10 Oktober 2012
mungkin menjadi hal yang tak terlupakan bagi Arditya Warda Stefanus. Hari itu, Ardi yang tinggal di sebuah rumah
bersama dua temannya, Jonathan Ken Olin
dan Fingky Kristian, dirampok dan dibunuh
oleh Irwan Yasin, teman akrabnya
sendiri. Peristiwa tersebut membuat Arditya hampir kehilangan nyawanya,
sementara Jonathan dan Fingky pun meninggal dunia. Saat kejadian, Ardi
ditemukan dalam kondisi kritis. Ia akhirnya bisa diselamatkan setelah menjalani
perawatan intensif selama hamper dua minggu di rumah sakit.
Pasca kejadian
tersebut, Ardi memang merasa takut dan trauma. Dukungan keluarga dan
teman-temannya membuat Ardi sadar bahwa ia harus move on dan melanjutkan hidupnya. Ia memutuskan untuk membebaskan
diri dari rasa takut dan trauma yang dialaminya. Ia membulatkan tekad dengan
tetap tinggal sendiri di rumah tempat kejadian perkara. Bahkan ia memilih tidur
di kamar tempat Fingky dibunuh. Dukungan semua orang yang mengasihinya membuat
Ardi segera lepas dari trauma, dan bahkan mampu bertahan hidup dan kini tengah
berusaha menyelesaikan studinya di Universitas Widya Mandala, Surabaya. (Jawa Pos, 13 April 2013).
Sobat muda, ada
berapa banyak di antara kita yang mungkin mengalami trauma, meski mungkin tidak
seekstrim yang dialami Ardi, tapi gara-gara trauma itu membuat kita enggan move on dan terus berkutat pada trauma
itu. Takut dan trauma yang membuat kita terbelenggu sehingga semuanya itu
membuat kita kesulitan sendiri untuk bisa melakukan banyak hal. Masalahnya,
sering kita merasa ‘nyaman’ dengan kondisi tersebut, sehingga nggak mau lagi
untuk berusaha melepaskan diri dari ketakutan dan traumatic yang dialami.
Akibatnya sudah pasti, hidup kita pun akhirnya jadi jalan di tempat, karena
kita sendiri nggak punya kemauan untuk membebaskan diri dari rasa takut dan
trauma.
Menguasai
atau dikuasai
Mengalami sesuatu
yang menyakitkan memang sangat menakutkan dan membuat kita takut. Apapub itu
kejadiannya. Kenyataannya, kita pun juga
nggak bisa melarang ketika sesuatu yang yang buruk itu akhirnya harus terjadi
dan mebuat kita ketakutan hingga trauma. Yang menjadi persoalan adalah
bagaimana kita meresponinya setelah semuanya itu terjadi.
Pasca kejadian
memang adalah masa-masa tersulit bagi kita. mungkin kita akan bertanya-tanya. Mengapa
semuanya itu harus terjadi? Dimanakah Tuhan ketika peristiwa itu terjadi? Namun
ketika sobat muda mau merenungkan, betapa sebenarnya lewat peristiwa-peristiwa
yang menyakitkan itu, Allah punya rencana yang indah untuk kita. Nah, pada saat
inilah biasanya kita mulai galau. Di tengah rasa galau, takut dan trauma yang
dialami, hati dan pikiran kita mulai bicara. Mau terus dihantui rasa takut dan
trauma, atau mau lepas dari semuanya itu, dan hidup bebas dari rasa takut dan
trauma.
Nyatanya, kita
memang ingin bebas dari takut dan trauma. Tapi kita enggan untuk bergerak dan
berusaha untuk melepaskan diri dari semuanya itu. Akibatnya, ya, kita jadi
terus dikuasai oleh trauma dan ketakutan. Mau keluar rumah takut. Mau ke
pelayanan takut. Mau hidup normal pun jadi takut dan trauma. Kita lebih memilih
dikuasai rasa takut dan trauma itu ketimbang meenguasainya dan hidup merdeka.
He
gave the freedom
Guys,
sebenarnya Tuhan Yesus nggak kepengin kita hidup terus menerus dalam lingkaran
ketakutan dan traumatik. Ia memberikan kuasaNya agar kita bebas dari rasa takut
dan trauma. Syaratnya cuma kasih dan
pengampunan. Kalau kita mau mengampuni dan melepaskan apa yang sudah terjadi,
apa yang membuat kita takut dan trauma, pasti nggak akan sulit untuk lepas dari
semuanya itu. Pastinya pengampunan itu dapat diberikan kalau kita mau
mengasihi. Tanpa kasih, sulit bagi kita untuk dapat mengampuni dan
menghilangkan rasa takut serta trauma yang dialami. Ingat lho, firman Tuhan
pernah bilang, “Di dalam kasih tidak ada
ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan;” (1 Yohanes 4:18a).
Nah, mulai
sekarang ayo kita bangkit dan melepaskan diri dari belenggu ketakutan serta
trauma. Amsal 18:14 memberikan nasehat, “Orang
yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan
semangat yang patah.?” Kalau kita nggak punya semangat, kita nggak bisa
lepas dari penderitaan karena dibelenggu rasa takut dan trauma. Ingatlah bahwa
Allah sangat mengasihi kita, demikian juga dengan orang-orang yang mendukung di
sekelilng kita. Jangan mau dikalahkan oleh rasa takut. Tapi ayo, kalahkanlah
ketakutan itu, dan bebaskan diri dari rasa trauma, karena kita punya Allah yang
lebih besar, yang sanggup menopang dan menolong kita.(ika)
(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi April 2013)
Kak ardi.. Masih ingat saya gak ya? ;(
BalasHapus