Ruben. Begitulah ia biasa disapa. Hampir seluruh
jemaat di GKI Gejayan Yogyakarta mengenalnya. Dari sekolah minggu sampai
lansia, tak ada yang tak kenal Ruben. “Selamat pagi… selamat hari minggu…
selamat beribadah… Tuhan Yesus memberkati…” Mungkin hanya kata-kata penyambutan
itulah yang selalu diucapkannya di setiap hari minggu, menjelang ibadah minggu
dimulai. Namun sapaan hangat dan senyum manisnya kepada seluruh jemaat itulah
yang selalu diingat oleh semua orang. Padahal Ruben masih sangat muda. Jarang
sekali ada anak muda yang sangat akrab dengan seluruh jemaat.
Sayang, di usianya yang masih muda pula Tuhan
memanggilnya. Penyakit yang dideritanya sejak lama, akhirnya membawa Ruben
kembali pada Bapa. Akan tetapi Ruben telah meninggal jejak-jejak manis di hati semua
orang. Melalui sikap dan perbuatannya, setiap orang dapat melihat bahwa Kristus
sungguh-sungguh hidup di dalam kesehariannya. Lalu bagaimanakah dengan kita?
Sebagai anak muda seringkali kita merasa kesulitan untuk menjadi anak muda yang
hidupnya sungguh-sungguh menjadi teladan Kristus. Jangankan menyapa seluruh
jemaat seperti halnya yang dilakukan Ruben, menyapa teman sendiri saja
kadang-kadang suka males. Apalagi kalo pas lagi musuhan. Jangankan menyapa,
nengok aja juga males.
THE CONSEQUENCE
Menjadi anak Tuhan memang gampang-gampang susah.
Jadi gampang kalau kita mau nurut sama semua perintah-perintahNya. Nah,
susahnya, ya, kalau ternyata apa yang Allah mau untuk kita perbuat, ternyata
bertentangan dengan keinginan hati kita. Wah… kalau sudah begini, hati rasanya
ingin berontak saja. Masa, iya, sih, Tuhan nggak bisa mengerti maunya kita?
Sobat muda, ketika kita memutuskan untuk
mengikut Kristus, kita semestinya sudah harus siap dengan segala
konsekuensinya. Bahwa ada salib yang harus kita pikul sebagai pengikut Kristus.
Nggak hanya itu, hidup kita sebagai orang Kristen secara otomatis bakal jadi
sorotan. Kalau kita nggak hidup benar seturut dengan firman Allah, dengan
mudahnya orang akan berkata, “Orang Kristen, kok, seperti itu, ya?”
Ingat, lho, hidup kita ini ibaratnya seperti
kitab yang terbuka. Semua orang pasti akan melihat segala tingkah laku kita.
Kalau kita hidup seturut dengan firman Allah, orang akan melihat Kristus
melalui tingkah laku dan tutur kata kita, dan secara otomatis nama Tuhan pun
dimuliakan. Sebaliknya, ketika kita nggak mau taat akan Allah, nama Tuhan pun
bisa dipermalukan, hanya gara-gara kelakuan kita yang nggak sesuai dengan
firman Allah. Matius 5:16 mengingatkan, “Demikianlah
hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu
yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."
USE OUR LIGHTMETER
Kalau di dunia fotografi kita mengenal ada alat
yang namanya lightmeter, yaitu sebuah alat untuk mengukur intensitas cahaya. Maka di dalam
kehidupan sehari-hari, kita juga membutuhkan “lightmeter” yaitu Firman Tuhan,
untuk dapat melihat apakah hidup kita sudah sungguh-sungguh
memancarkan kasih Kristus ataukah belum. Kalau selama ini kita merasa cukup
dengan menjadi anak Tuhan yang nge-flat
alias yang standar, pokoknya yang penting rajin ke gereja dan nggak menyimpang
dari firmanNya, ayo mulai sekarang kita belajar untuk melakukan lebih dari itu.
Mulailah berfikir, sudahkah hidup kita ini sungguh-sungguh telah menjadi berkat
bagi orang-orang di sekeliling kita. Ketika hidup kita menjadi berkat bagi
orang lain, secara otomatis orang lain akan melihat bahwa Kristus
sungguh-sungguh hidup dalam kehidupan kita. And of course, itu akan menjadi kesaksian
bagi orang lain.
Sebab itu, ayo, mulai sekarang rubah sikap hidup
kita yang selama ini biasa-biasa saja dan hanya mementingkan diri sendiri.
Mulailah belajar untuk mempergunakan masa muda kita dengan melakukan hal-hal
yang membuat hidup kita lebih bermakna. Bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi
juga bagi orang lain. Bukan sesuatu hal yang mudah memang untuk memulainya.
Tetapi ketika kita mau mencobanya, tentu saja akan membawa perubahan yang
sangat berarti bagi kita, juga orang-orang di sekitar kita.q(ika) (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Februari 2011)
tulisan ini didedikasikan khusus untuk sahabatku terkasih, Alm. Ruben Rumbiak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar