MARCELINO V. J. LEFRANDT : Nggak Bandel Nggak Berarti ‘Banci’

Siapa sih yang nggak kenal sama cowok ganteng yang satu ini? Well, si pemeran Om Bagus, papanya Lala di sinetron Bidadari ini memang oks banget. Nggak cuma dikaruniai wajah yang ganteng, tapi juga prestasi segudang yang diraihnya bikin kita angkat delapan jempol (dua jempol tangan plus dua jempol kaki kita, yang empat jempol lagi minjem jempolnya tetangga). Want to know him much more…? Check this out…
Dari model ke sinetron
Pertama kali nyebur di dunia showbiz, Marcelino Victor John Lefrandt iseng-iseng daftar pemilahan top model sebuah majalah remaja ibukota. Nggak nyangka ternyata Marcel bisa meraih juara I, dan sejak saat itulah ia mulai tampil sebagai model. “Waktu itu honor buat foto kan kecil banget, cuma Rp 50 ribu, kadang-kadang Rp 75 ribu, bahkan Rp 25 ribu. Karena aku masih kuliah dan tinggal di Manado dan aku ke Jakarta kalau pas lagi ada kerjaan aja, totally semua uang yang saya dapat hanya saya pakai untuk beli tiket pulang lagi,” ceritanya disela-sela syuting sinetron Tersanjung di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur.
Tahun 1994 tawaran main sinetron pun datang. Terjunlah Marcel ke dunia sinetron. Berawal dari sinetron action bertajuk Deru Debu, mengalirlah sinetron-sinetron action berikutnya seperti Jacky, Jacklyn, dan Raja Jalanan. Image bintang sinetron laga pun melekat padanya, hingga ia menerima kontrak eksklusif dari sebuah rumah produksi, yang lantas membawanya mendalami peran-peran di sinetron drama. Dari sinetron Bella Vista, Pertalian, sampai sinetron Hanya Kamu. Belakangan, Marcel makin ngetop dengan peran protagonis berkat sinetron Bidadari dan sinetron Tersanjung.

Ditegur lewat sinetron
“Suatu ketika saya ditawari main di salah satu sinetron untuk natal. Di sini saya memerankan seorang pendeta yang sangat menguasai firman Tuhan itu sendiri, dan juga dia cenderung untuk menggunakan moment-moment sebagai seorang hamba Tuhan untuk memperkaya diri. Itu benar-benar suatu tantangan buat saya. Ya sudah saya bermain di situ, dan seperti biasa saya menerima peran itu seperti menerima peran yang lain. Jadi semuanya saya lakonkan hanya seperti saya bermain sinetron biasa saja. Tapi saya lupa jadinya, bahwa sebetulnya peran saya disini cukup fatal juga. Tingkat kesulitan di sinetron ini sangat tinggi, karena dialog-dialog yang diucapkan disitu ialah benar-benar mengambil dari Bible,” tutur kelahiran Manado, 19 Juli 1974 ini.
Gara-gara nyepelein inilah, Marcel sempat ngerasain nggak bisa lancar pas harus ngucapin dialog. Pas adegan berkhotbah, satu shoot gagal dijalaninya dengan baik dan penggemar komik Superman ini harus berulangkali take. “Akhirnya pada saat itu, ditengah-tengah kebingungan saya, sempat ada umat dari gereja situ yang ngomong sama saya, ‘Kenapa Mas Marcel?’, ‘Iya nih saya nggak bisa ngomong nih susah banget. Seumur-umur saya jadi pemain, baru sekarang tuh ngomong dialog itu susah banget.’ Saya bilang kan kesulitannya tadi karena harus ngucapin nats-nats dari Alkitab, dan itu nggak semudah saya ucapkan biasa aja. Terus akhirnya dia bilang, ‘Mas Marcel sudah berdoa belum?’ Itu yang benar-benar membuat saya jadi tersadar. Aduh…itu yang saya lupa.” Alhasil setelah berdoa, Marcel pun dengan lancar menyelesaikan dialognya dengan sukses. “Sebenarnya apa yang saya kerjakan itu, walaupun bukan cuma berhubungan dengan sinetron rohani, tapi apa saja begitu, namanya segala sesuatu saya harus berdoa,” ujar penggemar olahraga beladiri, yang kini tak pernah melewatkan sedetikpun dalam hidupnya dengan berdoa.

Mengutamakan prestasi
Pas seumuran kita-kita, Marcel sering diledekin cowok kuper gara-gara nggak pernah mau ikut gaul sama teman-teman lainnya. “Waktu masih abege, saya itu tidak kenal yang namanya jalan-jalan lah, hura-hura, pokoknya senang-senangnya masa-masa remaja itu nggak saya rasakan. Saya justru cuma tahunya di rumah saja. Aduh saya benar-benar gimana ya... karena saya memang hanya tahu sekolah dan olahraga. Kedua dunia itu yang saya tahu dari pertama kali saya lahir. Itu yang menyebabkan saya nggak pernah berkenalan dengan mereka-mereka yang gaul. Saya memang sempat dikatain, ‘Ah lu payah…’ Tapi akhirnya dengan saya menunjukkan prestasi-prestasi olahraga, saya jadi juara nasional, akhirnya orang otomatis segan dengan saya, dan itu semuanya jadi bumerang balik. Akhirnya saya selalu diidentikkan dengan unsur-unsur kepemimpinan selama saya sekolah. Pas SMA itu saya jadi ketua OSIS, ikut paskibraka, terus saya juga aktif di pramuka, juga di berbagai kegiatan lomba saya selalu jadi komandan. Saya sama sekali tidak menyesali, bahkan saya bangga dengan kondisi saya, malah saya bersyukur pada Tuhan saya punya orangtua seperti mereka yang bisa mendukung saya dari awal. Jadi istilahnya saya benar-benar tidak ada selah sedikitpun yang akhirnya berkenalan dengan orang-orang atau lingkungan yang suka drugs, minum, merokok, malah saya sama sekali tidak merokok. Saya bersyukur dari awal memang saya mendapatkan orangtua yang membentuk saya seperti sekarang ini,” papar putera bungsu pasangan dr. Reggy Lefrandt dan Ingrid Wenas ini. Masa remaja memang nggak musti jadi bandel supaya nggak dibilang ‘banci’. “Hidup ini adalah satu kesempatan untuk kita bisa melakukan yang terbaik untuk Dia, Sang Pencipta. Prinsip saya, lakukanlah segala sesuatu sepositif mungkin selagi masih muda.”(ika)


(Telah dimuat di Majalah Rajawali) 

Komentar

Postingan Populer