Senin, 31 Agustus 2015

BE A GOOD FRIEND



Timothy suntuk. Siang ini ia baru saja bertengkar dengan Andreas, sahabatnya. Andreas marah padanya, karena ia tak mau mendukung Andreas untuk memusuhi Stanley. Stanley belum lama ini ketahuan merebut Rita, pacar Andreas. Jelas kejadian ini bikin Andreas murka dan dendam banget sama Stanley. That’s why Andreas mati-matian membujuk Timothy untuk ikutan membenci Andreas. Sayangnya Timothy ogah menuruti permintaan Andreas. Timothy malah menasehati Andreas untuk    melupakan semuanya. Setidaknya, kejadian itu membuktikan bahwa Rita bukanlah cewek yang baik buat Andreas. Seharusnya Andreas bersyukur karena Tuhan sudah nunjukinnya dari sekarang, nggak nanti-nanti ketika mereka sudah nikah. Begitu menurut Timothy. Sayangnya Andreas nggak sependapat. Andreas malah menganggap Timothy nggak setia kawan dan malah lebih ngebelain Stanley dan Rita. Inilah yang membuat Timothy suntuk. Ia berusaha menjadi sahabat yang baik buat Andreas, namun justru mendapat reaksi yang nggak diharapkan.

Wise... or... Worse
Guys, pernah nggak menghadapi kejadian seperti ini? As a best friend, kita mencoba ngasih solusi yang baik buat sohib kita, eh... nggak tahunya malah dimusuhin sama sohib. Menjadi sahabat yang baik memang gampang-gampang susah, ya. Nyatanya, sebagai sahabat tanpa disadari kita seringkali lebih menjadi sahabat yang ‘mendukung’ perbuatan yang salah sohib  kita. Betul, nggak? Misalnya saja, ketika tahu sohib kita ternyata mulai mengkonsumsi narkoba, bukannya mengingatkan tapi kita justru menjauhinya karena takut disangka terlibat narkoba juga. Bahkan kita cenderung membiarkannya, karena merasa itu bukan urusan kita.
Saat senang, mungkin gampang buat kita berbela rasa dengan sahabat. Tapi saat susah? Ternyata nggak semudah itu. Yang terutama ketika sahabat kesusahan. Bukannya mendorong sahabat agar move on dari kesulitan yang dihadapi, tapi kita justru ‘mendorongnya’ makin terpuruk dalam kesulitannya. Masih ingat dengan kasus terbunuhnya Mia Nuraini? Gara-gara nggak bisa move on dari mantan pacarnya, seorang pemuda berinisial ‘A’ bersama teman-teman satu gank-nya nekat mengeroyok dan melukai Mia yang tengah berboncengan sepeda motor dengan Sony, pacar barunya.  Ironisnya, sebagai sahabat, seharusnya teman-teman ‘A’ dapat menasehati dan mencegahnya melakukan tindak bodoh. Sebaliknya, atas nama solidaritas mereka justru membantu ‘A’ untuk berbuat kriminal pada Mia, dan akhirnya mereka semua harus berakhir di penjara.

In joy and sorrow
                “Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” (Amsal 17:17). Namun ketika sahabat kita mengalami kesusahan, bukan berarti kita lantas mengumandangkan solidaritas yang keliru, seperti yang dilakukan oleh teman-teman A di atas. Susah senang memang mestinya dijalani bersama sebagai sahabat. Bukan salah benar mesti dijalani bersama sebagai sahabat. Masih ingat dengan persahabatan Amnon dan Yonadab (II Samuel 13)? Saat Amnon jatuh cinta pada saudaranya sendiri, Yonadab justru memberi nasehat yang menyesatkan pada Amnon, hingga akhirnya tragedi penodaan terhadap Tamar pun terjadi..
Menjadi sahabat yang baik adalah ketika sahabat kita senang, kita pun turut bersukacita bersamanya, dan bukan iri hati atas kebahagiaannya. Sahabat yang baik adalah, ketika sahabat kita susah, kita selalu ada disampingnya, menghibur, menguatkannya, dan yang terpenting adalah selalu mendoakannya. Saat sahabat kita salah, kita pun harus berani menegurnya agar ia sadar dan tidak semakin jatuh dalam kesalahannya. Sebaliknya, saat kita melakukan kesalahan dan sahabat kita menegur, hendaknya kita juga bisa berbesar hati untuk mau menerima kritik, masukan dan bahkan teguran dari sahabat kita. Apalagi kalau teguran itu justru untuk membangun kita. Itu artinya sahabat kita sungguh-sungguh mengasihi kita, karena ia tidak mau kita makin jatuh dalam kesalahan yang sudah kita buat.
Well guys, apapun itu kehadiran sahabat selalu memiliki arti lebih dalam kehidupan kita. Namun kita tetap harus aware juga. Jangan sampai kita punya sahabat yang menyesatkan seperti Yonadab, atau bahkan kita sendiri menjadi sahabat yang menyesatkan. Remember, Paulus dalam I Korintus 15:33 sudah mengingatkan, “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik.” Sekarang tinggal kita sendiri yang memutuskan, mau jadi sahabat yang baik, atau jadi sahabat yang menyesatkan. Atau,  apakah kita mau memilih mengikuti sahabat yang baik, atau sebaliknya mengikuti sahabat yang menyesatkan. Semua pilihan itu, ada pada kita sendiri.

(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Agustus 2015)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar