Rabu, 31 Mei 2006

MENGAMPUNI PASANGAN YANG BERSELINGKUH, MUNGKINKAH?


Apa yang Anda lakukan jika pasangan Anda berselingkuh? Memaki-makinya?
Balas berselingkuh? Menceraikannya? Atau Anda memilih untuk memaafkan
dan memberinya kesempatan kedua?


“Gila !!!” Kalimat pendek itulah yang keluar dari mulut Sarah (bukan nama sebenarnya), 55 tahun, saat mendengar suaminya bukan saja berselingkuh, tapi menikah lagi. Sang suami menikahi selingkuhannya itu dan Sarah terpaksa harus rela dimadu. Seolah tak perduli dengan tingkah suaminya, Sarah sepertinya tak perduli dan cenderung cuek. Meski usianya tak lagi muda, ibu  lima anak dengan sepuluh cucu ini masih hobi berdandan bak anak muda. Rok mini, blouse model u can see, ditambah dandanan menor plus sebatang rokok yang tak pernah lepas dihisapnya. Belakangan ia mengaku telah menjalin hubungan dengan seorang pemuda yang tak lain supir pribadinya sendiri, untuk membalas kelakuan sang suami.
Kasus-kasus perselingkuhan yang kini kian marak, termasuk dalam kehidupan pernikahan Kristen, membuat banyak pasangan mulai was-was dengan kehidupan pernikahannya. Tidaklah mengherankan kalau kemudian muncul pikiran-pikiran buruk, “Bagaimana kalau suami atau isteri saya berselingkuh? Bagaimana kalau pasangan hidup yang saya cintai dan percayai selama ini telah berbohong dan mengkhianati saya?” Lalu hal apa yang pertama kali terlintas di benak kita seandainya menemui kenyataan bahwa pasangan kita ternyata memiliki PIL (Pria Idaman Lain) atau WIL (Wanita Idaman Lain)? Yang pasti rasa sakitlah yang akan kita rasakan. Kecewa, sedih, tak percaya, bahkan kebencianpun bisa muncul karenanya. Tak sedikit pula yang kemudian melampiaskannya dengan berusaha menandingi ulah pasangannya, dan membalasnya dengan perselingkuhan pula. Lupa sudah  akan cinta yang sudah tumbuh dan mereka bina serta diperjuangkan selama ini. Lupa juga akan sumpah janji setia dihadapan Allah dan jemaatNya. Lupa pula akan rumah tangga yang mereka bina, anak-anak, juga masa depan yang sudah dirangkai bersama. Akhirnya tanpa pikir panjang dan dilandasi dengan emosi juga rasa sakit yang amat sangat, keputusan bercerai rupanya menjadi pilihan terbanyak yang rata-rata diambil suami/ isteri yang diselingkuhi pasangannya. Tak cuma itu, pilihan untuk tetap mempertahankan pernikahan dengan alasan demi anak-anak, tetapi disisi lain melampiaskan rasa sakit hati dengan berselingkuh juga dengan orang lain, rupanya juga banyak dijalani oleh mereka-mereka yang menjadi korban perselingkuhan pasangannya.

Balas selingkuh?Of course, NO!

Membalas tindakan pasangan dengan berselingkuh sudah pasti bukanlah langkah yang tepat. Mungkin itu akan memuaskan emosi kita yang tengah terluka. Tapi di sisi lain, kita sendiri  lupa bahwa apa yang kita lakukan ini justru juga membawa kita jatuh ke dalam dosa perzinahan, dan Allah dengan tegas tidak menghendaki hal ini (Roma 7:2-3). Apapun alasannya, membalas berselingkuh bukanlah langkah yang tepat, karena akan disamping kita berdosa terhadap Allah, hal ini akan makin memperparah kondisi pernikahan kita yang tengah goyah. Keadaan ini bukan tidak mungkin malah akan menggiring pernikahan kita ke ambang perceraian. Masing-masing pihak akan saling menyalahkan karena sama-sama selingkuh. Belum lagi masalah anak-anak yang kian terlantar baik secara fisik dan terutama sekali secara batin, karena kedua orangtuanya lebih memikirkan egoisme emosinya. Walhasil opsi terakhir yang akan diambil tak lain dan tak bukan adalah cerai, karena masing-masing pihak tak dapat lagi mengendalikan emosinya. Wah….
Sebelum semuanya itu terjadi, hindarilah keinginan untuk membalas berselingkuh. Jika hal itu sempat terlintas di pikiran kita, segeralah minta ampun kepada Allah. Lakukanlah proses pemulihan diri dengan datang berserah kepada Allah. Pemberesan hati agar emosi kita diredakan harus dilakukan, agar kita mampu berpikir lebih jernih dan lebih bijaksana dalam mengambil sikap, supaya nantinya kita dapat mengambil keputusan yang tepat dan tidak tergesa-gesa dalam menghadapi masalah perselingkuhan ini

Cerai bukan solusi

       Banyak orang yang menganggap bahwa perceraian adalah solusi yang terbaik untuk mengatasi masalah perselingkuhan. Paham ini juga yang tengah dianut oleh orang-orang dunia saat ini. Terbukti dengan makin banyaknya kasus-kasus perceraian. Tak perduli itu di kalangan artis ataupun masyarakat biasa. Ironisnya lagi, justru ada banyak pasangan Kristen yang pernikahannya diberkati Allah di gereja, dan sudah sangat jelas bahwa Allah tidak mengijinkan terjadinya perceraian, tetapi tetap saja mereka memaksa bercerai. Bahkan dengan segala cara diusahakan agar bisa bercerai, meski tahu itu tidak akan mendapatkan restu dari gereja terlebih lagi dari Allah. Tapi benarkah perceraian adalah solusi terbaik untuk mengatasi masalah perselingkuhan ini?
        Firman Allah dengan tegas melarang terjadinya perceraian (baca: Matius 19: 6; I Korintus 7:10; I Korintus 7:11b). Lalu apa yang harus dilakukan? Paulus, rasul Yesus Kristus menasehatkan bahwa kita harus berdamai dengan pasangan kita (I Korintus 7:11a). Artinya, kita harus mengampuni pasangan kita yang telah berselingkuh. Bagaimana mungkin? Pasti mungkin. Tidak ada yang tidak mungkin di hadapan Allah. Harus diakui hal ini memang bukanlah perkara mudah, terlebih bagi kita yang telah tersakiti. Tapi itulah yang harus kita lakukan, mengampuni dan memberi kesempatan kepada pasangan kita untuk bertobat dan dipulihkan oleh Allah. Diperlukan ketegaran hati dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah, agar kita mampu memberi pengampunan kepada pasangan kita.
      Belajar untuk mengampuni dan berjiwa besar, itulah yang kita butuhkan untuk menyelamatkan pernikahan kita. Dengan demikian kitapun belajar mempertanggungjawabkan pernikahan yang dianugerahkan Allah kepada kita, supaya jangan sampai kita membawa pernikahan kita ini ke dalam kehancuran.

Bagaimana jika terlanjur diceraikan?

          Lalu, apa yang harus dilakukan jika kita terlanjur dimadu atau diceraikan oleh pasangan kita? Yang pasti kita tetap harus mengampuni pasangan kita dan mendoakannya agar Allah memberi hikmat supaya dia bertobat dan kembali lagi. Masalahnya, kondisi yang terjadi justru sebaliknya. Ada banyak diantara kita yang justru tergoda untuk menikah lagi dengan orang lain setelah diceraikan oleh pasangan. Padahal Firman Allah dalam 1 Korintus 7:11 menegaskan bahwa, “Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami …” Mengapa Allah menginginkan kita untuk tetap tidak menikah lagi? Karena di situlah Allah tengah berkarya. Ia tengah menguji kesabaran kita dalam menantikan janji-Nya untuk melakukan pemulihan dalam kehidupan rumah tangga dan pernikahan kita. Di situlah Allah menggodok kita supaya kita mampu menyerahkan persoalan rumah tangga kita pada Allah. Dan di situ juga Allah tengah menguji apakah kita mampu untuk sungguh-sungguh mengampuni dan menerima kembali pasangan kita yang telah melakukan perselingkuhan.
          Apapun itu, yang harus selalu kita ingat adalah bahwa disaat masalah perselingkuhan itu menyeruak dalam hidup pernikahan kita, kita harus melakukan introspeksi diri dan memohon pengampunan kepada Bapa kita di sorga. Yang terpenting yang harus kita lakukan adalah memulihkan hati dan batin kita supaya tidak dikuasai oleh amarah, dendam dan emosi yang meledak-ledak, karena jika kita masih dikuasai oleh semuanya itu, kita tidak akan pernah bisa untuk mengampuni pasangan kita dan tidak akan dapat mengambil keputusan yang terbaik untuk menyelamatkan pernikahan kita.q(gd)    (telah diterbitkan di Majalah & Renungan Harian Imamat Rajani, Edisi Mei 2006)


1 komentar:

  1. syalom, terimakasih untuk penjelasannya. semoga saya dikuatkan untuk memulihkan hati saya dan memberi pengampunan kepada pasangan saya. terima kasih

    BalasHapus