“Jatuh cinta…berjuta rasanya…”
Kita semua tentunya masih ingat dengan lagu yang dinyanyikan oleh Titik Puspa
tersebut. Seperti yang diungkapkan dalam lagu tersebut, bahwa cinta memang bisa
membuat orang lupa diri. Dan biasanya yang seringkali mengalami hal ini adalah
anak-anak muda, tak terkecuali juga dengan muda-mudi yang aktif di persekutuan
dan pelayanan gereja. Tak sedikit diantara kaum muda gereja yang mendapatkan
pasangan alias berpacaran dengan sesama anggota persekutuan pemuda, atau bahkan
dengan pengurusnya. Hal ini memang sudah biasa terjadi dimana-mana. Sebenarnya
mendapatkan pasangan diantara sesama anggota persekutuan bukanlah sesuatu yang
dilarang. Bahkan Rasul Paulus sendiri juga mengingatkan supaya dalam memilih
pasangan, kita harus merupakan pasangan yang seimbang dan juga seiman (II
Korintus 6: 14, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang
dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara
kebenaran dan kedurhakaan? atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan
gelap?”). Tetapi bagaimanakah sesungguhnya yang
dimaksud dengan pasangan yang seimbang itu?
Jangan Jadi Penghalang!
Tidak ada yang salah memang
ketika kita memutuskan untuk pacaran dengan sesama anggota pelayanan. Yang
menjadi masalah adalah justru ketika hubungan tersebut ternyata tidak membangun
kita. Membuat kita semakin undur dari pelayanan, melupakan tugas dan tanggung
jawab kita, dan yang lebih buruk lagi kalau kita mulai menomorduakan Tuhan.
Inilah yang berbahaya! Kita boleh saja jatuh cinta, tetapi jangan sampai kita
terlena. Jangan biarkan hubungan tersebut pada akhirnya justru tidak menjadi
berkat, tetapi malah menjadi batu sandungan. Matius 17:27 mengingatkan,”Tetapi
supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka…”Apa yang dialami oleh Faye dan Miko
menunjukkan bahwa mereka tidak hanya menjadi batu sandungan bagi
pasangan mereka masing-masing, tetapi juga bagi saudara-saudara seiman mereka
yang lainnya di dalam persekutuan itu.
Faye dan Miko tidak lagi menjadi contoh yang baik bagi teman-teman
sepersekutuan mereka, tetapi mereka juga akhirnya tidak menjadi teladan bagi
teman-teman mereka yang belum mengenal Kristus. Padahal sebagai pengurus, yang
notabene adalah pemimpin, mereka seharusnya menjadi teladan bagi sekelilingnya
(I Petrus 5:3b, “..,tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan
domba itu.”)
Sobat muda, sekalipun saat ini
kita sedang menjalin hubungan cinta dengan rekan sepelayanan kita, tetapi kita
harus ingat, bahwa yang paling penting dan yang tetap harus dinomorsatukan
adalah Tuhan. Kita ada di gereja, di persekutuan, ataupun di kelompok-kelompok
pelayanan itu, tujuan utama kita adalah untuk bertemu dengan Allah dan melayani
Dia. Jadi, kita harus tetap berpegang pada komitmen kita untuk melayani Dia.
Boleh kita pacaran, tetapi jangan sampai hal itu membuat pelayanan kita dan
pasangan kita menjadi kendor. Namun justru sebaliknya, dengan hadirnya pasangan
yang sama-sama satu pelayanan, seharusnya menjadi pemicu semangat kita dan juga
pasangan kita, untuk lebih giat lagi di dalam melayani Tuhan. Keduanya harus
saling membangun satu dengan yang lainnya dan juga saling mengingatkan jika ada
salah satu pihak yang mulai kendor dan undur dari Tuhan. Itu baru namanya
pasangan yang seimbang dan saling membangun.
Jangan Campuradukkan Masalah Pribadi Dengan
Pelayanan!
Pertengkaran yang muncul
disela-sela hubungan kasih memang adalah sesuatu hal yang biasa terjadi. Akan
tetapi jika pertengkaran-pertengkaran yang muncul itu sudah ‘tidak wajar',
dalam artian sudah tidak pada porsi dan tempatnya, ini yang perlu diwaspadai. Apalagi
kalau kita dan pasangan tidak dapat memisahkan antara masalah pribadi dengan
pelayanan. Akibatnya persoalan yang dihadapi akan mempengaruhi pelayanan kita.
Tak hanya pelayanan kita saja yang terpengaruh, tetapi juga hubungan kita dengan
rekan-rekan sepelayanan. Suasana di lingkungan pelayanan pun turut terpengaruh
dengan situasi pertengkaran yang kita bawa.
Semestinya, pertengkaran yang
terjadi di antara kita dengan pasangan tidak boleh terbawa sampai ke pelayanan.
Sebagai pelayanNya, kita harus bijaksana dan pandai-pandai memisahkan antara
masalah pribadi dengan pekerjaan pelayanan kita. Ingat, jangan pernah
mencampur-adukkan masalah pribadi dengan pelayanan, karena hal itu tidak akan
membuat pelayanan kita menjadi tidak murni lagi. Di sisi lain, jika sampai
perselisihan yang kita hadapi tersebut sampai terbawa ke pelayanan, hal ini
akan dapat mempengaruhi kita dalam setiap pekerjaan pelayanan kita. Kita tidak
dapat melayani Dia dengan hati yang damai dan sukacita, karena perselisihan
tersebut menjadi beban tersendiri bagi kita. Ingatlah pula bahwa kita ini
adalah ‘hamba Tuhan’ dan harus menjadi teladan bagi orang-orang disekeliling
kita. Timotius juga mengingatkan dalam II Timotius 2:24, “sedangkan
seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua
orang.” Bagaimana kita dapat menjadi teladan
kalau kita sendiri justru malah hidup tidak seturut dengan Firman Allah?
Jika kita ‘terpaksa’ harus
menghadapi perselisihan ataupun pertengkaran tersebut, jangan sampai kita
membawanya ke pelayanan. Selesaikanlah terlebih dahulu perselisihan tersebut di
luar ‘arena’ pelayanan kita. Atau jika memang belum dapat diselesaikan, saat
berada dalam lingkup pelayanan, kita bisa ‘menunda’ persoalan itu terlebih dahulu, baru setelah
kita tidak berada di lingkup pelayanan lagi, kita selesaikan perselisihan
tersebut. Namun sedapat mungkin, selesaikan terlebih dahulu segala macam
persoalan pribadi sebelum memasuki dunia pelayanan kita, karena dengan demikian
kita akan dapat melayani Tuhan dengan hati yang damai dan penuh sukacita.
Persekutuan/ Pelayanan, Bukan Biro Jodoh!
Banyak kasus di berbagai pelayanan kaum muda, dimana
banyak anak-anak muda yang rajin ikut persekutuan atau pelayanan, ternyata
bukan karena memang untuk mencari Tuhan, tetapi justru persekutuan/ pelayanan
tersebut dijadikan sebagai arena untuk mencari jodoh. ni sungguh-sungguh keliru. Seringkali kita berpikir
bahwa untuk mendapat pasangan hidup yang tepat dan yang seiman, tempat yang
paling tepat untuk mencarinya adalah di persekutuan. Ini adalah pola pikir yang
salah. Persekutuan dan pelayanan bukanlah suatu arena untuk mencari jodoh.
Allah punya berbagai macam cara untuk mempertemukan kita dengan pasangan hidup
kita. Bisa saja memang kita dipertemukan dengan pasangan hidup kita di
persekutuan/ pelayanan. Tetapi itu tidaklah ‘paten’ demikian. Itu hanya sedikit
dari sekian banyak cara Allah untuk mempertemukan kita dengan pasangan hidup
kita.
Jika saat ini ada diantara
kita ada yang memiliki motivasi pelayanan seperti halnya Robby di atas,
bertobatlah segera dan ubah motivasi Anda. Matius 6:33 mengatakan,”Tetapi
carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu.” Jika motivasi kita
terjun di persekutuan/ pelayanan sungguh-sungguh untuk Allah, kita tidak perlu
khawatir mengenai masalah pasangan hidup ini. Ingatlah bahwa Allah sudah
mempersiapkan seseorang yang terbaik untuk kita. Tinggal bagaimana kita mau
bersabar dan menggumuli bagaimana Allah tengah berkarya dalam diri dan hidup
kita.
Namun banyak juga di antara
kita yang berdalih, “Nggak masalah sih ikut persekutuan/ pelayanan
dengan motivasi mencari jodoh. Itu lebih baik daripada nggak ikut persekutuan/
pelayanan sama sekali dan jadi orang yang nggak bener.” Aha….pendapat-pendapat seperti
ini perlu diwaspadai. Ini sudah tidak benar lagi. Jangan menyangka orang yang
meski orang ikut persekutuan/ pelayanan bukan dengan motivasi yang benar akan
jauh lebih baik dari pada orang yang sama sekali tidak terlibat di persekutuan/
pelayanan. Justru jika kita terlibat di persekutuan/ pelayanan dengan motivasi
yang benar, sama halnya kita ini dengan orang-orang Farisi, yang selalu tampak
rajin ke Bait Allah tetapi bukan untuk mencari Tuhan melainkan supaya nampak
sebagai orang yang saleh. Sama halnya juga bahwa kita tidak mengutamakan Tuhan,
tetapi kita lebih mengutamakan keinginan diri kita sendiri. Tak hanya itu saja,
motivasi yang salah ini pun tidak akan menjamin keselamatan kita kelak, karena
kita tidak memiliki hidup dengan hubungan yang sungguh-sungguh dengan Kristus.
Ingatlah Firman Allah yang mengatakan,”Bukan setiap orang yang berseru
kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke
dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di
sorga. Jadi sekali lagi, sekalipun orang itu punya motivasi yang tidak benar
dalam mengikuti persekutuan/ pelayanan, semuanya itu tidak akan ada artinya.
Bagaimana Jika Terpaksa Harus Putus?
Ini masalah klasik yang
seringkali kita hadapi. Pacaran dengan sesama anggota pelayanan, namun
tiba-tiba hubungan itu terpaksa harus putus ditengah jalan. Apa yang harus
dilakukan? Seringkali banyak diantara kita yang kemudian menjadi jengah ketika
bertemu dengan mantan pacar. Bahkan ada juga yang sampai kemudian hubungan
diantara keduanya kemudian menjadi tidak harmonis lagi.
Masa-masa pacaran merupakan
masa dimana kita berupaya untuk saling menjajaki dan berusaha untuk lebih
mengenali pribadi. Kita tidak bisa memungkiri jika tiba-tiba di tengah-tengah
hubungan tersebut, kita menemukan ketidakcocokkan dengan pasangan kita, yang
pada akhirnya membawa pada sebuah keputusan untuk mengakhiri hubungan tersebut.
Persoalannya kemudian, bagaimanakah hubungan kita selanjutnya dengan mantan
pacar kita tersebut?
Meskipun kita terpaksa harus
putus hubungan kasih dengan pacar kita yang notabene adalah rekan sepelayanan
kita, namun bukan berarti hal ini membuat kita undur dari pelayanan bahkan
undur dari Tuhan. Putus cinta memang membuat hati kita sedih dan kecewa. Namun
kesedihan dan kekecewaan kita jangan lantas dijadikan alasan untuk meninggalkan
pelayanan kita. Bukan berarti kita tidak boleh bersedih dan kecewa. Wajar kalau
kita kemudian menjadi sedih dan kecewa. Namanya juga patah hati. Tetapi justru
di saat-saat seperti inilah kita harus lebih dekat kepada Allah dan mampu
menunjukkan bahwa kita tetap konsisten dengan tugas panggilan kita dalam
melayani Tuhan. Peristiwa putus hubungan ini merupakan bagian dari proses Allah
untuk mendewasakan diri kita. Bagaimana kita mampu memisahkan mana yang
persoalan pribadi dan mana yang pelayanan, bagaimana kita mampu bersikap dewasa
menghadapi masalah.
Putus hubungan cinta bukan
berarti kita lantas bermusuhan dan tidak berteman lagi, bahkan sampai tidak mau
bertemu lagi. Ini namanya kekanak-kanakan. Allah ingin kita menghadapi semuanya
ini dengan kedewasaan. Sekalipun mungkin
saat ini hubungan kita dengan mantan pacar itu sudah bukan sebagai sepasang
kekasih lagi, tetapi ingatlah bahwa kita semua adalah pelayan Allah dan sang
mantan pacar itu juga rekan sekerja kita di dalam pelayanan. Jadi, apapun yang
terjadi kita harus tetap memelihara hubungan sebagai sahabat dan teman baik.
Ingat, bahwa kita harus lebih mengutamakan Allah. Kehilangan orang yang kita
sayangi bukan berarti kita kehilangan segalanya. Perjalanan kita sebagai kaum
muda masih sangat panjang. Ingatlah pula bahwa kita masih memiliki Allah yang
memiliki rencana terindah untuk hidup kita.
Pacaran Dengan Rekan Sepelayanan…Bagaimana Sikap Kita
Seharusnya?
Lalu bagaimana seharusnya
sikap kita, jika kebetulan saat ini ada diantara kita yang sedang menjalin
hubungan cinta dengan rekan sepelayanan? Point terpenting yang harus tetap kita
jaga dan pegang teguh adalah jangan pernah menomorduakan Tuhan. Jika
kita menomorduakan Tuhan dalam masalah ini, hubungan tersebut tidak akan
terberkati dan juga diri kita dan pasangan kita pun tidak akan menjadi berkat
baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain. Mengapa sampai banyak
konflik-konflik yang muncul seperti halnya kasus-kasus di atas tadi? Itu karena
sejak awal hubungan kasih itu terjalin, kita menomorsekiankan Allah dan tidak
melibatkan Dia dalam hubungan pacaran yang tengah dijalin. Jika sejak awal
pacaran, bahkan sejak masa ‘naksir-naksiran’ kita sudah melibatkan Allah,
semestinya kasus-kasus seperti di atas tadi tidak perlu terjadi.
Yang berikutnya yang harus
kita ingat adalah bahwa kita dipanggil untuk melayani Tuhan. Jadi
di antara kedua pasangan tersebut harus mengutamakan pelayanan dan bukan
kepentingan pribadi mereka. Di antara keduanya harus sama-sama memiliki
komitmen untuk lebih mengutamakan Allah dan melayani Dia. Keduanya harus
sama-sama menyadari panggilan Allah. Jika disadari secara benar panggilan untuk
melayani Tuhan tersebut, apa yang
dialami Faye dan Miko, Toby dan Christa, Robby dan Jenny, serta Vina dan Rico
tidak perlu terjadi. Diantara kedua pasangan tersebut juga harus saling
mengingatkan dengan kasih atas komitmen yang sudah dibuat, jika salah satu ada yang mulai ‘lemah’.
Yang terakhir dan yang harus
senantiasa kita ingat adalah bahwa, apapun yang terjadi kita harus menyerahkan
segala sesuatunya kepada Tuhan Yesus Kristus. Jika kita bersandar dan
berserah diri penuh kepada Allah, kita akan mendapat berkat dan pertolongan
yang luar biasa dari Allah. Jika sejak awal kita menyerahkan hubungan kita
tersebut kepada Allah, akan lebih mudah mengatasi setiap persoalan yang muncul
disela-sela hubungan tersebut. Dan apabila kita harus mengalami kenyataan bahwa
hubungan cinta yang sudah dijalin tersebut tidak dapat dilanjutkan lagi, akan
lebih mudah bagi kita untuk mengatasinya jika kita menyandarkan semuanya itu
kepada Allah. Setidaknya, kita tidak akan coba-coba untuk meninggalkan Allah
dan pelayanan yang sudah dimandatkan kepada kita, hanya gara-gara putus cinta.
Jika ketiga hal tersebut kita
sadari benar dan sungguh-sungguh dilakukan, bukan hanya hubungan kita saja yang
akan diberkati, tetapi orang lain pun akan juga mendapat berkat dari hubungan
tersebut, karena kita sudah menjadi teladan yang baik untuk mereka. Inilah yang
disebut dengan pasangan yang seimbang, seperti yang disebutkan dalam II
Korintus 6: 14. Masalahnya sekarang, sanggupkah kita mempraktekkannya dengan
sungguh-sungguh?q(yth) (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Juni 2006)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar