Kamis, 31 Desember 2009

SUKACITA DI TENGAH DERITA


Via bingung. Entah apa yang harus dilakukannya kini. Tak tahu di mana lagi ia dan keluarganya akan tinggal. Padahal dua minggu lagi natal tiba. Merayakan natal bersama-sama keluarga tercinta sudah terbayang di pelupuk mata sejak bulan Desember menjelang. Tapi apa daya... kebakaran besar yang melanda kompleks perumahannya pagi ini sudah meluluhlantakkan seluruh harapannya. Rumahnya ludes tak bersisa, dan Via pun harus kehilangan ibu serta adik bungsunya. Natal kali ini menjadi natal yang paling kelabu dalam hidup Via. Dunia pun seolah runtuh menimpanya.
Sobat muda, masa raya natal kerap kali diidentikkan dengan sesuatu yang seharusnya selalu indah, penuh sukacita, bahagia, dan menyenangkan. Akibatnya kita jadi terfokus hanya pada kemeriahan dan kegembiraan natal semata. Padahal di luar semua kemeriahan natal, tak jarang terselip serpihan-serpihan luka yang membuat kita seringkali merasa nelangsa dan kehilangan inti dari sukacita natal itu sendiri.

It’s not only yours!
Saat kita sedang mendapat kesusahan, apalagi menjelang natal seperti ini, tak jarang kita merasa menjadi orang yang paling menderita sedunia. Seolah-olah tak ada seorang pun yang bisa memahami dan semenderita kita. Apapun itu kesusahannya, baik yang baru diputusin pacar, ditinggalkan orang-orang terkasih, nggak lulus ujian, dan lain sebagainya. Kita terlalu terpaku pada kesusahan itu sendiri tanpa memperdulikan yang lain. Padahal kalau mau introspeksi, di luar sana masih ada orang-orang yang hidupnya jauh lebih menderita daripada kita.
Sobat muda, kalau kita mau memperhatikan kondisi Yesus sendiri pada saat dilahirkan, boleh dibilang Ia juga tengah dalam kondisi yang penuh dengan penderitaan. Ia harus lahir di tempat yang sangat tidak layak bagiNya. Terbaring di sebuah tempat makanan hewan di dalam sebuah kandang (Lukas 2:7). Sebuah ironi, sementara kita sendiri paling tidak lahir di rumah sakit, atau dalam situasi paling buruk pun, setidaknya kita masih lahir di tempat tidur yang layak. Namun semuanya itu tidak mengurangi sukacita Yusuf dan Maria, juga para gembala serta orang-orang majus dalam menyambut kelahiran Yesus.

Tetaplah bersukacita
 Well guys, nggak mudah memang untuk bersukacita di tengah-tengah suasana penuh derita, duka dan nestapa. Akan tetapi Allah mengajar kita untuk senantiasa bersukacita dalam segala hal. Seburuk apapun penderitaan yang kita alami, Allah ingin kita tetap bersukacita, karena di dalam sukacita itulah ada pengharapan yang besar dari Allah (Roma 12:12). Selama kita mau melekat kepada Allah dan berpegang teguh pada pengharapanNya, maka Ia tidak akan membiarkan kita terpuruk dalam penderitaan selamanya.
So, jangan biarkan Mang Iib merenggut sukacitamu meski kita tengah menderita. Tetapi justru ditengah-tengah penderitaan itulah kita dapat tetap bersukacita dan semakin melekat pada Allah. Sebab kita tahu bahwa Ia telah menyatakan diriNya dan memberikan sukacita yang tidak terhingga di dalam kehidupan kita.q(ika)          (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Desember 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar