“Kerjasama? Ah,
itu sih gampang. Tinggal bagi tugas, lalu semua menjalankan tugasnya
masing-masing, selesai sudah.” Seringkali kita juga berpikir demikian,
bukan? Banyak diantara kita yang sering menganggap bahwa kerjasama atau team
work ini adalah sesuatu yang gampang dilakukan. Tetapi benarkah demikian?
Apakah memang kerjasama itu semudah yang dikatakan? Lalu bagaimana dengan
kerjasama dalam kehidupan bergereja?
Frisca,
koordinator Seksi Persekutuan di Komisi Pemuda sebuah gereja, belakangan ini
mengeluhkan sikap Toni, salah seorang anggotanya, yang dianggapnya tidak bisa
diajak bekerja sama. Tiap kali seksi persekutuan sudah memutuskan suatu hal
yang telah disepakati bersama, tiba-tiba saja Toni ‘komplain’ dan mengajukan
usul lain, sehingga keputusan yang ada mentah lagi. Padahal keputusan yang
dibuat, juga disetujui oleh Toni.Tak jarang Toni juga memaksakan pendapatnya,
dan jika tidak dituruti, ia mengancam akan mundur dari pelayanan. Kejadian ini
tak hanya sekali dua kali, bahkan berulangkali terjadi. Ini membuat Frisca dan
anggota-anggota lainnya kesal. Tak heran jika kemudian rekan-rekannya mulai
menjauh dan enggan berbagi tugas dengannya. Di sisi lain, Toni merasa bahwa
dirinya dianggap tak pernah ada oleh rekan-rekannya. Ia selalu merasa
ide-idenya tak pernah diterima dan dianggap angin lalu oleh teman-temannya.
Toni juga merasa diletakkan di seksi persekutuan hanya karena ia punya motor,
sehingga dapat dimanfaatkan oleh teman-temannya untuk mengantar mereka ke
mana-mana.
Kasus ini menunjukkan, sesungguhnya kerjasama bukanlah
sesuatu yang mudah untuk dilaksanakan. Memang jika dibayangkan, nampaknya mudah
untuk dilakukan. Apa yang dibayangkan ternyata tak semudah kenyataannya. Dalam
suatu kelompok, kita bertemu dengan berbagai macam manusia dengan karakter yang
berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Dan tidak semua orang yang ada di dalam
kelompok tersebut bisa cocok satu dengan yang lainnya. Kalau ada yang tidak
cocok, bukan tidak mungkin jika kemudian terjadi perselisihan, permusuhan,
bahkan bisa jadi sampai mengarah ke perpecahan
Kehidupan
bergereja tak hanya terdiri dari satu orang saja. Gereja terdiri dari banyak
orang dengan bermacam karakter. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan
serta talenta yang berbeda-beda. Jika semuanya itu diintegrasikan, apa yang
akan terjadi? Kerjasama! Itulah yang akan muncul. Jika bermacam-macam orang
dengan beragam talenta dapat bekerjasama satu dengan yang lainnya, gereja akan
dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik, karena masing-masing saling
bahu-membahu untuk mewujudkan visi dan misi gereja.
Mengapa kerjasama dalam hidup bergereja ini
dibutuhkan? Agar setiap individu yang ada dalam persekutuan bersama di gereja,
boleh sehati sepikir, satu jiwa dan satu tujuan dalam rangka mewujudkan
Kerajaan Allah. Rasul Paulus dalam 1 Korintus 1:10 menasihatkan kepada kita, “Tetapi
aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus,
supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi
sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir.”
Munculnya Konflik
Tidak ada satu
organisasi pun yang tidak pernah mengalami konflik. Demikian juga dengan
organisasi di gereja juga tidak lepas dari konflik.Dalam kerjasama dengan
rekan-rekan sekerja di pelayanan pun seringkali timbul konflik didalamnya. Ada
banyak hal yang memicu timbulnya konflik dalam kerjasama. Yang pertama,
adalah pemimpin yang otoriter! Rupanya ada hal-hal yang sering dilupakan dalam
kehidupan bergereja. Kita lupa kalau organisasi gereja berbeda dengan
organisasi sekuler. Merasa jabatan kita diatas, disadari atau tidak, kita
kemudian menganggap rekan-rekan yang lain dibawah kita. Kita lupa bahwa
sebenarnya kedudukan kita dan rekan-rekan sepelayanan, semuanya sama di hadapan
Allah. Tak ada yang lebih tinggi atau yang lebih rendah. Semua punya tujuan
sama yaitu melayani Allah. Semuanya harus saling topang satu sama lain.
Menyimak kisah bangsa Israel melawan orang Amalek, saat
itu, jika Musa mengangkat tangannya maka bangsa Israel akan mengalami
kemenangan, dan jika Musa menurunkan tangannya maka Israel akan kalah. Ketika
Musa lelah, Harun dan Hur menolong Musa dengan menopang kedua tangan Musa
(Keluaran 17:8-15). Inilah yang dinamakan kerjasama! Antara Musa, Harun, Hur,
juga Yosua dan seluruh bangsa Israel, semuanya saling menopang sesuai dengan porsi
mereka masing-masing, untuk mengalahkan orang Amalek. Musa mengangkat tongkat
Allah, Harun dan Hur menopang kedua
tangan Musa, sedangkan Yosua beserta bangsa Israel lainnya berperang melawan
orang Amalek.
Yang
kedua, karena sumber daya manusia yang pasif.
Ada banyak hal yang menyebabkan rekan-rekan kita ini pasif. Motivasi pelayanan
yang salah adalah salah satu sebabnya. Kita tidak bisa menutup mata, bahwa
diantara kita dalam pelayanan mungkin saja ada yang memiliki motivasi yang
berbeda, bukan untuk sungguh-sungguh melayani. Ini dapat mengakibatkan
ketidaksolidan kerjasama dalam pelayanan. Seharusnya ini dihindari sejak awal,
ketika memilih orang-orang yang akan dipercaya memegang suatu jabatan di dalam
organisasi gerejawi, supaya tidak terdapat pelayan yang bermotivasi tidak
benar. Jika kita sungguh-sungguh meminta hikmat dari Allah dan mempergumulkan
masalah ini, pasti Allah akan mengirimkan orang-orang terbaiknya. Roma 12:16
mengingatkan, ”Hendaklah kamu sehati sepikir dalam hidupmu bersama,…” Jika semua orang bertekun dan bersehati bersama-sama
mendoakannya, maka tak sulit untuk mendapat pengurus yang berkualitas. Ini juga
yang dinamakan kerjasama!
Koordinasi
yang tidak baik antara pimpinan dengan anggota juga dapat mengakibatkan
kepasifan para anggota pengurus komisi. Miscommunication, pimpinan yang kurang mempercayai kemampuan
rekan-rekannya, ide-ide yang terlewatkan oleh pimpinan, semuanya itu dapat juga
mengakibatkan rekan-rekan sepelayanan kita menjadi pasif. Sebenarnya jika
semuanya dikomunikasikan bersama dan tiap orang berusaha untuk percaya pada
kemampuan masing-masing individu yang terlibat didalamnya, mau saling menegur,
saling belajar satu dengan lainnya, saling menghargai, dan mau saling memberi
kesempatan kepada setiap orang, dengan sendirinya kerjasama itu akan muncul.
Inti yang terpenting dalam hal ini adalah kerendahan hati. Rasul Paulus pun
sudah menegaskan tentang hal ini, ketika berbicara mengenai kesatuan jemaat dan
karunia yang berbeda-beda, “Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah
lembut , dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu.” (Efesus 4:2)
Yang
ketiga, masalah perbedaan karakter. Bukan
sekali dua kali saja bentrokan dalam team work gara-gara perbedaan karakter
masing-masing individu didalamnya, yang mengakibatkan urusan pelayanan yang
seharusnya diselesaikan bersama jadi terbengkalai. Kita harus menyadari, bahwa
kita semua terdiri dari berbagai karakter yang berbeda. Kita harus belajar
menerima kelebihan dan kekurangan masing-masing karakter yang dimiliki oleh
rekan-rekan sekerja kita. Ingatlah bahwa kita semua adalah saudara seiman yang
dipersatukan oleh Allah dalam kasihNya. Memahami karakter orang lain tidaklah
mudah, semuanya perlu proses. Tetapi kalau ada kemauan dari diri kita,
kerendahan hati dan kesabaran, serta tidak lupa menyertakan Allah, masalah
perbedaan karakter ini justru akan
menjadi sesuatu yang unik bagi kita.
Satu hal yang terpenting bagaimanapun juga adalah
tetap sehati dan sepikir di dalam Tuhan. Kalau pun ada yang memiliki kekurangan dan kelebihan,
itu adalah hal yang wajar. Biarlah kekurangan kita ditutupi oleh kelebihan
rekan kita, dan kelebihan kita menutupi kekurangan rekan kita. Itulah yang
disebut dengan kerjasama yang indah berdasarkan kasih. Firman Allah dalam 1
Korintus 13:7 mengingatkan kita bahwa kasih itu menutupi segala sesuatu,
percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, dan sabar menanggung
segala sesuatu. Inilah resep terpenting dalam memahami perbedaan karakter
rekan-rekan kita.
Kerjasama Bersama Allah
Kunci utama yang tidak boleh kita lupakan dalam suatu
kerjasama adalah keterlibatan Allah di dalamnya. Suatu kerjasama, terlebih
dalam organisasi gereja, tidak akan dapat berjalan dengan baik jika kita tidak
melibatkan Allah untuk turut bekerjasama di dalamnya. Setiap kali kita mulai
menemukan konflik dalam kerjasama kita, perlu dikoreksi apakah kita sudah
melibatkan campur tangan Allah di dalamnya. Paulus, rasul Kristus Yesus dalam I
Korintus 3:10-11, mengingatkan kita bahwa masing-masing dari kita dianugerahi
talenta yang berbeda supaya saling bekerja sama di atas dasar yang diletakkan
oleh Tuhan Yesus Kristus. Dari ayat ini, sudah terlihat dengan jelas bahwa
setiap kerjasama terjadi karena kehendak Allah. Oleh karena itu, dalam setiap
proses kerjasama yang kita lakukan, jangan lupakan Allah.
Akhirnya yang harus selalu kita ingat dan kita
lakukan dalam setiap proses bekerja sama, kita harus sehati sepikir di dalam
Tuhan, rendah hati, lemah lembut, sabar, saling membantu, dan mau saling
terbuka satu dengan yang lainnya, serta tidak lupa untuk selalu melibatkan
Allah. Itulah kunci sukses terjalinnya kerjasama yang baik.q(gyt) (telah diterbitkan di Majalah & Renungan Harian Imamat Rajani, Edisi Maret 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar