Selasa, 30 September 2003

Tiang Awan

Bacaan : Bilangan 9:15-23
“Dan kamu, bapa-bapa, ... tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”
(Efesus 6:4)

Sepanjang perjalanan bangsa Israel dari tanah Mesir menuju ke tanah perjanjian. Tak putus-putusnya Allah me­nyer­tai dan melindungi mereka. Mendatangkan manna agar mereka tak kelaparan, memberikan pemimpin yang baik se­perti Musa, menyalakan tiang api di malam hari agar tidak kedinginan dan kegelapan. Allah pun juga menyedia­kan tiang awan yang menudungi mereka dari panasnya terik matahari dan padang gurun. Di saat-saat perjalanan panjang menentang ganasnya gurun pasir, Allah senantiasa memberikan penyertaan dan perlindungan kepada mereka.
 
Demikian pula yang dilakukan Allah kepada kita. Ia tak putus-putusnya memberikan penyertaan dan perlindungan kepada kita. Ia pun menyediakan ‘tiang awan’ dalam hi­dup­ kita, agar kita mampu menghadapi saat-saat tersulit dalam hidup kita. Hanya saja, seringkali kita tidak menyadari segala penyertaan dan perlindungan Allah dalam kehidupan kita. Malah sebaliknya, kita kerap bersungut-sungut hanya karena kita menganggap apa yang diberikan Allah belumlah cukup. Jangan berlaku seperti bangsa Israel yang suka bersungut-sungut. Tetapi mengucapsyukurlah untuk setiap ‘tiang api’ yang Allah berikan untuk kita.

Warning!
Ingatlah senantiasa, bahwa ‘tiang awan’ yang da­ri Allah akan selalu ada, menyertai dalam se­ga­la keberadaan kita. Jangan pernah bersung­ut-sungut untuk keadan sulit yang sedang kita ha­dapi. Melainkan rasakan senantiasa segala ber­kat dan pertolongan serta perlindungan-Nya di dalam hidup kita setiap hari. Ucaplah syu­kur untuk segala perkara, karena semua­nya itulah yang membuat kita bertumbuh dalam Kristus.(theo)  


(Telah dimuat di Renungan Harian Daily Warning!)

Sabar Menanti

Bacaan : Kejadian 29:31-30:24
“..., karena kesabaran men­cegah kesalahan-kesa­lahan besar.”
(Pengkhotbah 10:4)


Seandainya saja Rahel mau bersabar menantikan ja­waban doanya, tentu ia tidak akan berselisih dan bersa­ing untuk mendapatkan anak, dengan Lea, kakak kan­dung­nya sendiri. Seandainya saja Rahel sungguh-sung­guh mempercayai Allah, tentunya ia tidak akan mengalami rasa sakit hati gara-gara dirinya tak kunjung memiliki anak. Se­andainya saja Rahel belajar dari Hana (1 Samuel 1:­1-28) yang sungguh-sungguh percaya kepada Allah, dan mau bersabar menantikan jawaban doanya. Sa­yang­nya Rahel tak bisa belajar dari Hana, karena ia me­mang hidup di jaman yang jauh lebih awal dari Hana.
 
Terkadang kita pun kerap meneladani Rahel. Tak sa­­­bar menanti kenaikan jabatan, kita pun mulai melakukan hal-hal bodoh. Mulai memfitnah bahkan men­ja­tuh­kan re­kan kerja agar kitalah yang naik pangkat. Tak sabar pu­nya anak, akhirnya rela dimadu. Atau tak sabar dalam a­papun juga. Akhirnya karena ketidaksa­baran itu, kita sen­diri jatuh ke dalam kesulitan besar. Sela­ma kita tidak mau bersandar dan mempercayai Allah dengan sungguh, pikiran-pikiran bodoh akan terus mengelilingi benak kita , yang bisa saja mendorong kita untuk berbuat dosa.

Warning!
Jangan sampai ada sedikitpun pikiran-pikiran ko­nyol yang dapat membawa kita untuk meragu­kan janji Allah. Buang jauh-jauh semuanya itu. Belajar untuk bersabar dalam menantikan janji Allah, serta  mempercayai Allah dengan sung­guh-sungguh, bahwa Ia akan membuat segala sesuatunya indah pada waktunya. Jika hari ini kita mulai meragukan Allah, segera bertobat dan mulai mempercayai-Nya sepenuh hati.(gs) 



(Telah dimuat di Renungan Harian Daily Warning!)

Bangsa Yang Ditolak

Bacaan : Amos 9:7-10
“...tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hi­dup, melainkan murka Al­lah tetap ada di atas­nya.“(Yohanes19:18)

Membaca perikop ini, kita diperhadapkan pada sebuah kenyataan yang sangat mengerikan. Betapa Allah teramat murka terhadap bangsa Israel yang sudah berani melawan-Nya. Bangsa Israel sudah lupa dengan apa yang sudah Allah karuniakan kepada mereka selama ini, yakni sebagai bangsa pilihan Allah.
 
Demikian pula halnya dengan kita yang adalah umat pilihan Allah. Kita sudah ditebus-Nya dengan harga yang sangat mahal, lewat pencurahan darah Anak-Nya yang tunggal di atas kayu salib. Namun yang sering kita lakukan, kita melupakan segala karunia Allah pada kita. Kita berbalik melawan Allah, melakukan perbatan-perbuatan yang tak seturut dengan kehendak-Nya, menyakiti hati-Nya, bahkan  melakukan pemberontakan yang tiada habisnya. Maka tidaklah mengherankan jika kemudian Allah menjadi murka dan mendatangkan malapetaka dalam hidup kita, sebagaimana yang dialami oleh bangsa Israel. Namun sekali-kali Allah tidak akan membiarkan kita dalam kemurkaan-Nya. Ia akan menyurutkan murka-Nya, tentu saja bila kita mau bertobat, mohon ampunan, dan kembali mengikuti rencana-Nya dalam hidup kita.

Warning!
Selama kita terus-menerus hidup tanpa menuruti perintah Allah, dan menjadi orang bebal yang tak mau bebal, hati-hati! Murka Allah atas kita akan turun. Namun jika saat ini juga kita segera mengambil keputusan untuk merendahkan diri di hadapan Allah dan bertobat, mengakui segala salah dan dosa kita, serta kembali hidup seturut Firman-Nya, niscaya Ia akan mengampuni kita dan segera menyurutkan murka-Nya.(yth) 


(Telah dimuat di Renungan Harian Daily Warning!)

TITIPAN ALLAH

Bacaan : Efesus 6:4
“...Dan apakah yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah diri­mu! ...”
(Maleakhi 2:15)

“Pokoknya kamu harus menuruti apa kata Papa. Kamu khan sudah Papa sekolahkan mahal-mahal. Kamu harus kerja dengan gaji yang besar, supaya biaya seko–lah yang sudah Papa keluarkan untuk kamu bisa kembali modal,” tegas Andreas pada anaknya. Begitu banyak orangtua kristen, termasuk mungkin di antaranya kita, yang sering merasa bahwa anak-anak yang kita punya adalah milik kita dan dia harus mengikuti segala keinginan kita. Berbakti kepada orangtua sering kita identikkan dengan patuh pada segala perintah orangtua tanpa mem–bantah sedikitpun, karena merekalah yang sudah merawat dan mengasuh anak-anak sejak kecil sampai besar.
 
Ada hal yang penting yang kerap kita sebagai orangtua melupakannya, yakni bahwa anak-anak adalah milik Allah dan bukan milik kita. Kita hanya ‘dititipi’ oleh Allah untuk merawat, membesarkan mereka, seturut de–ngan Firman dan kehendak Allah. Jadi, kita sama sekali tidak berhak memaksakan keinginan kita pada anak, a–taupun menentukan nasib dan masa depannya. Jika kita bersikap demikian, sama halnya kita tengah menentang rencana Allah untuk kehidupan anak-anak kita.

Warning!
Apabila ada diantara kita, para orangtua yang masih suka memaksakan kehendak kita pada anak, segera bertobat. Ingatlah bahwa kita sudah dianugerahi dan dipercaya Allah untuk melaku­kan kehendak-Nya, mendidik anak me­nurut ren­cana Allah, dan bukan menurut rencana kita. Ji­ka kita tidak mendidiknya sesuai rencana Allah, yang terjadi hanya akan membuat kegagal­an rencana Allah dalam hidup anak-anak kita.(ica)


(Telah dimuat di Renungan Harian Daily Warning!)