Erna bingung. Vika mendadak
membencinya hanya gara-gara ia sekarang menggantikan posisi Vika sebagai ketua
OSIS. Padahal Erna terpilih karena berhasil memenangi pemungutan suara
pemilihan ketua OSIS. Pernah Erna mencoba mengajak Vika bicara empat mata dari
hati ke hati. ”Vik, kenapa, sih, lo
benci gue? Emang gue salah apa ya sama lo? Kalo emang gue punya salah... maafin
gue, ya...” Tapi reaksi Vika cuma diam dan berlalu begitu saja meninggalkan
Erna. Selanjutnya... permusuhan itu masih terus terjadi. Lama-lama Erna yang
merasa bersalah sendiri dan tak enak hati, akhirnya memutuskan untuk
mengundurkan diri jabatan ketua OSIS, karena ia nggak mau terus-terusan
bermusuhan dengan Vika. Padahal keberadaan Erna sebagai ketua OSIS sangat
dibutuhkan oleh teman-temannya.
Yang namanya feeling guilty seperti apa yang dialami Erna ini kerap kali kita
hadapi juga. Seringkali kita merasa bersalah sendiri karena sesuatu yang
sebenarnya bukan kesalahan kita. Nah, perasaan seperti inilah yang membuat kita
terbelenggu dan seringkali menghambat
langkah kita untuk maju. Terkadang karena terlalu memikirkan anggapan dan
perasaan orang lain yang seharusnya tidak perlu, membuat kita tidak bisa lagi
melihat mana yang seharusnya kita lakukan dan mana yang tidak. Akhirnya, diri
kita sendiri yang dirugikan, sementara orang lain yang kita berusaha jaga
perasaannya, ternyata sama sekali nggak perduli dengan apa yang kita lakukan.
Think about it!
Sobat muda, kadang-kadang memang
demi menjaga perasaan orang lain, kita cenderung untuk mengalah untuk
menghindari keributan. Nggak salah, sih, memang. Tapi dalam kondisi tertentu,
seringkali kita justru merasa bersalah sendiri dan mengalah hanya karena satu
orang, sementara di sisi lain, ada banyak orang lain yang lebih membutuhkan
kita. Seperti apa yang dialami Erna, semestinya Erna nggak perlu merasa
bersalah sekali pada Vika, sampai-sampai ia harus mengundurkan diri, padahal
teman-temannya yang lain sangat membutuhkannya.
Ketika didera perasaan bersalah
yang tak seharusnya kita rasakan, semestinya kita introspeksi dan berpikir
ulang. Apakah benar kita harus merasa bersalah dan berkorban sedemikian rupa,
sehingga kita bisa berbaikan lagi dengan orang tersebut sampai harus
mengorbankan segalanya? Hmm... rasa-rasanya memang kita harus think about it! Bagaimanapun juga nggak
semestinya kita merasa bersalah sampai seperti itu. Ketika kita sudah mencoba
untuk bersikap baik terhadap orang yang memusuhi kita tetapi tetap nggak
mendapat respon yang baik juga, kita nggak perlu merasa bersalah yang
berlebihan karena memang itu bukan kesalahan kita. Kalaupun teman atau orang
lain yang memusuhi kita tetap bersikap memusuhi, well... itu adalah masalah mereka, dan bukan masalah kita. Yang
terpenting adalah kita tetap berusaha bersikap baik dengannya dan nggak
menunjukkan sikap memusuhi.
Stay Calm
Nah, mungkin sobat muda bisa
mencontek tips dari Om Paulus ini deh, ”Tetapi, jika seterumu lapar, berilah
dia makan; jika ia haus, berilah dia minum! Dengan berbuat demikian kamu
menumpukkan bara api di atas kepalanya” (Roma 12:20). It
means, tanpa perlu merasa bersalah sedemikian rupa, dengan sikap kita yang
tetap baik dengan mereka yang memusuhi, lama-lama mereka sendiri nantinya yang
akan merasa nggak enak hati dan mau berbaikan lagi dengan kita. Memang mungkin
butuh proses dan waktu yang nggak pendek. Tetapi Roma 12:17-20 cukup jelas
mengajar kita, bagaimana kita harus bersikap dalam menghadapi orang-orang yang
memusuhi kita.
So, tetap tenang dan belajar untuk menetralkan rasa bersalah yang mungkin
sudah kelewat berelebihan. Apapun yang terjadi, kita sudah berusaha yang
terbaik dan terus bersikap baik. Selebihnya, keep pray for them dan biarkan Allah yang berperkara, menolong kita
agar suatu saat nanti hubungan kita dengan mereka dapat pulih kembali. q (ika) (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Agustus 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar