“Huhh… rasanya aku nggak mungkin bisa maafin Mami. Aku sebel banget sama
kelakuan Mami. Masa Mami selalu banding-bandingin aku sama Pingkan. Yang
Pingkan lebih cantik lah, lebih pintar, lebih sopan, pokoknya lebih segalanya
dari pada aku... Huaaa.... rasanya Mami nggak pernah bangga sama aku. Buat
Mami, aku, tuh, seolah jelek melulu... nggak ada bagus-bagusnya. Heran, deh...
memang aku ini anaknya atau bukan, sih...” keluh Anita.
Sobat muda, bukan cuma Anita yang suka sebal sama tingkah laku
ortunya, banyak di antara kita yang mungkin juga sering ilfil sama kelakuan
ortu yang menurut kita bikin sakit hati dan nggak pantas dilakukan oleh ortu. Kalau sekali dua kali,
mungkin saja kita masih bisa maklum dan kesalnya bisa cuma sebentar saja. Tapi
kalau dilakukan berkali-kali dan seolah-olah ortu seperti nggak ngerasa kalau
apa yang dilakukannya itu sudah menyakitkan... hmmm... rasa-rasanya, kok, sudah
nggak bisa ditolerir lagi. Meski mungkin kita sudah pernah mengungkapkan
kekecewaan kita pada ortu, ternyata nggak mendapat respon positif dari mereka.
Sampai akhirnya kita menumpuk rasa kesal dan kecewa itu dalam hati hingga
menggunung, hingga menjadi sebuah akar pahit yang menjadi duri dalam hati kita.
Rasa-rasanya seolah tak mungkin lagi memberi maaf pada ortu yang sudah terlalu
menyakiti hati kita.
Everyone can make mistakes
Rasanya memang sakit dan seperti
tak termaafkan memang jika kita mengingat-ingat apa yang pernah dilakukan ortu
pada kita. Namun ketika kita terus menyimpan rasa sakit hati itu, justru
semuanya itu akan semakin menjadi beban berat di dalam diri kita. Bukan hanya
karena persoalan itu cenderung sulit dilupakan atau terlalu menyakitkan. Kenyataannya
kita telah menjadi hakim paling keras untuk diri sendiri. Kita sulit menerima
kenyataan, sehingga semuanya itu membuat kita menjadi seseorang yang terbelit
dengan masa lalu dan sulit mengambil langkah selanjutnya. Padahal kalau kita
terus menerus bersikap seperti ini, sepanjang hidup kita akan selalu terbeban
dan setiap langkah hidup kita akan selalu dibayang-bayangi rasa sakit hati ini.
Sobat muda, tak bisa dipungkiri
bahwa perasaan sakit hati itu tidak mudah untuk dihilangkan begitu saja. Akan
tetapi satu hal yang harus kita sadari bahwa setiap orang pasti bisa melakukan
kesalahan. Setiap orang pasti bisa melakukan hal yang menyakitkan sesamanya.
Demikian juga dengan orangtua kita. Tak selamanya mereka menjadi orangtua yang
sempurna. Adakalanya mereka pun berbuat kesalahan. Sama halnya dengan kita.
Kita pun sebagai anak juga pasti tak luput dari kesalahan. Memang mungkin kali
ini kebetulan ortu yang bikin kesalahan besar dengan menyakiti kita. Tak bukan
berarti pula kita tak bisa memaafkan kesalahan mereka.
Forgiving = Healing
Guys, satu hal yang harus kita ingat, bagaimanapun juga
mereka adalah ortu yang sudah melahirkan serta membesarkan kita. Sebesar apapun
kesalahannya, mereka tetaplah orangtua kita. Nggak ada yang namanya bekas
orangtua ataupun bekas anak. Itulah sebabnya kita harus tetap mengampuni mereka.
Malahan dengan mengampuni mereka, beban hati kita pun dapat terangkat dan
langkah kita ke depan pun tidak akan lagi dihantui perasaan dendam dan sakit
hati yang selama ini tersimpan.
Adanya pengampunan berarti juga
akan ada sebuah pemulihan. Ketika kita mau mengampuni orangtua kita, pemulihan
atas luka-luka batin yang pernah mereka torehkan pada hati kita pun akan
disembuhkan dan dipulihkan. Memang semuanya itu perlu proses. Namun kalau kita
mau dengan sungguh-sungguh dan rela hati memberikan pengampunan, pasti Tuhan
akan menolong menyembuhkan hati kita yang tengah terluka. Jangan buat Mang Iib
mengambil kesempatan dalam kesempitan, membuat kita jatuh dalam dosa hanya
gara-gara kita nggak mau memberi pengampunan kepada ortu kita (II Korintus
2:10-11). Ketika
kita mau mengampuni orangtua kita, Allah juga akan mengampuni kita (Matius
6:14). Pada saat itulah pemulihan itu terjadi. So, tunggu apalagi. Jangan sampai masalah dengan ortu terus
berlarut dan Mang Iib memanfaatkannya untuk keuntungannya sendiri. Okay?q (ika) (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Agutus 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar