Senin, 30 April 2007

KALO CANTIK BERUJUNG MAUT


Tanggal 12 Desember 2006 lalu, kita semua dikejutkan dengan berita kematian penyanyi muda Alda Risma, yang belakangan diketahui tewas gara-gara overdosis obat-obatan kosmetika untuk kecantikan. Nggak lama berselang, bintang majalah Playboy, Anna Nicole Smith, 8 Februari 2007 ditemukan tewas karena terlalu banyak mengkonsumsi obat pelangsing. Dua-duanya sama-sama artis yang terhitung masih muda, tapi sayangnya maut kadung menjemput mereka cuman gara-gara pengin meraih penampilan fisik yang sempurna.
Nggak cuma di Indonesia, di mana-mana remaja cewek begitu peduli dengan penampilan fisiknya. Celakanya, banyak di antara remaja perempuan yang merasa punya tubuh jelek. Penelitian di AS seperti ditulis majalah Parents edisi Juni 2000 menyebutkan jumlah remaja putri yang merasa seperti itu (berbadan tak bagus) mencapai 80%. Mereka begitu terobsesi untuk lebih menguruskan badannya. Sementara untuk remaja pria citra yang telanjur terbentuk adalah fisik yang gagah dan daya tahan lebih penting dari intelegensia, rasa kasih, dan kematangan emosi.
Budaya populer yang diwakili oleh artis penyanyi, model atau bintang-bintang film atau iklan sudah sedemikian mempengaruhi citra mereka terhadap bentuk tubuh ideal. Apalagi belakangan, berbagai macam iklan dan advertorial mengenai treatment buat memperindah tubuh dan wajah juga semakin menjamur. Untuk menguruskan badan saja, selain obat-obat pelangsing dan alat-alat pelangsing tubuh, ada juga lipotomi dan liposuction yang belakangan digandrungi kaum perempuan. Belum lagi obat-obatan kosmetika lainnya untuk mengencangkan kulit wajah, menghilangkan kerut dan lain sebagainya.

Gara-gara nggak PD
Salah satu hal yang menyebabkan kita melakukan permak tubuh ini adalah adanya body image yang negatif. Body image adalah pandangan kita terhadap tubuh dan penampilan diri. Hubungan body image sama rasa percaya diri (PD) itu erat banget. Kalau kita sebal en enggak puas sama tubuh kita (body image negatif), yang namanya PD bakal jeblok. Sebaliknya, PD bakalan naik jika kita nyaman dengan tubuh kita (body image positif). PD enggaknya seseorang sudah terlihat sejak kita masih kanak-kanak. Sebuah penelitian di Pennsylvannia State University terhadap 197 anak cewek berusia lima tahun dan ortunya menunjukkan, mereka yang gemuk akan cenderung kurang PD. Tingkat PD yang paling rendah ditunjukkan oleh cewek gemuk yang ortunya membatasi makanannya.
Guys, actually tipe-tipe badan yang sering terlihat di layar televisi itu tidak mewakili bermacam-macam bentuk badan yang ada dalam kehidupan nyata. Kita kudu bisa kritis dengan apa yang kita lihat di media. Nggak semuanya yang kita lihat di media itu so real.  Yang jelas ada berbagai macam faktor yang menentukan bentuk dan ukuran badan seseorang. Salah satunya faktor keturunan dan bawaan yang memang berada di luar kemampuan kita untuk mengubahnya. Selain itu, tentu saja gizi dan olahraga bisa memaksimalkan pemebentukan ke arah yang baik. Pastinya  tubuh manusia itu berubah dari waktu ke waktu. Untuk remaja misalnya, adalah wajar kalau ada pertambahan lemak sekitar 20 persen di tubuh mereka pada masa pubertas.

Realize it!
Enggak ada yang salah ketika kita bermimpi punya tubuh yang indah bak supermodel, atau pun wajah yang rupawan kayak bintang film. Enggak ada pula yang melarang kita berusaha mencapai impian tersebut. Tapi satu hal yang kudu diingat. Allah, tuh, sudah menciptakan kita so unique. Allah sudah menciptakan kita sesuai dengan gambar dan rupaNya (Kejadian 1:26). It means, kita ini diciptakan begitu so special and absoloutly perfect. So, actually nggak ada alasan sebenarnya buat kita untuk nggak pede sama body image kita.
Tapi bukan berarti kita nggak boleh merawat tubuh dan wajah, lho… Yang namanya merawat tubuh dan wajah, itu tetap perlu. Gimanapun juga kita tetap harus menjaga dan merawat tubuh sebagai ucapan syukur karena Ia sudah menciptakan kita. Apalagi tubuh kita adalah bait Roh Kudus (1 Korintus 6;19) . Tapi nggak berarti juga kita lantas memperlakukannya secara berlebihan. Whatever it is, segala sesuatu yang berlebihan itu nggak baik, bukan? Apalagi kalau kita berusaha setengah mati, sampai nggak perduli berapapun uang yang dikeluarkan, ataupun nggak perduli seberapa besar pun efek sampingnya.
Remember, guys! Firman Tuhan sudah ngingetin, “…janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya.” (Roma 13:14b). Selama kita nggak pernah puas dengan kondisi tubuh dan wajah kita sendiri, selamanya juga kita akan terus diperbudak olehnya. So, jangan mau terjebak oleh tipuan Mang Iib lewat kecantikan, ketampanan, juga kemolekan tubuh para bintang ataupun model-model yang kita lihat di TV maupun media cetak, sehingga membuat kita jadi sangat terobsesi untuk memiliki wajah dan tubuh seperti mereka.
Ingat yang Om Paulus bilang, “Segala sesuatu halal bagiku, tetapi bukan semuanya berguna. Segala sesuatu halal bagiku, tetapi aku tidak membiarkan diriku diperhamba oleh suatu apa pun.” (1 Korintus 6:12). Kita boleh saja ngegym or ngelakuin perawatan tubuh supaya tetap sehat. Tetapi jangan pernah menjadikan semuanya itu sebagai obsesi yang berlebihan, sehingga kita diperbudak olehnya. Salah-salah, justru kita malah bernasib sama dengan Alda dan Anna, yang harus menyerahkan nyawanya di tangan obsesi kecantikan dan kemolekan tubuh.q(ika)      (telah diterbitkan di Majalah & Renungan Harian Pemuda Remaja RAJAWALI, Edisi April 2007) 

THE POWER OF MEDIA

Bacaan : Mazmur 19:2-8
“tetapi kepada manusia Ia berfirman: Sesungguhnya, takut akan Tuhan,
itulah hikmat, dan menjauhi kejahatan itulah akal budi.” (Ayub 28:28)


Suka nggak suka, mau nggak mau, kita semua termasuk pengkonsumsi media, baik itu media cetak maupun media elektronik. Entah itu buku, majalah, koran, tabloid, jurnal, internet, televisi, game, video, radio, film, de el el. Alkitab yang sering kita baca pun termasuk media. Pendek kata, hidup kita sehari-hari ngggak bisa dilepaskan dari media. Media merupakan sarana yang paling ampuh untuk mempengaruhi manusia. Baik itu memberi pengaruh yang baik maupun pengaruh yang buruk.
Sayangnya banyak di antara kita  yang seringkali lebih banyak mendapat pengaruh buruk dari media daripada pengaruh baiknya. Simak saja berbagai tayangan kekerasan, eksploitasi pornografi, konsumerisme, hedonisme, perselingkuhan, dan berbagai hal-hal negatif lainnya yang lebih banyak muncul dan kita serap dari media. Padahal, banyak juga, lho, informasi dan pendidikan yang baik yang bisa kita dapatkan dari media.

Itulah kekuatan media. Lewat media, kita bisa memperoleh apapun yang kita mau. Nah, sekarang tinggal bagaimana kita sendiri menyikapi berbagai serbuan informasi yang ditampilkan oleh media. That’s why guys, kita semua waspada en kudu berhikmat. Tanpa hikmat dari Allah, kita akan gampang banget terpengaruh oleh informasi-informasi yang nggak benar dari media. Satu-satunya saringan kita hanyalah firman Allah dan hikmat dari-Nya. Jangan gampang terpengaruh apa yang kamu dapat dari media. Gunakan kacamata firman dan mintalah hikmat dari Allah untuk dapat memilah serbuan informasi yang kamu dapatkan dari media.(ika)

(Telah dimuat di Renungan Harian Rajawali)



THE SIMPLE LIE


Bacaan : Kisah Para Rasul 5:1-11
“Saksi dusta tidak akan luput dari hukuman, orang yang
menyembur-nyemburkan kebohongan tidak akan terhindar.” (Amsal 19:5)

Bohong? Ah…. Itu, mah, biasa… semua orang juga melakukannya. Jadi orang kalo nggak bohong itu rasanya nggak afdol. Nggak usah sok suci, lah… Yap! Omongan-omongan yang, seperti ini, nih, yang menyesatkan. Kadang-kadang kita suka berpikir kalau bohong sedikit adalah hal yang wajar. Bohong sedikit itu nggak akan bikin dosa.
But… jangan salah, guys! Hal ini justru ternyata yang paling berbahaya. Kebohongan-kebohongan kecil yang sederhana yang seringkali kita anggap nggak ada apa-apanya, ternyata semuanya itu justru yang menjerumuskan kita ke dalam dosa yang berujung maut. Sayangnya, hal ini justru seringkali nggak kita sadari karena kita terlalu menganggap enteng dosa dusta yang kita buat.
Apa yang dilakukan oleh Ananias dan Safira adalah pelajaran berharga buat kita semua. Bahwa apa yang kita pikir itu kebohongan kecil yang orang lain nggak mungkin tahu, ternyata Tuhan tahu dan memperhitungkannya. Ananias dan Safira harus meregang nyawa karena kebohongan yang mereka buat. Nah, beruntunglah kita semua. Kalau hari ini masih ada di antara kita yang suka bohong, meski itu untuk hal yang kecil, Allah masih memberi kesempatan buat kita untuk bertobat. Jangan tunggu sampai Allah mengambil nyawa kita, sebelum kita sempat bertobat.q(ika)

 (Telah dimuat di Renungan Harian Rajawali)

CHANGE YOUR LIFE


Seperti yang sudah-sudah di tahun-tahun yang lalu, perayaan Paskah tiba. Memulai ritual Pra Paskah selama empat minggu, aksi puasa, aksi sosial, berbagai lomba, hias telur, Kamis Putih, Jumat Agung, dan… Minggu Paskah. Bagai tradisi gerejawi yang harus dijalani, setelah selesai semuanya berlalu begitu saja. Nothing special. Kita kembali lagi pada kehidupan semula. Menjalani rutinitas hidup, belajar, sekolah, les, main, gaul, and so on. Kalo selama masa raya Paskah kita dianjurkan untuk menahan diri dan hawa nafsu, berpuasa dalam rangka mengingat kembali sengsara Kristus, lepas Paskah tutur kata dan tingkah laku kita pun balik lagi seperti semula. Paskah rupanya nggak membawa dampak yang berarti dalam hidup kita. Paskah pada akhirnya hanya menjadi sebuah tradisi belaka.

Ini bedanya!
Ngomongin soal Paskah memang kita nggak cuman mengingat dan mengenang kisah sengsara Yesus. Bagaimana Ia dengan rela, sengaja jadi tumbal ganti dosa kita yang semestinya nggak layak menerima semua pengorbananNya itu. Toh, setelah Ia disalibkan, setiap harinya pun kita masih suka menyalibkanNya lagi dengan segala tindakan buruk kita, baik itu pada sesama maupun pada Tuhan. Nggak ada yang berubah dari diri kita. Semuanya masih sama saja.
Padahal Kristus hadir ke dunia ini untuk membawa sebuah perubahan. Ia datang untuk sebuah perbedaan. Kematian dan kebangkitanNya  membawa perubahan besar dalam kehidupan umat manusia. Manusia yang tadinya dipisahkan dari Allah oleh karena dosa-dosanya (baca Yesaya 59:2), kini telah dipersatukan lagi dengan Allah lewat perantaraan Yesus yang telah mati dan bangkit untuk kita (lihat Efesus 2:13-16). Inilah bedanya! Pengorbanan Kristus membuat kita yang tadinya nggak layak menjadi layak di hadapanNya.
Ketika kita menerima keselamatan itu, ada perubahan besar yang terjadi dalam hidup kita. Jangan lagi kita hidup sebagai manusia lama yang masih suka berbuat dosa, tetapi kita berubah menjadi manusia baru yang berusaha untuk menjadi seperti Kristus, dan nggak lagi melakukan perbuatan dosa yang membuat kita justru menyalibkanNya lagi.

A new man !
Harusnya, sih, masa raya Paskah adalah saat yang tepat buat kita semua mereview kembali apa yang sudah kita lakukan, gimana kelakuan dan tutur kata kita selama ini. Apa kita masih suka ngelawan ortu, suka berantem sama saudara, berlaku curang dengan teman, suka ngerjain guru, bolos sekolah, nyontek, ngabisin tabungan buat main, de el el. Nggak usah diingat-ingat dalam setahun, deh, semua perilaku kita. Ingat aja apa yang telah terjadi selama enam bulan, atau paling tidak tiga bulan, atau bahkan dalam satu bulan terakhir. Kalau sudah, coba ingat-ingat lagi, selama ini apakah kita sudah pernah minta ampun sama Bapa di sorga untuk segala dosa kita? Berapa kali kita melakukannya? Sekali, dua kali, tiga kali, atau nggak pernah sama sekali. Nah, setelah itu, apakah sehabis minta ampun kita mengulangi dosa yang sama lagi? Adakah kita sudah menjadi kebal dengan dosa, sehingga menganggap dosa sebagai sesuatu hal yang 'biasa' dan 'lumrah' dilakukan?
Well guys, kalo dari semuanya itu ternyata kita lebih banyak berbuat dosanya, it's time to change your life! Moment paskah ini adalah saat yang paling tepat buat kita untuk meperbaiki diri. Nggak lagi jadi orang yang habis berbuat dosa, bertobat, terus berbuat dosa lagi. Yeah.... memang nggak gampang, sih. Namanya  juga manusia, pasti nggak luput dari dosa. But, yang terpenting disini adalah bagaimana cara kita untuk berusaha meminimalisir perbuatan dosa, dan gimana kita berusaha untuk menjadi seperti yang Kristus inginkan.
Remember! Hidup kita cukup singkat, lho. Jangan sia-siakan itu dengan melakukan banyak dosa dan menunda pertobatan. Dosa nggak bisa ditebus dengan melakukan perbuatan baik ataupun melakukan kegiatan amal atau sosial. Penebusan dosa cuma dilakukan oleh Kristus dengan harga yang sangat mahal. Biar penebusan itu nggak jadi sia-sia, caranya cuma satu. Bertobat dan berubah. Mulailah dengan hal-hal kecil seperti nggak lagi ngelawan ortu or ngejahilin guru, nggak lagi berantem dengan saudara, nggak lagi nyontek or berbohong, nggak lagi ngomong kotor, dsb. Kalau kita bisa melakukannya, bukan nggak mungkin orang-orang disekeliling kita pun  jadi bertobat karena melihat perubahan yang nyata dalam hidup kita. Happy Easter, guys...!q(ika)                (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi April 2007)

THE SIMPLE LIE


Yang namanya dibohongi, aduh... nggak banget, deh. Rasanya pasti sakiiiiittt banget. Tapi coba kalo disuruh ngebohongin orang. Wah, ini mah pekerjaan gampang dan sudah jadi makanan sehari-hari. Weiiittts!!! Kok, gitu, ya? Yap! Kenyataannya memang begitu. Kita lebih suka dan lebih mau membohongi daripada dibohongi. Berbohong seolah menjadi suatu kebiasaan yang mendarah daging dan nggak mungkin dilepaskan. Sebuah penelitian di Amerika Serikat mengungkapkan bahwa semua orang dewasa berbohong sebanyak 13 kali dalam seminggu. Sementara itu sekitar 90% anak sudah pintar berbohong, sedangkan 10% sisanya baru dalam proses belajar berbohong. Bahkan penelitian tersebut mengungkap kalo pada dasarnya manusia itu punya  naluri alamiah untuk berbohong sejak masih anak-anak. Ck... ck...ck...

Starting from...
Kisah kejatuhan manusia pertama ke dalam dosa. Kebohongan dimulai saat Iblis dalam wujud ular membohongi Hawa soal pohon pengetahuan di taman Eden (baca Kejadian 3). Dari sinilah manusia kemudian secara turun temurun belajar berbohong. Simple, sih. Tapi justru dari sinilah awal kejatuhan manusia ke dalam dosa. Dari bohong kecil-kecilan, kita mulai menciptakan kebohongan-kebohongan besar lainnya.
            Mungkin ketika pertama kali mulai belajar berbohong, kita melakukannya dari hal-hal yang sederhana. For example, bilang sama Mama kalo sudah ngerjain PR biar diizinin main sama teman-teman ke mal, padahal sebenarnya belum ngerjain PR. Pamer sama teman-teman kalo nilai bagusmu didapat karena kamu sudah kerja keras siang malam buat belajar demi ujian semester, padahal semuanya itu adalah hasil nyontek belaka. Minta uang sama Papa buat bayar kegiatan eskul, padahal sebenarnya uangnya dipakai buat nraktir teman-teman se-gank.
          Pertama kali bohong, rasanya takut, cemas, campur aduk. Kedua kali bohong, masih deg-degan, tapi mulai mengua-sai keadaan. Tiga kali bohong, sudah lebih lihai lagi. Empat kali dan seterusnya bohong, sudah jadi biasa banget. Boro-boro takut sama dosa, mikirin dosa aja sama sekali enggak. Yang penting, semua keinginan kita tercapai dan kita senang, puas, plus happy. Wuah...

Do you know...?
Ternyata 'sesuatu' yang sederhana ini itu justru kekejian yang tak terkira di hadapan Allah. Firman Tuhan dalam Amsal 12:22a bilang, “Orang yang dusta bibirnya adalah kekejian bagi TUHAN,...” Jelas sudah bahwa bohong alias dusta adalah perkara yang paling dibenci Allah. Kalau ada orang yang bilang, “Bohong untuk kebaikan itu nggak dosa,” it's totally wrong. Apapun itu, bohong tetaplah bohong dan dosa tetaplah dosa. Mau bohong kecil atau besar, bohong untuk kebaikan atau kejahatan, tetaplah itu dosa. Karena dari kebohongan sekecil apapun bisa membuat kita terjebak kedalam masalah yang lebih besar.
       Sekali kita berbohong, suka tidak suka, mau nggak mau, selanjutnya kita pasti akan menciptakan kebohongan-kebohongan lain yang lebih besar lagi. That's why guys, nggak ada cara lain selain menghentikan segala kebohongan yang kita buat. Berkata jujur itu jauh lebih baik. Mungkin kita merasa jujur mungkin akan membuat kita merasa terkekang. Tapi dengan kejujuran itu kita akan menuai buah yang baik ketimbang berkata bohong yang justru akan membuat kita makin terjerumus dalam persoalan yang takkan pernah ada habisnya. Nah, sekarang pilih yang mana? The truth or the lies. Bless you all...q(grace)              (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi April 2007)