Apa yang Anda lakukan jika
pasangan Anda berselingkuh? Memaki-makinya?
Balas berselingkuh?
Menceraikannya? Atau Anda memilih untuk memaafkan
dan memberinya kesempatan kedua?
“Gila !!!” Kalimat pendek itulah yang keluar dari
mulut Sarah (bukan nama sebenarnya), 55 tahun, saat mendengar suaminya
bukan saja berselingkuh, tapi menikah lagi. Sang suami menikahi selingkuhannya
itu dan Sarah terpaksa harus rela dimadu. Seolah tak perduli dengan tingkah
suaminya, Sarah sepertinya tak perduli dan cenderung cuek. Meski usianya tak
lagi muda, ibu lima anak dengan sepuluh
cucu ini masih hobi berdandan bak anak muda. Rok mini, blouse model u can
see, ditambah dandanan menor plus sebatang rokok yang tak pernah lepas
dihisapnya. Belakangan ia mengaku telah menjalin hubungan dengan seorang pemuda
yang tak lain supir pribadinya sendiri, untuk membalas kelakuan sang suami.
Kasus-kasus perselingkuhan yang kini kian marak,
termasuk dalam kehidupan pernikahan Kristen, membuat banyak pasangan mulai
was-was dengan kehidupan pernikahannya. Tidaklah mengherankan kalau kemudian
muncul pikiran-pikiran buruk, “Bagaimana kalau suami atau isteri saya
berselingkuh? Bagaimana kalau pasangan hidup yang saya cintai dan percayai
selama ini telah berbohong dan mengkhianati saya?” Lalu hal apa yang pertama
kali terlintas di benak kita seandainya menemui kenyataan bahwa pasangan kita
ternyata memiliki PIL (Pria Idaman Lain) atau WIL (Wanita Idaman Lain)? Yang
pasti rasa sakitlah yang akan kita rasakan. Kecewa, sedih, tak percaya, bahkan
kebencianpun bisa muncul karenanya. Tak sedikit pula yang kemudian
melampiaskannya dengan berusaha menandingi ulah pasangannya, dan membalasnya
dengan perselingkuhan pula. Lupa sudah
akan cinta yang sudah tumbuh dan mereka bina serta diperjuangkan selama
ini. Lupa juga akan sumpah janji setia dihadapan Allah dan jemaatNya. Lupa pula
akan rumah tangga yang mereka bina, anak-anak, juga masa depan yang sudah
dirangkai bersama. Akhirnya tanpa pikir panjang dan dilandasi dengan emosi juga
rasa sakit yang amat sangat, keputusan bercerai rupanya menjadi pilihan
terbanyak yang rata-rata diambil suami/ isteri yang diselingkuhi pasangannya.
Tak cuma itu, pilihan untuk tetap mempertahankan pernikahan dengan alasan demi
anak-anak, tetapi disisi lain melampiaskan rasa sakit hati dengan berselingkuh
juga dengan orang lain, rupanya juga banyak dijalani oleh mereka-mereka yang
menjadi korban perselingkuhan pasangannya.
Balas selingkuh?Of course, NO!
Membalas
tindakan pasangan dengan berselingkuh sudah pasti bukanlah langkah yang tepat.
Mungkin itu akan memuaskan emosi kita yang tengah terluka. Tapi di sisi lain,
kita sendiri lupa bahwa apa yang kita
lakukan ini justru juga membawa kita jatuh ke dalam dosa perzinahan, dan Allah
dengan tegas tidak menghendaki hal ini (Roma 7:2-3). Apapun alasannya, membalas
berselingkuh bukanlah langkah yang tepat, karena akan disamping kita berdosa
terhadap Allah, hal ini akan makin memperparah kondisi pernikahan kita yang
tengah goyah. Keadaan ini bukan tidak mungkin malah akan menggiring pernikahan
kita ke ambang perceraian. Masing-masing pihak akan saling menyalahkan karena
sama-sama selingkuh. Belum lagi masalah anak-anak yang kian terlantar baik
secara fisik dan terutama sekali secara batin, karena kedua orangtuanya lebih
memikirkan egoisme emosinya. Walhasil opsi terakhir yang akan diambil tak lain
dan tak bukan adalah cerai, karena masing-masing pihak tak dapat lagi
mengendalikan emosinya. Wah….
Sebelum
semuanya itu terjadi, hindarilah keinginan untuk membalas berselingkuh. Jika
hal itu sempat terlintas di pikiran kita, segeralah minta ampun kepada Allah.
Lakukanlah proses pemulihan diri dengan datang berserah kepada Allah.
Pemberesan hati agar emosi kita diredakan harus dilakukan, agar kita mampu
berpikir lebih jernih dan lebih bijaksana dalam mengambil sikap, supaya
nantinya kita dapat mengambil keputusan yang tepat dan tidak tergesa-gesa dalam
menghadapi masalah perselingkuhan ini
Cerai bukan solusi
Banyak orang yang menganggap bahwa
perceraian adalah solusi yang terbaik untuk mengatasi masalah perselingkuhan.
Paham ini juga yang tengah dianut oleh orang-orang dunia saat ini. Terbukti
dengan makin banyaknya kasus-kasus perceraian. Tak perduli itu di kalangan
artis ataupun masyarakat biasa. Ironisnya lagi, justru ada banyak pasangan
Kristen yang pernikahannya diberkati Allah di gereja, dan sudah sangat jelas
bahwa Allah tidak mengijinkan terjadinya perceraian, tetapi tetap saja mereka
memaksa bercerai. Bahkan dengan segala cara diusahakan agar bisa bercerai,
meski tahu itu tidak akan mendapatkan restu dari gereja terlebih lagi dari
Allah. Tapi benarkah perceraian adalah solusi terbaik untuk mengatasi masalah
perselingkuhan ini?
Firman Allah dengan tegas melarang
terjadinya perceraian (baca: Matius 19: 6; I Korintus 7:10; I Korintus 7:11b).
Lalu apa yang harus dilakukan? Paulus, rasul Yesus Kristus menasehatkan bahwa
kita harus berdamai dengan pasangan kita (I Korintus 7:11a). Artinya, kita
harus mengampuni pasangan kita yang telah berselingkuh. Bagaimana mungkin?
Pasti mungkin. Tidak ada yang tidak mungkin di hadapan Allah. Harus diakui hal
ini memang bukanlah perkara mudah, terlebih bagi kita yang telah tersakiti.
Tapi itulah yang harus kita lakukan, mengampuni dan memberi kesempatan kepada
pasangan kita untuk bertobat dan dipulihkan oleh Allah. Diperlukan ketegaran
hati dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, agar kita mampu memberi
pengampunan kepada pasangan kita.
Belajar untuk mengampuni dan berjiwa
besar, itulah yang kita butuhkan untuk menyelamatkan pernikahan kita. Dengan
demikian kitapun belajar mempertanggungjawabkan pernikahan yang dianugerahkan
Allah kepada kita, supaya jangan sampai kita membawa pernikahan kita ini ke
dalam kehancuran.
Bagaimana
jika terlanjur diceraikan?
Lalu, apa yang harus dilakukan jika
kita terlanjur dimadu atau diceraikan oleh pasangan kita? Yang pasti kita tetap
harus mengampuni pasangan kita dan mendoakannya agar Allah memberi hikmat
supaya dia bertobat dan kembali lagi. Masalahnya, kondisi yang terjadi justru
sebaliknya. Ada banyak diantara kita yang justru tergoda untuk menikah lagi
dengan orang lain setelah diceraikan oleh pasangan. Padahal Firman Allah dalam
1 Korintus 7:11 menegaskan bahwa, “Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap
hidup tanpa suami …” Mengapa Allah menginginkan kita untuk tetap tidak
menikah lagi? Karena di situlah Allah tengah berkarya. Ia tengah menguji
kesabaran kita dalam menantikan janji-Nya untuk melakukan pemulihan dalam
kehidupan rumah tangga dan pernikahan kita. Di situlah Allah menggodok kita
supaya kita mampu menyerahkan persoalan rumah tangga kita pada Allah. Dan di
situ juga Allah tengah menguji apakah kita mampu untuk sungguh-sungguh
mengampuni dan menerima kembali pasangan kita yang telah melakukan
perselingkuhan.
Apapun itu, yang harus selalu kita
ingat adalah bahwa disaat masalah perselingkuhan itu menyeruak dalam hidup
pernikahan kita, kita harus melakukan introspeksi diri dan memohon pengampunan
kepada Bapa kita di sorga. Yang terpenting yang harus kita lakukan adalah
memulihkan hati dan batin kita supaya tidak dikuasai oleh amarah, dendam dan
emosi yang meledak-ledak, karena jika kita masih dikuasai oleh semuanya itu,
kita tidak akan pernah bisa untuk mengampuni pasangan kita dan tidak akan dapat
mengambil keputusan yang terbaik untuk menyelamatkan pernikahan kita.q(gd) (telah diterbitkan di Majalah & Renungan Harian Imamat Rajani, Edisi Mei 2006)
syalom, terimakasih untuk penjelasannya. semoga saya dikuatkan untuk memulihkan hati saya dan memberi pengampunan kepada pasangan saya. terima kasih
BalasHapus