Kamis, 31 Oktober 2013

JUST HELP ME... PLEASE



 

Hari itu, lagi-lagi Tina sampai di sekolah dengan wajah lebam. Berjalan memasuki gerbang sekolah dengan kaki terseok-seok, jelas mengundang perhatian guru piketnya. Selidik punya selidik, terungkap kalau pagi itu Tina habis dihajar ayahnya hanya gara-gara ia terlambat bangun. Semalaman memang Tina lembur mengerjakan tugas sekolah, hingga membuatnya telat bangun pagi. Akibatnya, tendangan dan tinju pun melayang ke kaki dan wajah Tina. Bukan hanya sekali dua kali saja Tina menerima kekerasaan seperti ini dari ayahnya. Kalau ayah dan ibunya sedang bertengkar hebat pun, ia tak segan menerima imbas dari pertengkaran itu.  Jika Tina berusaha melerai dan mendamaikan, malah makian, pukulan dan hajaran yang ia dapatkan dari kedua orangtuanya.
Tak ada seorang pun yang menyangka bahkan percaya kalau Tina adalah korban kekerasan dalam rumah tangga alias KDRT. Pasalnya dari luar keluarga mereka terlihat harmonis dan adem ayem saja. Siapa sangka kalau dibalik semua itu, keluarga Tina penuh prahara. Akibat dari KDRT yang dilakukan orangtuanya, prestasi belajar Tina pun merosot. Kondisi psikologisnya pun terganggu. Tina kerap terlihat menyendiri. Bahkan ia cenderung enggan berteman, apalagi dengan teman cowok. Tina kuatir bila ayahnya akan marah-marah dan menghajarnya lagi, bila melihat ia berkumpul dengan teman-temannya, apalagi terlihat bersama dengan cowok.

Bad habit, gloomy past
Tina bukan satu-satunya remaja yang menjadi korban KDRT. Di luar sana masih banyak anak-anak muda yang sangat terluka karena KDRT. Mungkin juga kita adalah salah satu remaja yang pernah ataupun sedang menjadi korban KDRT. Menjadi anak-anak yang mendapat child abuse jelas bukanlah hal yang mudah. Ketakutan, jelas mereka sangat ketakutan. Semuanya ini adalah akibat dari tindakan ortu yang sama sekali nggak memperdulikan anaknya, bukan hanya kondisi fisik, tapi juga psikologis serta mental si anak. Mungkin kita bingung juga, ya, dengan tindakan ortu yang suka menyiksa anaknya sendiri. Apa, sih, yang bikin mereka jadi seperti itu?
Pertama, masa lalu yang buruk. Orangtua yang punya masa lalu buruk punya kecenderungan untuk berlaku buruk pada anaknya. Misalnya saja, di masa lalu si ortu ini juga seringkali menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga yang tidak diselesaikan dengan baik. Akibatnya hal ini kemudian menimbulkan akar pahit, dan ketika dewasa serta menjadi orangtua, mereka pun tanpa disadari ‘membalas’ perlakuan yang diterima di masa lalu itu pada anak-anaknya di masa sekarang.
Kedua, tekanan ekonomi dan lingkungan. Kondisi ekonomi yang sulit di tengah-tengah berbagai kebutuhan hidup yang kian menekan, belum lagi situasi lingkungan kerja dan keluarga yang mungkin saja tidak mendukung bisa bikin ortu jadi stress berat. Karena nggak mampu melepaskan diri dari situasi yang menekan itulah yang membuat mereka makin tertekan, hingga akhirnya anak dan istri/ suami pun kerap jadi sasaran KDRT.
Ketiga, kebiasaan buruk. Nggak sedikit ortu yang ternyata punya kebiasaan yang sangat buruk, yaitu berjudi, mabuk-mabukan, dan mengkonsumsi narkoba. Karena kebiasaan mereka yang buruk itulah membuat mereka jadi suka melakukan KDRT pada anggota keluarganya. Kalau mereka kebiasaan buruk itu nggak terpenuhi, walhasil mereka jadi marah besar dan KDRT lah yang dipilih untuk melampiaskan kemarahan itu.

I don’t wanna hurt anymore
Yang memprihatinkan kita semua, belakangan KDRT makin marak terjadi. Bahkan tanpa kita sadari, sinetron-sinetron yang ditayangkan di televisi kita juga malah makin banyak yang ‘mengajarkan’ KDRT. Bagaimana pun juga, KDRT jelas nggak banget buat ditiru. Apalagi bukan cuma bukan pemerintah saja yang menetapkan bahwa KDRT adalah sebuah pelanggaran hukum. Firman Tuhan pun dengan jelas dan tegas mengungkapkan bahwa KDRT juga melanggar hukum Allah. FirTu bilang, Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (Matius 22:39). Kalau ada ortu yang suka menyiksa anaknya,  it means dia nggak mengasihi sesamanya, yaitu anaknya sendiri. Bahkan Om Paulus juga sudah memperingatkan para ortu untuk tidak suka menyakiti anak-anaknya, “Hai bapa-bapa, janganlah sakiti hati anakmu, supaya jangan tawar hatinya.” (Kolose 3:21)
Nah, jika sobat muda ada yang saat ini pernah ataupun sedang menjadi korban KDRT, apa yang harus kita lakukan?
Satu, doakan terus dan tetap kasihilah mereka. Bukan perkara yang mudah memang ketika harus mendoakan orang-orang yang sudah menyiksa dan menganiaya kita. Tapi bagaimana juga mereka tetaplah orangtua kita yang sudah seharusnya kita tetap kasihi, meski mungkin sudah menyakiti kita. Tuhan Yesus sendiri sudah pernah bilang, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” (Matius 5:44). Mungkin sobat muda juga bisa meneladani Yusuf yang pernah menjadi korban KDRT, yang dilakukan oleh saudara-saudaranya. Nggak cuma melucuti pakaiannya, Yusuf dibuang ke sumur, dan dijual oleh kakak-kakaknya sebagai budak kepada orang Midian. Tapi manakala Yusuf telah menjadi tanan kanan Raja Firaun, ia tetap mengasihi saudara-saudaranya.
Kedua, ampunilah mereka. Ini mungkin akan menjadi part yang paling sulit. Mendoakan dan tetap mengasihi mungkin masih bisa. Tapi untuk mengampuni, mungkin banyak di antra kita yang bakal pikir-pikir beribu kali. Tapi ingat, lho, guys... yang namanya ortu dan saudara kandung, mereka tetaplah kulit dan daging kita juga. Artinya, nggak ada yang namanya bekas anak, bekas ortu, atapun bekas saudara kandung. Yusuf juga mengalami pergumulan yang berat ketika harus mengampuni saudara-saudaranya. Namun ia bisa melaluinya. Kalau Yusuf saja bisa mengampuni perbuatan saudara-saudaranya seayah, alangkah indahnya jika kita juga bisa mengampuni ortu yang sudah menyakiti kita.
Ketiga, get some help. Saat peristiwa KDRT itu sudah terus menerus terjadi, jangan diam saja. Segeralah mencari bantuan sebelum semuanya jadi terlambat. Dalam hal ini bukan hanya kita yang jadi korban saja yang butuh bantuan, ortu atau saudara yang mungkin jadi pelaku KDRT juga butuh bantuan untuk masalah yang mereka hadapi sehingga menjadi pelaku KDRT. Tapi harus diingat, jangan cari bantuan dengan cara yang salah, yaitu lari ke narkoba, miras, dan seks bebas. Kita bisa datangi hamba-hamba Tuhan di gereja, konseling group, atau juga psikolog dan pihak berwajib untuk membantu kita mengatasi masalah KDRT yang kita alami.
Di luar semuanya itu, tetaplah Tuhan harus jadi sandaran pertolongan kita yang paling utama. Percayalah bahwa semua kejadian KDRT yang dialami bukan kesalahan siapapun. Akan tetapi semua kejadian yang kita alami dalam hidup ini, adalah bagian dari rencana Allah untuk membentuk kita menjadi pribadi yang kuat di dalam Tuhan. Allah nggak pernah akan tinggal diam dengan apapun masalah yang kita hadapi. Yang penting, keep your faith in Christ! Biarkan Allah bekerja untuk menolong kita, indah pada waktunya. (ika)



(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Oktober 2013)
 

BERSAING ITU ...



Stella bingung. Kali ini, lagi-lagi ia harus bersaing dengan Sinta. Biasanya dua sahabat ini selalu bersaing dalam hal prestasi belajar di sekolah. Sejauh ini biasanya mereka bersaing secara sehat. Kadang-kadang Sinta yang meraih ranking pertama di kelas. Di waktu yang lain, giliran Stella yang menjadi juara kelas. Tapi sekali ini berbeda. Dua-duanya sama-sama sedang jatuh cinta dengan Anton, ketua OSIS di sekolah mereka.
Awalnya masih biasa-biasa saja. Mereka pun masih bersaing sehat untuk mendapatkan cinta Anton. Namun semuanya jadi berbeda ketika Anton menjatuhkan pilihan hatinya pada Stella. Karena cemburu dan nggak bisa terima, sikap Sinta pun mulai berubah. Persaingan di antara mereka pun mulai menjadi nggak sehat. Bahkan Sinta berani menghalalkan segala cara, meski itu cara yang jahat dan curang sekali pun, untuk mengalahkan Stella dan merebut cinta Anton.

Wajar, nggak, sih?
Macam cerita-cerita di sinetron, kali, ya, tapi itulah kenyataan yang terjadi dan seringkali kita alami. Bahwa mau nggak mau, suka nggak suka, kita akan berhadapan dengan situasi persaingan. Masalahnya, wajar, nggak, sih, kalau kita bersaing dengan orang lain. Yang namanya bersaing adalah sesuatu hal yang biasa terjadi dalam hidup. Adanya persaingan secara positif menimbulkan semangat kita untuk berjuang. Kita jadi punya kemauan yang besar untuk berusaha dan berjuang demi meraih sesuatu yang kita inginkan. So, nggak jadi soal selama persaingan itu dilakukan secara sehat. Artinya, bersaing untuk mendapatkan sesuatu dengan cara-cara yang benar dan sewajarnya.
Nah, yang jadi masalah kemudian adalah ketika kita mulai bersaing dengan cara yang nggak sehat dan terlebih lagi menghalalkan segala cara, meski itu jahat sekalipun, demi mencapai tujuan kita. Inilah yang membuat bersaing itu jadi nggak wajar. Persaingan yang nggak sehat dengan menghalalkan segala cara ini muncul karena iri hati. Iri hatilah yang akhirnya menjadikan Kain tega membunuh Habel, hanya karena persembahan Habel lebih diterima oleh Allah daripada persembahannya (Kejadian 4:5-8).

Perlukah bersaing?
 Dalam situasi tertentu, terkadang memang persaingan dibutuhkan untuk mendorong dan meningkatkan semangat juang kita, untuk mau berusaha mencapai sesuatu yang sudah menjadi tujuan ataupun yang dicita-citakan. Tentu saja disini persaingan sangat diperlukan. Apalagi kalau kita termasuk kategori anak muda yang malas berusaha alias maunya terima jadi doang. Nggak butuh yang namanya usaha atau persaingan dan ogah untuk susah. Kalau sobat muda termasuk jenis anak muda yang seperti ini, jelas persaingan dibutuhkan agar kita tertantang dan mau berusaha supaya nggak kalah dengan orang lain yang mungkin kemampuannya jauh di bawah kita.
Tapi hati-hati juga, lho, guys... Jangan sampai kita terjebak dang terbelenggu dalam persaingan, sehingga kita jadi keranjingan bersaing. Maksudnya? Begini, nih, karena terlanjur ‘suka’ bersaing sampai jadi keranjingan bersaing, akhirnya bikin kita jadi ‘takut kalah’ dan nggak bisa menerima kekalahan. And then, akhirnya bukan cuma iri hati yang bisa menimbulkan persaingan nggak sehat dan menghalalkan segala cara. Karena nggak bisa menerima kekalahan pun bisa bikin kita menghalalkan segala cara untuk memenangkan persaingan. Padahal, ada saatnya kita perlu jadi humble, ketika ternyata harus kalah dalam sebuah persaingan.

How to handle the competition?
Well guys, pada intinya apapun persaingan yang harus kita hadapi, tetaplah berusaha untuk bersaing secara sehat. Memang bersaing itu perlu. Tapi ingat, jangan sampai kita terjebak dalam persaingan yang nggak sehat (Galatia 5:7). Yang terpenting adalah, ketika harus berhadapan dengan situasi persaingan, tetaplah tenang dan jangan terbawa emosi. Nggak perlu juga iri hati ketika harus bersaing. Karena ketika kita sudah mulai iri hati, disitulah awal mula dari perangkap menuju persaingan yang tak sehat.
Stay in the right track. Firman Tuhan dalam Filipi 2:16 mengingatkan, selama kita selalu berpegang pada kebenaran firman Allah, nggak akan sulit bagi kita untuk memenangkan persaingan. Karena inilah satu-satunya kunci agar kita dapat berhasil melewati sebuah persaingan dengan baik, dan menjadi dewasa dalam menghadapi setiap masalah yang harus dihadapi dalam sebuah persaingan.(ika)


(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Oktober 2013)
 

Jumat, 25 Oktober 2013

Belajar Menulis

Mami : Leica,ayo belajar nulis! Nanti kamu gak bisa nulis,lho...
Leica : Kan bisa ketik di komputer to Mami...
Mami : ???????