menaungi Edo. Hari itu arena balap dikuasai Michael, dan sebagai gadis piala bergilir, malam itu Shanti pun harus pasrah menyerahkan dirinya pada Michael.

Why cabe-cabean or terong-terongan?
Fenomena remaja “cabe-cabean” yang belakangan ini marak sebenarnya sudah nggak asing lagi. Buat orang awam, istilah ini digunakan untuk menggambarkan remaja yang menjadi PSK (Pekerja Seks Komersial). Tadinya, "cabe-cabean" merupakan sebutan buat cewek ABG yang menjadi bahan taruhan di arena balap liar. Belakangan, "cabe" balapan yang sudah sering berhubungan seksual justru memilih untuk menjadi PSK. Nggak jauh beda dengan cabe-cabean, istilah terong-terongan dipakai untuk menyebut cowok-cowok alay yang bergaya kebanci-bancian, dan suka keluar malam buat nongkrong dengan sesama terong-terongan.
Ada banyak penyebab mengapa cewek-cewek ABG ini banyak menjadi cabe-cabean. Yang mengejutkan, menurut pengakuan mereka, faktor yang menyebabkan mereka bertindak seperti ini nggak semata-mata karena persoalan materi. Rata-rata mereka menjadi cabe-cabean karena ingin lari dari orangtua yang terlalu galak, pengen ngetop di kalangan teman-teman, ingin mendapat respek dari teman cowok, atau sekadar pengen jalan-jalan di malam hari. Sebagian ada yang mengaku karena pengen dekat dan bisa menjadi pacar dengan cowok yang dianggap keren, yaitu pemenang balapan motor liar. Pendek kata, sebenarnya keberadaan cabe-cabean dan terong-terongan ini nggak lebih karena ingin agar eksistensi mereka diakui. Nah, bagaimana dengan sobat muda sendiri? Segitu pentingnya kah pengakuan akan eksistensi diri kita sampai harus merelakan diri menjadi cabe-cabean ataupun terong-terongan?

Aktualisasi diri, nggak perlu cabe-cabean
Well guys, namanya remaja, anak muda seperti kita sekarang ini, kebutuhan untuk diakui dan diterima oleh lingkungan kita jelas sangatlah penting. Di usia remaja ini, kita mungkin bakalan sering berkonflik dengan ortu. Ngerasa ortu terlalu galak dan nggak bisa ngertiin serta suka ngelarang kita, padahal sebenarnya maksud dan tujuan mereka itu baik buat kita. Cuma gara-gara komunikasi yang nggak pas, walhasil kita dan ortu pun akhirnya jadi berantem. Inilah yang kemudian bikin kita ngerasa nggak betah di rumah. Kita kemudian bertemu dengan teman-teman yang ’bernasib’ sama, sehingga merasa klop satu sama lain, lantas merasa mereka lebih bisa ngertiin ketimbang ortu. Nah, disinilah kita kudu hati-hati. Persamaan ’nasib’ tadi bisa berujung pada pergaulan yang salah, yang bisa menjerumuskan kita hingga menjadi cabe-cabean ataupun terong-terongan. Hati-hati! Pergaulan yang buruk bisa merusakkan kebiasaan yang baik (1 Korintus 15:33).
Sobat muda, yang namanya aktualisasi diri memang sudah menjadi kebutuhan kita. Tapi bukan berarti kita beraktualisasi diri dengan cara yang nggak sesuai dengan kebenaran Firman Tuhan. Banyak cara bisa kita lakukan untuk bisa beraktualisasi diri dan diakui oleh orang lain. Salah satunya adalah dengan berprestasi. Ingat, lho, Allah menciptakan kita sedemikian uniknya, dilengkapi dengan bakat dan kemampuan yang berbeda-beda satu sama lain. Nah, kalau kita mau menekuni dengan serius dan mengembangkan setiap bakat dan kemampuan yang dimiliki, suatu saat kita pun akan dapat berprestasi dan diakui oleh orang lain.
Nggak perlu harus jadi cabe-cabean atau terong-terongan agar eksistensi kita diakui. Remember, Allah adalah sosok yang akan selalu mengakui eksistensi kita. Oleh karena engkau berharga di mata-Ku dan mulia, dan Aku ini mengasihi engkau,” (Yesaya 43:4a). Mungkin kita nggak akan mendapatkan prestasi itu dengan mudah dan dalam waktu yang singkat. Tetap dibutuhkan sebuah kesabaran serta perjuangan agar dapat berprestasi dan keberadaan kita diakui oleh semua orang. Namun kalau kita mau melaluinya dengan cara yang benar, tentunya Allah akan menolong untuk menggapai semua yang kita impikan.(ika)



(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi April 2014)