Tadinya dia cowok yang sangat baik. Penuh perhatian,
selalu ada di saat aku membutuhkannya, ramah, sopan, pintar, dan… ganteng pula.
Pokoknya dia cowok yang sempurna, deh. Tapi sayangnya semuanya itu nggak
berlangsung lama. Pelan-pelan dia mulai mengatur-ngatur hidupku. Aku nggak
boleh main sama geng gaulku lagi. Aku nggak boleh lagi ini… itu… dan
sebagainya. Belakangan, dia mulai suka menampar dan memukulku. Aku takut.
Pasti. Sangat malah. Aku ingin mengadu sama mama. Tapi aku juga takut. Aku pun
takut kehilangan dia. Kehilangan cintanya. Harus bagaimana? Aku tak tahu. Aku
bingung. Aku hanya bisa pasrah…
Dating
violence? Apaan, sih?
Hmm… pernah nggak, sih, sobat muda mengalami hal
seperti ini? Kekerasan dalam pacaran agaknya sudah jadi something yang
nggak asing lagi buat kita. Yap! Kekerasan dalam pacaran memang ada dan makin
hari makin bertambah daftar panjang korban-korbannya. Kebanyakan saat sedang
jatuh cinta, kita menganggap bahwa pacar adalah segalanya dan itu bikin kita
rela diperlakukan atau melakukan apapun demi si dia. Di sinilah awal lahirnya
dating violence itu sendiri. Tahu nggak, sih? Cemburu berlebihan, membentak,
memaki, memukul, menampar, itu semua bukan bentuk rasa cinta, tapi kekerasan. Banyak
banget cowok ataupun cewek yang posesif, akhirnya malah jadi tukang siksa
pacarnya. Ada lagi cowok-cowok yang maksa ceweknya ngelakuin hubungan seks
sebelum nikah, demi ngebuktiin kebesaran cintanya.
Dating violence
ini ada karena kita sudah dibutakan cinta. Kalau bingung membedakan antara
kekerasan dengan cinta, berarti kita sudah dibutakan oleh cinta. Untuk
membedakannya, ingatlah bahwa cinta itu lemah lembut, sabar, rendah hati, penuh
kasih; dan tidak ada kekerasan dalam cinta. Kekerasan dalam pacaran sering kali
dimulai dari hal yang sederhana. Kita ngebiarin hal itu terjadi karena
menganggap nggak ada risiko besar yang bisa menjadi konsekuensi dari
”pembiaran” itu tadi. Yang kudu diingat, perilaku yang dirasakan nikmat
cenderung ingin diulang oleh pelakunya, seperti halnya mengisap rokok atau
narkoba. Makin lama jumlah dan bentuknya pun mulai meningkat. Lalu untuk
mendapatkan keinginannya, dia menggunakan kekerasan berdalih cinta atau sayang.
Akhirnya kita pun terjebak dan terperangkap dalam situasi di mana kita kadang nggak
sadar telah menjadi korbannya.
Dating
violence… no way…!
Rifka Annisa, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
yang bergerak di bidang kesehatan reproduksi dan jender menemukan bahwa sejak
tahun 1994 – 2001, dari 1683 kasus kekerasan yang ditangani, 385 diantaranya
adalah kasus dating violence (Komnas Perempuan, 2002). Rumah Sakit
Bhayangkara di Makassar yang baru-baru ini membuka pelayanan satu atap (One
Stop Service) dalam menangani masalah kekerasan terhadap perempuan mendapatkan
bahwa dari tahun 2000-2001 ada 7 kasus KDP yang dilaporkan. (Kompas-online 4
Maret 2002). Sedangkan PKBI Yogyakarta mendapatkan bahwa dari bulan Januari
hingga Juni 2001 saja, terdapat 47 kasus kekerasan dalam pacaran, 57% di
antaranya adalah kekerasan emosional, 20% mengaku mengalami kekerasan seksual,
15% mengalami kekerasan fisik, dan 8%
lainnya merupakan kasus kekerasan ekonomi (Kompas, 20 Juli 2002).
