Jumat, 31 Agustus 2007

SSSSTTTT… ADA DATING VIOLENCE DI SEKELILINGMU!


Tadinya dia cowok yang sangat baik. Penuh perhatian, selalu ada di saat aku membutuhkannya, ramah, sopan, pintar, dan… ganteng pula. Pokoknya dia cowok yang sempurna, deh. Tapi sayangnya semuanya itu nggak berlangsung lama. Pelan-pelan dia mulai mengatur-ngatur hidupku. Aku nggak boleh main sama geng gaulku lagi. Aku nggak boleh lagi ini… itu… dan sebagainya. Belakangan, dia mulai suka menampar dan memukulku. Aku takut. Pasti. Sangat malah. Aku ingin mengadu sama mama. Tapi aku juga takut. Aku pun takut kehilangan dia. Kehilangan cintanya. Harus bagaimana? Aku tak tahu. Aku bingung. Aku hanya bisa pasrah…

Dating violence? Apaan, sih?
Hmm… pernah nggak, sih, sobat muda mengalami hal seperti ini? Kekerasan dalam pacaran agaknya sudah jadi something yang nggak asing lagi buat kita. Yap! Kekerasan dalam pacaran memang ada dan makin hari makin bertambah daftar panjang korban-korbannya. Kebanyakan saat sedang jatuh cinta, kita menganggap bahwa pacar adalah segalanya dan itu bikin kita rela diperlakukan atau melakukan apapun demi si dia. Di sinilah awal lahirnya dating violence itu sendiri. Tahu nggak, sih? Cemburu berlebihan, membentak, memaki, memukul, menampar, itu semua bukan bentuk rasa cinta, tapi kekerasan. Banyak banget cowok ataupun cewek yang posesif, akhirnya malah jadi tukang siksa pacarnya. Ada lagi cowok-cowok yang maksa ceweknya ngelakuin hubungan seks sebelum nikah, demi ngebuktiin kebesaran cintanya.
Dating violence ini ada karena kita sudah dibutakan cinta. Kalau bingung membedakan antara kekerasan dengan cinta, berarti kita sudah dibutakan oleh cinta. Untuk membedakannya, ingatlah bahwa cinta itu lemah lembut, sabar, rendah hati, penuh kasih; dan tidak ada kekerasan dalam cinta. Kekerasan dalam pacaran sering kali dimulai dari hal yang sederhana. Kita ngebiarin hal itu terjadi karena menganggap nggak ada risiko besar yang bisa menjadi konsekuensi dari ”pembiaran” itu tadi. Yang kudu diingat, perilaku yang dirasakan nikmat cenderung ingin diulang oleh pelakunya, seperti halnya mengisap rokok atau narkoba. Makin lama jumlah dan bentuknya pun mulai meningkat. Lalu untuk mendapatkan keinginannya, dia menggunakan kekerasan berdalih cinta atau sayang. Akhirnya kita pun terjebak dan terperangkap dalam situasi di mana kita kadang nggak sadar telah menjadi korbannya.

Dating violence… no way…!
Rifka Annisa, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi dan jender menemukan bahwa sejak tahun 1994 – 2001, dari 1683 kasus kekerasan yang ditangani, 385 diantaranya adalah kasus dating violence (Komnas Perempuan, 2002). Rumah Sakit Bhayangkara di Makassar yang baru-baru ini membuka pelayanan satu atap (One Stop Service) dalam menangani masalah kekerasan terhadap perempuan mendapatkan bahwa dari tahun 2000-2001 ada 7 kasus KDP yang dilaporkan. (Kompas-online 4 Maret 2002). Sedangkan PKBI Yogyakarta mendapatkan bahwa dari bulan Januari hingga Juni 2001 saja, terdapat 47 kasus kekerasan dalam pacaran, 57% di antaranya adalah kekerasan emosional, 20% mengaku mengalami kekerasan seksual, 15% mengalami kekerasan fisik,  dan 8% lainnya merupakan kasus kekerasan ekonomi (Kompas, 20 Juli 2002).
Salah satu penelitian di Amerika Serikat menyebutkan bahwa dari 77 remaja sekolah menengah yang mengaku mengalami kekerasan saat sedang berpacaran, 66% dari mereka mengaku bahwa selain mengalami kekerasan, mereka juga melakukan kekerasan itu sendiri pada pasangan mereka. Dalam sebuah diskusi mengenai KDP, para remaja putri melaporkan bahwa dalam 70% waktu pacaran mereka, pasangannya melakukan pelecehan. Sedangkan para remaja putra dalam kesempatan yang sama, mengakui bahwa pasangan perempuan mereka melakukan pelecehan sebanyak 27% dari waktu pacaran mereka. Adapun dari penelitian yang lain didapatkan bahwa remaja putri yang melakukan kekerasan saat pacaran antara lain disebabkan karena mempertahankan dirinya (Armour, 2002).
Nah, kalo sobat muda sudah sadar bahwa kekerasan dalam berpacaran dapat terjadi pada diri kita, kita juga bisa ”stop sampai disini!” jika kita mau. Kita berhak menolak apa yang akan terjadi pada diri kita yang kita rasa enggak nyaman. Mau tahu jurus ampuh menghindari kekerasan dalam berpacaran? Mulai dengan keyakinan bahwa tubuh kita berharga. Ingat, tubuh kita adalah bait Allah (1 Korintus 6:19). Tubuh kita adalah jiwa kita, di mana Roh Allah juga berdiam di dalamnya. That’s why, jangan biarkan apa pun menimpanya. Ketika tubuh mulai dieksploitasi untuk pertama kali, maka akan ada yang kedua, bahkan mungkin nggak akan berhenti. Ketika kita tunjukkan kepada pacar bahwa kita sangat menghargai tubuh kita, dia pun akan mulai belajar untuk itu.
Kita harus sadar benar, apa, sih, tujuan kita berpacaran dan bagaimana hubungan akan dibina. Pacaran harusnya merupakan keputusan sadar dengan penuh pertimbangan dan itikad baik antara kita dan pacar, yang melibatkan aspek emosi, keyakinan, sosial, dan budaya. Tentu ada unsur pembelajaran, penghargaan, penghormatan, komunikasi yang dapat menjadi pendekatan positif. Kalau terjadi kekerasan dalam pacaran, berarti tujuan ini nggak tercapai lagi.
Berani berkata ”tidak!” Semua hal dapat terjadi jika kita mau ataupun sebaliknya. Putuskan apa yang kita inginkan dan tidak kita inginkan. Komunikasikan perasaan, pikiran, dan keyakinan kita . Kalo ada perasaan nggak nyaman, komunikasikan dengan terbuka dan jujur disertai penjelasan kenapa menolaknya. Ingat, kalau pacar memang cinta tentu dia akan melindungi orang yang dicintainya dari kerusakan. Katakan ”tidak” sebelum terjadi hal-hal yang semakin nggak masuk akal.
Belajar menjadi diri sendiri. Jangan mulai membiarkan kekerasan dalam berpacaran menimpa kita hanya karena ingin menyenangkan pacar. Kita bisa belajar menjadi diri sendiri. Selama sikap dan perbuatan kita positif, pertahankan. Karena peran kita lebih banyak dibentuk oleh pola pengasuhan yang dipengaruhi budaya, untuk mengubahnya kita juga harus mulai dengan proses pembelajaran baru. Jadi bersiaplah untuk belajar, belajar, dan belajar.
Cari dukungan, bikin komunitas antikekerasan. Karena kekerasan dalam pacaran juga dipengaruhi oleh aspek budaya, untuk mengubahnya juga harus dilakukan bersama-sama secara massal. Ungkapkan dan kampanyekan pikiran kita, cari teman yang sependapat.   Secara bersama terus kampanyekan keinginan kita untuk menolak kekerasan dalam berpacaran. Mudah-mudahan kita menjadi bagian yang memulai untuk perubahan.
Satu hal lagi yang kudu diingat. Firman Tuhan  nggak pernah setuju sama yang namanya kekerasan dalam bentuk apapun, apalagi dalam pacaran. Kalo ada yang bilang kekerasan itu dilakukan sebagai wujud cinta dan kasih, jelas itu bohong besar. 1 Korintus 13:4-6 jelas-jelas menunjukkan bagaimana wujud kasih itu yang sebenarnya. “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.” Hopefully, kita bisa ngebebasin diri dari kekerasan dalam pacaran. Stop dating violence, right now!q(yth)                 (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Agustus 2007)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar