Rabu, 28 Februari 2007

Am I Ready To Have A Relationship?


By. Greesika Y. Th

Jatuh cinta, memang berjuta rasanya. Kalau sudah ketiban cinta, rasa hati untuk memiliki orang yang ditibanin cinta buat dijadiin pacar, tentunya sangat besar. Segala hal yang indah-indah pastinya sudah terbayang di depan mata. Menghabiskan waktu berdua dengan sang pacar tercinta, melakukan segala sesuatu berdua, de el el. Pokoknya dunia serasa milik berdua, deh, yang lainnya… mohon maaf terpaksa ngontrak, ya….
But actually, ketika sudah punya pacar, seringkali kenyataan yang dihadapi suka jauh banget dari apa yang kita harapkan. Nggak heran kalau lantas kejadian selanjutnya adalah cerita putus cinta. Yap, the realnya memang yang namanya pacaran itu nggak gampang juga. Dibutuhkan kesiapan dari diri kita sendiri buat membina suatu hubungan supaya nggak terjebak sama yang namanya gonta ganti pacar. Nggak mau, dong, ntar-ntarannya dibilang playboy or playgirl?
Nah, kalau sudah begitu, apa saja, sih, indikatornya buat nentuin siap enggaknya kita untuk membangun hubungan cinta alias pacaran?

  1. Siap berbagi
Begitu pacaran, kita kudu merelakan waktu kita buat si dia. Nemenin dia ke mal or pesta ultah sohibnya, nganterin les, etc. Nggak cuman membagi waktu, tenaga, pikiran dan uang pun juga kudu rela dibagi. Misalnya kalau doski butuh bantuan buat ngangkutin barang-barangnya buat pindahan kos, mau nggak mau kita juga kudu musti bantuin. Atau kalau doski lagi ada masalah, kita juga kudu rela buat ikutan mikirin solusi penyelesaian masalahnya. T’rus kita juga musti menyisihkan sebagian doku kita buat bisa ngajakin si dia ngedate, nonton en nraktir makan tiap malam minggu. Biasanya kalau masih hal-hal yang sepele, apalagi masih dalam kondisi lagi ‘cinta-cintanya’, nih, biar disuruh jungkir balik sampai ke ujung dunia pun pasti bakal dilakuin. Tapi, gimana ceritanya kalau masalah besar sudah mulai menghadang? Hmm… kadang-kadang hal inilah yang membuat kita akhirnya jadi nyerah en memutuskan untuk mengakhiri hubungan.

  1. Mau menerima apa adanya
Doski hobi banget sepakbola, tapi sobat muda nggak. Tentunya kita nggak bisa memaksa doski buat ninggalin sepakbola kesayangannya, hanya karena kita nggak suka. Nah, disinilah kemauan kita untuk bertenggang rasa diperlukan. Kita musti bisa terima kalo doski cinta mati sama bola, atau si dia punya penyakit pelupa yang parah banget. Atau misalnya si dia bukan anak yang berprestasi or berasal dari keluarga berada. Bayangin aja kalau kita nggak bisa terima semuanya itu. Gampang ditebak, hubungan kita juga nggak bakalan bertahan lama.
  1. Nggak egois
Selama masih suka mempertahankan ego kita, sulit buat kita untuk bisa mempertahankan sebuah hubungan. Ketika sobat muda mengaku siap untuk berbagi, it means kita juga ready buat nggak mementingkan diri sendiri. Kalau kita terus bertahan dengan egoisme, pasti yang ada hanyalah banyaknya tekanan dan pertengkaran-pertengkaran yang terjadi. Kalau sudah begini, kata putus rasanya jadi lebih gampang terucap.

  1. Nggak cemburuan
Kalau ada orang bilang cemburu itu tanda cinta, hmm… this statement is absolutely not right. Firtu bilang, “Kasih itu … tidak cemburu…” (1 Korintus 13:4). Kalau kita sungguh-sungguh mengasihi si dia, nggak ada kamus cemburu di dalamnya. Justru kecemburuan itu menunjukkan bahwa kita nggak mempercayai si dia. Padahal salah satu dasarnya cinta adalah adanya kepercayaan.

  1. Harus mau saling mengampuni
Kalau salah satu pihak ada yang bikin kesalahan, harus bikin pemberesan dan mau saling mengampuni (II Korintus 2:10). Kalau pemberesan nggak dilakukan, rasa gondok dan dendam pasti bakalan menghantui. Bukan nggak mungkin kalau ada yang bikin salah lagi, kesalahan yang lalu jadi diungkit-ungkit.

  1. Harus bertanggung jawab
Biarpun sudah punya pacar, bukan berarti kita bisa ngeles dari tanggungjawab utama kita. Di rumah kita juga kudu tetap melakukan tugas-tugas yang sudah menjadi tanggungjawab kita. Begitu juga untuk urusan sekolah. Punya pacar nggak jadi alasan untuk bikin belajarmu en prestasimu jadi kendor. Sebaliknya, justru kudu dijadiin pemacu semangat untuk belajar lebih giat en berprestasi lagi. Di samping itu, tugas-tugas di rumah, di sekolah, di kegiatan-kegiatan ekskul yang kita ikutin juga nggak boleh dilalaikan just because kita punya pacar. Nggak cuman itu, bertanggung jawab atas hubungan cinta yang tengah dirajut, itu juga hukumnya wajib. Gimana kita saling menjaga satu dengan yang lain biar nggak terjebak sama yang namanya seks bebas, itu adalah salah satunya. Selain itu, menjaga untuk tetap setia dengan si dia en nggak berselingkuh ria merupakan salah satu bentuk tanggung jawab kita terhadap hubungan yang sudah terjalin.

Well guys, di luar semuanya itu, satu hal yang harus wajib diingat. Sebelum sobat muda memutuskan untuk pacaran, doain dulu. Pastikan bahwa si dia yang tercinta itu adalah sungguh-sungguh dari Tuhan. Meski kita jatuh cinta padanya but Tuhan say no, jangan nekad untuk melanjutkannya! ‘Coz kalau nanti nekad jalan terus dan akhirnya kita menderita karenanya, jangan nyalahin Tuhan, ya.
Setelah itu, pastikan pada diri sendiri bahwa kita memang sudah ready buat pacaran. Periksa diri baik-baik apakah kita memang sudah siap atau belum. Kalau memang belum siap, nggak usah maksain diri untuk pacaran. Kadang-kadang kita suka memaksakan diri buat pacaran, sementara kita sendiri belum siap untuk itu, cuma gara-gara iri ngelihat teman-teman yang lain sudah pada punya pacar. It’s totally wrong! Daripada nantinya harus terluka karena nekad ‘maksa’ pacaran, mendingan jomblo sambil mempersiapkan diri menanti waktu yang tepat dan orang yang tepat serta yang terbaik dariNya, then berakhir happy end. Setuju?q (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Februari 2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar