Jumat, 30 Juni 2006

KALAU PACARAN SESAMA ANGGOTA PELAYANAN


“Jatuh cinta…berjuta rasanya…” Kita semua tentunya masih ingat dengan lagu yang dinyanyikan oleh Titik Puspa tersebut. Seperti yang diungkapkan dalam lagu tersebut, bahwa cinta memang bisa membuat orang lupa diri. Dan biasanya yang seringkali mengalami hal ini adalah anak-anak muda, tak terkecuali juga dengan muda-mudi yang aktif di persekutuan dan pelayanan gereja. Tak sedikit diantara kaum muda gereja yang mendapatkan pasangan alias berpacaran dengan sesama anggota persekutuan pemuda, atau bahkan dengan pengurusnya. Hal ini memang sudah biasa terjadi dimana-mana. Sebenarnya mendapatkan pasangan diantara sesama anggota persekutuan bukanlah sesuatu yang dilarang. Bahkan Rasul Paulus sendiri juga mengingatkan supaya dalam memilih pasangan, kita harus merupakan pasangan yang seimbang dan juga seiman (II Korintus 6: 14, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?”). Tetapi bagaimanakah sesungguhnya yang dimaksud dengan pasangan yang seimbang itu?

Jangan Jadi Penghalang!

Tidak ada yang salah memang ketika kita memutuskan untuk pacaran dengan sesama anggota pelayanan. Yang menjadi masalah adalah justru ketika hubungan tersebut ternyata tidak membangun kita. Membuat kita semakin undur dari pelayanan, melupakan tugas dan tanggung jawab kita, dan yang lebih buruk lagi kalau kita mulai menomorduakan Tuhan. Inilah yang berbahaya! Kita boleh saja jatuh cinta, tetapi jangan sampai kita terlena. Jangan biarkan hubungan tersebut pada akhirnya justru tidak menjadi berkat, tetapi malah menjadi batu sandungan. Matius 17:27 mengingatkan,”Tetapi supaya jangan kita menjadi batu sandungan bagi mereka…”Apa yang dialami oleh Faye dan Miko  menunjukkan bahwa mereka tidak hanya menjadi batu sandungan bagi pasangan mereka masing-masing, tetapi juga bagi saudara-saudara seiman mereka yang lainnya di dalam persekutuan itu.  Faye dan Miko tidak lagi menjadi contoh yang baik bagi teman-teman sepersekutuan mereka, tetapi mereka juga akhirnya tidak menjadi teladan bagi teman-teman mereka yang belum mengenal Kristus. Padahal sebagai pengurus, yang notabene adalah pemimpin, mereka seharusnya menjadi teladan bagi sekelilingnya (I Petrus 5:3b, “..,tetapi hendaklah kamu menjadi teladan bagi kawanan domba itu.”)
Sobat muda, sekalipun saat ini kita sedang menjalin hubungan cinta dengan rekan sepelayanan kita, tetapi kita harus ingat, bahwa yang paling penting dan yang tetap harus dinomorsatukan adalah Tuhan. Kita ada di gereja, di persekutuan, ataupun di kelompok-kelompok pelayanan itu, tujuan utama kita adalah untuk bertemu dengan Allah dan melayani Dia. Jadi, kita harus tetap berpegang pada komitmen kita untuk melayani Dia. Boleh kita pacaran, tetapi jangan sampai hal itu membuat pelayanan kita dan pasangan kita menjadi kendor. Namun justru sebaliknya, dengan hadirnya pasangan yang sama-sama satu pelayanan, seharusnya menjadi pemicu semangat kita dan juga pasangan kita, untuk lebih giat lagi di dalam melayani Tuhan. Keduanya harus saling membangun satu dengan yang lainnya dan juga saling mengingatkan jika ada salah satu pihak yang mulai kendor dan undur dari Tuhan. Itu baru namanya pasangan yang seimbang dan saling membangun.

Jangan Campuradukkan Masalah Pribadi Dengan Pelayanan!
Pertengkaran yang muncul disela-sela hubungan kasih memang adalah sesuatu hal yang biasa terjadi. Akan tetapi jika pertengkaran-pertengkaran yang muncul itu sudah ‘tidak wajar', dalam artian sudah tidak pada porsi dan tempatnya, ini yang perlu diwaspadai. Apalagi kalau kita dan pasangan tidak dapat memisahkan antara masalah pribadi dengan pelayanan. Akibatnya persoalan yang dihadapi akan mempengaruhi pelayanan kita. Tak hanya pelayanan kita saja yang terpengaruh, tetapi juga hubungan kita dengan rekan-rekan sepelayanan. Suasana di lingkungan pelayanan pun turut terpengaruh dengan situasi pertengkaran yang kita bawa.
Semestinya, pertengkaran yang terjadi di antara kita dengan pasangan tidak boleh terbawa sampai ke pelayanan. Sebagai pelayanNya, kita harus bijaksana dan pandai-pandai memisahkan antara masalah pribadi dengan pekerjaan pelayanan kita. Ingat, jangan pernah mencampur-adukkan masalah pribadi dengan pelayanan, karena hal itu tidak akan membuat pelayanan kita menjadi tidak murni lagi. Di sisi lain, jika sampai perselisihan yang kita hadapi tersebut sampai terbawa ke pelayanan, hal ini akan dapat mempengaruhi kita dalam setiap pekerjaan pelayanan kita. Kita tidak dapat melayani Dia dengan hati yang damai dan sukacita, karena perselisihan tersebut menjadi beban tersendiri bagi kita. Ingatlah pula bahwa kita ini adalah ‘hamba Tuhan’ dan harus menjadi teladan bagi orang-orang disekeliling kita. Timotius juga mengingatkan dalam II Timotius 2:24, “sedangkan seorang hamba Tuhan tidak boleh bertengkar, tetapi harus ramah terhadap semua orang.” Bagaimana kita dapat menjadi teladan kalau kita sendiri justru malah hidup tidak seturut dengan Firman Allah?
Jika kita ‘terpaksa’ harus menghadapi perselisihan ataupun pertengkaran tersebut, jangan sampai kita membawanya ke pelayanan. Selesaikanlah terlebih dahulu perselisihan tersebut di luar ‘arena’ pelayanan kita. Atau jika memang belum dapat diselesaikan, saat berada dalam lingkup pelayanan, kita bisa ‘menunda’  persoalan itu terlebih dahulu, baru setelah kita tidak berada di lingkup pelayanan lagi, kita selesaikan perselisihan tersebut. Namun sedapat mungkin, selesaikan terlebih dahulu segala macam persoalan pribadi sebelum memasuki dunia pelayanan kita, karena dengan demikian kita akan dapat melayani Tuhan dengan hati yang damai dan penuh sukacita.

Persekutuan/ Pelayanan, Bukan Biro Jodoh!

Banyak kasus di berbagai pelayanan kaum muda, dimana banyak anak-anak muda yang rajin ikut persekutuan atau pelayanan, ternyata bukan karena memang untuk mencari Tuhan, tetapi justru persekutuan/ pelayanan tersebut dijadikan sebagai arena untuk mencari jodoh. ni sungguh-sungguh keliru. Seringkali kita berpikir bahwa untuk mendapat pasangan hidup yang tepat dan yang seiman, tempat yang paling tepat untuk mencarinya adalah di persekutuan. Ini adalah pola pikir yang salah. Persekutuan dan pelayanan bukanlah suatu arena untuk mencari jodoh. Allah punya berbagai macam cara untuk mempertemukan kita dengan pasangan hidup kita. Bisa saja memang kita dipertemukan dengan pasangan hidup kita di persekutuan/ pelayanan. Tetapi itu tidaklah ‘paten’ demikian. Itu hanya sedikit dari sekian banyak cara Allah untuk mempertemukan kita dengan pasangan hidup kita.
Jika saat ini ada diantara kita ada yang memiliki motivasi pelayanan seperti halnya Robby di atas, bertobatlah segera dan ubah motivasi Anda. Matius 6:33 mengatakan,”Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.” Jika motivasi kita terjun di persekutuan/ pelayanan sungguh-sungguh untuk Allah, kita tidak perlu khawatir mengenai masalah pasangan hidup ini. Ingatlah bahwa Allah sudah mempersiapkan seseorang yang terbaik untuk kita. Tinggal bagaimana kita mau bersabar dan menggumuli bagaimana Allah tengah berkarya dalam diri dan hidup kita.
Namun banyak juga di antara kita yang berdalih, “Nggak masalah sih ikut persekutuan/ pelayanan dengan motivasi mencari jodoh. Itu lebih baik daripada nggak ikut persekutuan/ pelayanan sama sekali dan jadi orang yang nggak bener.” Aha….pendapat-pendapat  seperti ini perlu diwaspadai. Ini sudah tidak benar lagi. Jangan menyangka orang yang meski orang ikut persekutuan/ pelayanan bukan dengan motivasi yang benar akan jauh lebih baik dari pada orang yang sama sekali tidak terlibat di persekutuan/ pelayanan. Justru jika kita terlibat di persekutuan/ pelayanan dengan motivasi yang benar, sama halnya kita ini dengan orang-orang Farisi, yang selalu tampak rajin ke Bait Allah tetapi bukan untuk mencari Tuhan melainkan supaya nampak sebagai orang yang saleh. Sama halnya juga bahwa kita tidak mengutamakan Tuhan, tetapi kita lebih mengutamakan keinginan diri kita sendiri. Tak hanya itu saja, motivasi yang salah ini pun tidak akan menjamin keselamatan kita kelak, karena kita tidak memiliki hidup dengan hubungan yang sungguh-sungguh dengan Kristus. Ingatlah Firman Allah yang mengatakan,”Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu: Tuhan, Tuhan! akan masuk  ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga. Jadi sekali lagi, sekalipun orang itu punya motivasi yang tidak benar dalam mengikuti persekutuan/ pelayanan, semuanya itu tidak akan ada artinya.

Bagaimana Jika Terpaksa Harus Putus?

Ini masalah klasik yang seringkali kita hadapi. Pacaran dengan sesama anggota pelayanan, namun tiba-tiba hubungan itu terpaksa harus putus ditengah jalan. Apa yang harus dilakukan? Seringkali banyak diantara kita yang kemudian menjadi jengah ketika bertemu dengan mantan pacar. Bahkan ada juga yang sampai kemudian hubungan diantara keduanya kemudian menjadi tidak harmonis lagi.
Masa-masa pacaran merupakan masa dimana kita berupaya untuk saling menjajaki dan berusaha untuk lebih mengenali pribadi. Kita tidak bisa memungkiri jika tiba-tiba di tengah-tengah hubungan tersebut, kita menemukan ketidakcocokkan dengan pasangan kita, yang pada akhirnya membawa pada sebuah keputusan untuk mengakhiri hubungan tersebut. Persoalannya kemudian, bagaimanakah hubungan kita selanjutnya dengan mantan pacar kita tersebut?
Meskipun kita terpaksa harus putus hubungan kasih dengan pacar kita yang notabene adalah rekan sepelayanan kita, namun bukan berarti hal ini membuat kita undur dari pelayanan bahkan undur dari Tuhan. Putus cinta memang membuat hati kita sedih dan kecewa. Namun kesedihan dan kekecewaan kita jangan lantas dijadikan alasan untuk meninggalkan pelayanan kita. Bukan berarti kita tidak boleh bersedih dan kecewa. Wajar kalau kita kemudian menjadi sedih dan kecewa. Namanya juga patah hati. Tetapi justru di saat-saat seperti inilah kita harus lebih dekat kepada Allah dan mampu menunjukkan bahwa kita tetap konsisten dengan tugas panggilan kita dalam melayani Tuhan. Peristiwa putus hubungan ini merupakan bagian dari proses Allah untuk mendewasakan diri kita. Bagaimana kita mampu memisahkan mana yang persoalan pribadi dan mana yang pelayanan, bagaimana kita mampu bersikap dewasa menghadapi masalah.
Putus hubungan cinta bukan berarti kita lantas bermusuhan dan tidak berteman lagi, bahkan sampai tidak mau bertemu lagi. Ini namanya kekanak-kanakan. Allah ingin kita menghadapi semuanya ini dengan  kedewasaan. Sekalipun mungkin saat ini hubungan kita dengan mantan pacar itu sudah bukan sebagai sepasang kekasih lagi, tetapi ingatlah bahwa kita semua adalah pelayan Allah dan sang mantan pacar itu juga rekan sekerja kita di dalam pelayanan. Jadi, apapun yang terjadi kita harus tetap memelihara hubungan sebagai sahabat dan teman baik. Ingat, bahwa kita harus lebih mengutamakan Allah. Kehilangan orang yang kita sayangi bukan berarti kita kehilangan segalanya. Perjalanan kita sebagai kaum muda masih sangat panjang. Ingatlah pula bahwa kita masih memiliki Allah yang memiliki rencana terindah untuk hidup kita.

Pacaran Dengan Rekan Sepelayanan…Bagaimana Sikap Kita Seharusnya?

Lalu bagaimana seharusnya sikap kita, jika kebetulan saat ini ada diantara kita yang sedang menjalin hubungan cinta dengan rekan sepelayanan? Point terpenting yang harus tetap kita jaga dan pegang teguh adalah jangan pernah menomorduakan Tuhan. Jika kita menomorduakan Tuhan dalam masalah ini, hubungan tersebut tidak akan terberkati dan juga diri kita dan pasangan kita pun tidak akan menjadi berkat baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain. Mengapa sampai banyak konflik-konflik yang muncul seperti halnya kasus-kasus di atas tadi? Itu karena sejak awal hubungan kasih itu terjalin, kita menomorsekiankan Allah dan tidak melibatkan Dia dalam hubungan pacaran yang tengah dijalin. Jika sejak awal pacaran, bahkan sejak masa ‘naksir-naksiran’ kita sudah melibatkan Allah, semestinya kasus-kasus seperti di atas tadi tidak perlu terjadi.
Yang berikutnya yang harus kita ingat adalah bahwa kita dipanggil untuk melayani Tuhan. Jadi di antara kedua pasangan tersebut harus mengutamakan pelayanan dan bukan kepentingan pribadi mereka. Di antara keduanya harus sama-sama memiliki komitmen untuk lebih mengutamakan Allah dan melayani Dia. Keduanya harus sama-sama menyadari panggilan Allah. Jika disadari secara benar panggilan untuk melayani Tuhan tersebut, apa yang  dialami Faye dan Miko, Toby dan Christa, Robby dan Jenny, serta  Vina dan Rico  tidak perlu terjadi. Diantara kedua pasangan tersebut juga harus saling mengingatkan dengan kasih atas komitmen yang sudah dibuat,  jika salah satu ada yang  mulai ‘lemah’.
Yang terakhir dan yang harus senantiasa kita ingat adalah bahwa, apapun yang terjadi kita harus menyerahkan segala sesuatunya kepada Tuhan Yesus Kristus. Jika kita bersandar dan berserah diri penuh kepada Allah, kita akan mendapat berkat dan pertolongan yang luar biasa dari Allah. Jika sejak awal kita menyerahkan hubungan kita tersebut kepada Allah, akan lebih mudah mengatasi setiap persoalan yang muncul disela-sela hubungan tersebut. Dan apabila kita harus mengalami kenyataan bahwa hubungan cinta yang sudah dijalin tersebut tidak dapat dilanjutkan lagi, akan lebih mudah bagi kita untuk mengatasinya jika kita menyandarkan semuanya itu kepada Allah. Setidaknya, kita tidak akan coba-coba untuk meninggalkan Allah dan pelayanan yang sudah dimandatkan kepada kita, hanya gara-gara putus cinta.
Jika ketiga hal tersebut kita sadari benar dan sungguh-sungguh dilakukan, bukan hanya hubungan kita saja yang akan diberkati, tetapi orang lain pun akan juga mendapat berkat dari hubungan tersebut, karena kita sudah menjadi teladan yang baik untuk mereka. Inilah yang disebut dengan pasangan yang seimbang, seperti yang disebutkan dalam II Korintus 6: 14. Masalahnya sekarang, sanggupkah kita mempraktekkannya dengan sungguh-sungguh?q(yth)              (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Juni 2006)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar