Apa yang kita lakukan kalau
sahabat baik yang selama ini selalu mendukung, menolong, dan menopang kita,
tiba-tiba saja meminta bantuan karena ia telah melakukan kesalahan fatal yang
telah merugikan orang lain. Biasanya, dengan sigap kita akan mengulurkan pertolongan
kepadanya, mengingat bahwa dia adalah sahabat terbaik yang juga sering menolong
kita. Nggak perduli akan kesalahan yang sudah dia lakukan, pokoknya kita akan
menolong dan mendukungnya mati-matian. Bahkan bukan nggak mungkin kita
bisa sampai mengabaikan prinsip dan hati nurani kita sendiri, meski tahu dia
salah.
Seperti halnya yang
terjadi pada Anton. Suatu hari Rudi, sahabat karib Anton datang menemuinya
dalam kondisi yang sangat buruk. Anton tahu, Rudi adalah pengguna narkoba dan
hari itu Rudi datang dalam kondisi sakaw. Rudi meminta tolong agar Anton
mencarikannya narkoba, agar ia tak lagi tersiksa akan kebutuhannya yang amat
sangat akan narkoba.
Anton kasihan melihat
kondisi Rudi yang selama ini selalu ada saat ia sedang susah. Kali inipun Anton
tak ingin tinggal diam. Ia pun dengan sigap menolong Rudi. Anton tidak ingin
Rudi menderita. Namun tindakan Anton justru bukannya menolong Rudi. Anton tidak
membawa Rudi ke rumah sakit agar Rudi mendapat pertolongan akan
ketergantungannya terhadap narkoba. Sebaliknya, Anton justru berusaha
mati-matian untuk mendapatkan narkoba bagi Rudi, yang justru berujung pada
kematian Rudi dan tertangkapnya Anton saat membeli narkoba.
Mengasihi atau
menjerumuskan?
Sepintas perbuatan kita
sepertinya baik. Ingin menolong sahabat kita, seperti halnya yang dilakukan
Anton terhadap Rudi. Tetapi sadarkah sobat muda, bahwa apa yang kita lakukan
itu justru bukannya menolong sahabat kita, tetapi malah semakin menjerumuskan
dia, dan bahkan kita sendiri juga terseret untuk melakukan kesalahan?
“Lho, mana mungkin aku
nggak nolongin dia? Aku harus nolongin dia, apapun kondisinya. Gimanapun juga, aku
melakukannya karena aku mengasihi dia. Karena dia sahabat baikku…” Begitulah
alasan kita biasanya. Tetapi sebetulnya kita tidak sungguh-sungguh
mengasihinya. Lho, kok bisa, ya? Kalau kita sungguh-sungguh mengasihinya, tentu
kita akan menegurnya, supaya ia berbalik ke jalan yang benar. Tapi justru yang
kita lakukan adalah hal yang sebaliknya.
Tidak dapat
dipungkiri, rasa kasihan yang salah seringkali lebih menguasai hati dan pikiran
kita. Akibatnya kita pun cenderung untuk memberi pertolongan yang salah kepada
sahabat kita. Kita cenderung untuk lebih mengikuti cara yang salah, asalkan itu
membuat sahabat kita senang dan bahagia serta masih menganggap kita sahabat,
daripada mengikuti cara yang benar meski dengan resiko kita mungkin justru akan
dimusuhi sahabat kita sendiri.
Jangan berkompromi!
Sobat muda, firman
Tuhan dalam Yakobus 4:17 jauh-jauh hari sudah mengingatkan, jika kita tahu
berbuat baik tetapi kita tidak melakukannya, maka kita berdosa. Demikian pula
jika kita tahu teman kita bersalah, tetapi kita tidak mau menegur dan membawanya
kembali ke jalan yang benar, maka kita pun berdosa. Sebaliknya, jika kita mau
menegur dan membawa sahabat kita kembali ke jalan yang benar, maka kita akan
menyelamatkannya dari upah dosa, yaitu maut (Yakobus 5:19-20).
Sebab itu, jangan lagi
kita berkompromi dengan kesalahan yang sudah dibuat oleh sahabat kita, tetapi
kita justru harus menolong dia untuk bangkit dari kesalahan yang sudah
diperbutnya. Kalau selama ini hati kita terlalu lemah karena terlalu mengasihani
sahabat kita, sehingga kita tidak tega menegurnya tiap kali ia berbuat
salah, berdoalah dan mohon kekuatan dari Allah. Karena hanya dengan pertolongan
dari Allah sajalah, kita dimampukan untuk menegur dan menolong sahabat kita
dengan penuh kasih. Mintalah juga agar Allah menolong dan memberkati setiap
perkataan kita, agar apa yang kita sampaikan pada sahabat kita tidak menyakiti
hatinya dan ia mau mendengarkan nasehat baik kita.
Hari ini, sudahkah kita
berlaku sebagai sahabat yang baik, dan menegor dengan kasih teman kita yang
berbuat salah? Jika belum, lakukanlah sekarang juga. Ingatlah, sahabat yang
baik adalah sahabat yang tidak hanya memberi pujian ketika melakukan
kebaikan, tetapi juga mau menegur dengan kasih ketika sahabatnya melakukan. Itu baru namanya
persahabatan yang sehat.q(ika) (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Oktober 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar