FROM TROUBLE TO TROUBLE
Nonton film “8 mile”-nya rapper kondang
Eminem? Disitu diceritain perjalanan hidup Rabbit sebelum ia jadi penyanyi rap
beneran. Rabbit hidup dilingkungan sangat kumuh dengan ibu yang doyan berjudi
en gak kerja, gak perduliin anak-anaknya, hidup semau-maunya sendiri. Udah
gitu, ia juga nggak dianggep ama lingkungannya yang rata-rata semuanya berkulit
hitam. Gak heran kalo si Rabbit ini jadi anak yang brutal, doyan berantem,
doyan ngomongin kata-kata yang nggak senonoh, pokoknya hidupnya kacau banget.
Tapi biar begitu, Rabbit tetep sayang pada keluarganya. Ia selalu berusaha
melindungi dan menasehati ibunya meski seringkali diabaikan, dan Rabbit
berusaha keras melindungi adiknya, Lily, yang masih balita, supaya nggak
terkontaminasi dengan kekerasan yang ada disekelilingnya. Rabbit nggak pengen
adiknya jadi seperti dia dan ibunya.
Nggak sedikit
diantara kita, anak-anak muda usia, remaja yang sehari-harinya hidup seperti
Rabbit. Mesti kerja keras untuk menghidupi keluarga, hidup dikelilingi dengan
kekerasan, kemiskinan dan kesempatan hidup yang hampir nggak ada. Gimana sih
reaksi kita waktu dihadapin ama kenyataan hidup yang kayak gitu? Udah ortu
nggak mau perduli dengan hidup en masa depan kita, lingkungan kita pun begitu
buruknya sampai-sampai sebenarnya nggak layak buat seorang anak untuk tumbuh
dan berkembang dengan baik. Udah gitu nggak ada seorang pun yang mau menolong
dan mendukung kita untuk keluar dari semuanya itu. Kebayang nggak betapa
betenya kita. Nggak cuman bete, tapi juga perasaan hampa juga menyerang kita.
Ngerasa nggak ada gunanya lagi kita hidup ditengah-tengah segala kesumpekan
yang makin merajalela. Perasaan itulah yang mungkin kita rasakan. Pengennya
lari meninggalkan semuanya itu dan kalo bisa … mati aja deh. Lha? Apa bener
semua orang yang merasakan keparahan dan kepahitan hidup seperti itu harus
berakhir dengan mematikan diri?
Too Much Trouble Will Kill You
Bukanlah hal
yang mudah emang buat kita kalo di usia yang masih belia banget, kita mesti
berhadapan dengan real life yang menyakitkan kayak begitu. Perasaan
diabaikan, nggak diterima, tertolak, kebencian, kesedihan, kemarahan, balas
dendam, semuanya campur aduk menjadi satu. Rasanya pengen banget numpahin
semuanya itu ke orang yang deket sama kita, yang mau dengerin en ngertiin kita. Tapi kenyataannya nggak ada
seorang pun yang care ama kita en nggak ada juga yang mau ngerti or
dengerin kita. Duh … makin bete-lah diri. Akhirnya, kebanyakan yang sering kita
lakuin buat ngebebasin diri dari semua masalah-masalah itu adalah mulai dari
nyoba cari perhatian orang lain dengan bereksperimen lewat gaya dan dandanan
yang aneh-aneh, ngegeber musik-musik beraliran keras sekenceng-kencengnya di
mana aja, en macem-macem lainnya. Yang paling parah nich, kalo kita mulai
nyoba-nyobain nge-drugs yang berbagai macem jenisnya, mulai hobby
mabok-mabokan, mulai ngikut gaya hidup bebas, mulai punya hobby berantem en
tawuran, mulai jadi trouble maker dimana-mana. Nggak di sekolah, nggak
di rumah, nggak di mall, nggak di kampus, nggak
di rumah temen, nggak di jalan, pokoknya dimana aja kita nongkrong pasti
aja bikin masalah.
Pernah nggak sich
kebayang or kepikir dikit aja di benak kita, kalo kita ngelakuin semuanya itu
kita justru menjerumuskan diri sendiri semakin dalam dengan masalah yang kita
hadepin? Bukan enggak mungkin kita sengaja bikin makin banyak trouble
supaya kita cepet mati. Nge-drugs en mabok-mabokan super berat supaya
cepet mati or sengaja kebut-kebutan biar tabrakan en akhirnya mati juga, supaya
kita bisa segera lepas dari semua persoalan kita. Nah, iya kalo dengan berbuat
gila-gilaan begitu kita bisa langsung mati. Lha kalo nggak, kita masih dikasih
hidup ama Tuhan, tapi gara-gara gila-gilaannya itu kita jadi cacat seumur
hidup. Hi … lebih susah lagi khan. Kalo juga kita bisa langsung mati,
jangan dikira kita terus akan bebas
begitu aja. Tetep aja setelah meninggal nanti, kita harus
mempertanggungjawabkan semuanya itu di hadapan Tuhan. Inget deh Firman Tuhan di
Wahyu 22:12
"Sesungguhnya Aku datang segera dan Aku membawa upah-Ku untuk membalaskan
kepada setiap orang menurut perbuatannya. Allah nggak akan tinggal diam dengan
perilaku kita yang udah menyia-nyiakan hidup. Ia pasti akan melakukan
pembalasan setimpal dengan perbuatan kita pada hari penghakiman nanti.
I Can Forgive
Terus mesti gimana lagi ya kita? Kalo mau
dirasa-rasain en dipikir-pikir pake pikirannya manusia, rasanya sich emang udah
nggak mungkin lagi kita bisa bertahan hidup. Rasanya percuma aja kita ini
hidup. But … wait … Kita ini anak Tuhan lho! Kita kenal Kristus yang sanggup
menolong kita. Yah … mungkin rasanya buat kita imposible banget. Tapi
Dia sanggup melakukan apa aja, bahkan hal yang mustahil sekalipun bagi kita.
Bukan hal mudah memang ketika kita harus
berjuang untuk tetep terus berjalan di jalannya Tuhan sementara keterpurukan
dan kekerasan hidup senantiasa menghiasi hari-hari dalam hidup kita. Tapi kita
bisa belajar dari seseorang yang punya pengalaman hidup mirip dengan yang kita
alami sekarang. Namanya Yefta. Kalo kita baca kisahnya mas Yefta di Hakim-hakim
11:1 – 11, disitu kita bisa ngeliat
betapa mengenaskannya hidup Yefta. Sudah anak seorang pelacur, diusir
dari rumah ayahnya oleh saudara – saudaranya yang notabene adalah anak-anak
dari istri sah ayahnya, akhirnya Yefta lari dan hidup dengan perampok-perampok.
Bisa kebayang deh betapa sulitnya hidup Yefta. Yefta juga sempet protes en
kesel banget waktu keluarganya diserang musuh, t’rus mereka malah minta bantuan
Yefta. Kalo kita yang ada di posisinya Yefta, mungkin kita udah ogah banget
nolongin mereka. Boro-boro nolongin, maafin aja udah ogah banget. Mungkin kita
berpikir, buat apa perduliin mereka kalo dulu aja udah nolak en ngusir-ngusir
kita. Tapi, mas Yefta ternyata nggak kayak gitu lho … Dia lebih memilih untuk
ngikut maunya Tuhan ketimbang berbuat nurutin kata hatinya sendiri. Kalo dia
mau, bisa aja mas Yefta ngusir sodara-sodaranya en nggak mau bantuin mereka.
Tapi Yefta nggak mau berbuat berbuat begitu. Ia nggak mau balas dendam en nggak
mau melampiaskan kesuntukannya dengan kebrutalan dan jadi trouble maker. Yefta
justru menyerahkan semua persoalan dan pergumulan hidupnya pada Tuhan
(Hakim-hakim 11:11b). Dia bahkan mau mengampuni keluarganya dan mau menolong
mereka.
Mungkin kita ngerasa susah en berat banget
buat bisa ngambil keputusan kayak mas Yefta. Tapi ia bisa ngasih teladan yang
baik untuk kita agar bisa mengampuni orang-orang yang terdekat dengan kita yang
telah melukai hati kita. Jangan sampai kita justru mengikuti kebiasaan orang
dunia yang nggak kenal Tuhan Yesus, yang lebih memilih untuk melarikan diri dan
melampiaskannya pada drugs, mabok-mabokan, berantem, dandan aneh-aneh, or
selalu bikin masalah dimana-mana. Jangan juga kita ngikutin saran dunia yang
lebih suka kita nggak mau mengampuni orang-orang yang udah nyakitin en
ngelukain kita. Cari masalah, bikin masalah, jadi trouble maker,
bukannya membawa kita lepas dari kesulitan, tapi sebaliknya justru akan
menjebloskan kita pada kesulitan yang makin besar.
Kalo kita udah ngaku sebagai anak Tuhan dan
udah terima Yesus dalam hidup kita, mestinya kita bisa menyerahkan semua
pergumulan kita pada Tuhan. Jangan pernah memikirkannya dengan pikiran manusia
kita, tetapi belajar untuk mempergumulkan dan memikirkannya menurut pikiran
Tuhan. Jangan pernah mengandalkan kekuatan kita sendiri untuk bisa
mengatasinya. Tapi serahkan dan percayakan saja pada Allah. Biarkan Allah
bekerja untuk menolong kita. Jangan lupa juga. Bukalah hati untuk mau
mengampuni, mau memaafkan, dan mampu menerima kembali orang-orang yang sudah
melukai kita, supaya Allah bisa all in dalam memulihkan hidup kita. OK?(gyt)
(Telah dimuat di Majalah Warning!)
Komentar
Posting Komentar