Salah satu penelitian di Amerika Serikat menyebutkan
bahwa dari 77 remaja sekolah menengah yang mengaku mengalami kekerasan saat
sedang berpacaran, 66% dari mereka mengaku bahwa selain mengalami kekerasan,
mereka juga melakukan kekerasan itu sendiri pada pasangan mereka. Dalam sebuah
diskusi mengenai KDP, para remaja putri melaporkan bahwa dalam 70% waktu
pacaran mereka, pasangannya melakukan pelecehan. Sedangkan para remaja putra
dalam kesempatan yang sama, mengakui bahwa pasangan perempuan mereka melakukan
pelecehan sebanyak 27% dari waktu pacaran mereka. Adapun dari penelitian yang
lain didapatkan bahwa remaja putri yang melakukan kekerasan saat pacaran antara
lain disebabkan karena mempertahankan dirinya (Armour, 2002).
Nah, kalo sobat muda sudah sadar bahwa kekerasan dalam
berpacaran dapat terjadi pada diri kita, kita juga bisa ”stop sampai disini!”
jika kita mau. Kita berhak menolak apa yang akan terjadi pada diri kita yang
kita rasa enggak nyaman. Mau tahu jurus ampuh menghindari kekerasan dalam berpacaran?
Mulai dengan keyakinan bahwa tubuh kita berharga. Ingat, tubuh kita adalah bait
Allah (1 Korintus 6:19). Tubuh kita adalah jiwa kita, di mana Roh Allah juga
berdiam di dalamnya. That’s why, jangan biarkan apa pun menimpanya.
Ketika tubuh mulai dieksploitasi untuk pertama kali, maka akan ada yang kedua,
bahkan mungkin nggak akan berhenti. Ketika kita tunjukkan kepada pacar bahwa
kita sangat menghargai tubuh kita, dia pun akan mulai belajar untuk itu.
Kita harus sadar benar, apa, sih, tujuan kita berpacaran
dan bagaimana hubungan akan dibina. Pacaran harusnya merupakan keputusan sadar
dengan penuh pertimbangan dan itikad baik antara kita dan pacar, yang melibatkan
aspek emosi, keyakinan, sosial, dan budaya. Tentu ada unsur pembelajaran,
penghargaan, penghormatan, komunikasi yang dapat menjadi pendekatan positif.
Kalau terjadi kekerasan dalam pacaran, berarti tujuan ini nggak tercapai lagi.
Berani berkata ”tidak!” Semua hal dapat terjadi jika
kita mau ataupun sebaliknya. Putuskan apa yang kita inginkan dan tidak kita
inginkan. Komunikasikan perasaan, pikiran, dan keyakinan kita . Kalo ada
perasaan nggak nyaman, komunikasikan dengan terbuka dan jujur disertai
penjelasan kenapa menolaknya. Ingat, kalau pacar memang cinta tentu dia akan
melindungi orang yang dicintainya dari kerusakan. Katakan ”tidak” sebelum
terjadi hal-hal yang semakin nggak masuk akal.
Belajar menjadi diri sendiri. Jangan mulai membiarkan
kekerasan dalam berpacaran menimpa kita hanya karena ingin menyenangkan pacar.
Kita bisa belajar menjadi diri sendiri. Selama sikap dan perbuatan kita
positif, pertahankan. Karena peran kita lebih banyak dibentuk oleh pola
pengasuhan yang dipengaruhi budaya, untuk mengubahnya kita juga harus mulai
dengan proses pembelajaran baru. Jadi bersiaplah untuk belajar, belajar, dan
belajar.
Cari dukungan, bikin komunitas antikekerasan. Karena
kekerasan dalam pacaran juga dipengaruhi oleh aspek budaya, untuk mengubahnya
juga harus dilakukan bersama-sama secara massal. Ungkapkan dan kampanyekan
pikiran kita, cari teman yang sependapat.
Secara bersama terus kampanyekan keinginan kita untuk menolak kekerasan
dalam berpacaran. Mudah-mudahan kita menjadi bagian yang memulai untuk perubahan.
Satu hal lagi yang kudu diingat. Firman Tuhan nggak pernah setuju sama yang namanya
kekerasan dalam bentuk apapun, apalagi dalam pacaran. Kalo ada yang bilang
kekerasan itu dilakukan sebagai wujud cinta dan kasih, jelas itu bohong besar.
1 Korintus 13:4-6 jelas-jelas menunjukkan bagaimana wujud kasih itu yang
sebenarnya. “Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak
memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan
tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan
orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.”
Hopefully, kita bisa ngebebasin diri dari kekerasan dalam pacaran. Stop
dating violence, right now!q(yth) (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Agustus 2007)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar