Sabtu, 30 April 2011

ANTARA BENCI DAN DENDAM


Suatu saat, ada seorang guru SMP yang meminta murid-muridnya untuk membawa satu kantong plastik ke sekolah. Kemudian, dia meminta setiap anak untuk memasukkan satu kentang seukuran kelereng yang  telah disediakan ke dalam kantung untuk setiap orang yang berbuat salah pada mereka dan tak mau mereka maafkan. Anak-anak diminta menuliskan nama orang itu dan tanggal kejadian pada kulit kentang. Kantong tersebut harus dibawa kemanapun mereka pergi selama satu minggu penuh. Kantong itu harus berada di sisi mereka saat tidur, di letakkan di meja saat mereka belajar, dan ditenteng saat berjalan. Murid-murid tersebut diminta untuk menjadikan kantong itu sebagai teman mereka.
Ada beberapa anak yang memiliki kantong yang ringan, namun tidak sedikit juga yang memiliki plastik dengan kelebihan beban. Hari berganti hari, kentang itu makin lama jadi membusuk dan mengeluarkan bau yang tak sedap. Hampir semua anak mengeluh dengan pekerjaan ini. Akhirnya waktu satu minggu itupun selesai. Hasilnya, semua anak agaknya banyak yang memilih untuk membuangnya daripada menyimpannya terus menerus.

Menyimpan luka, menyimpan lara
Sama halnya seperti anak-anak SMP di atas, kita juga seringkali suka berlama-lama menyimpan kebencian dan dendam terhadap orang yang dianggap telah menyakiti diri kita. Bukannya langsung mengampuni dan melupakannya, tapi kita lebih suka menyimpannya dan berharap bila suatu saat nanti akan dapat membalasnya. Tapi tahu, nggak, guys, apa yang kita lakukan itu justru akan lebih menyakit hati kita sendiri?
Coba, deh, pikir baik-baik, semakin lama kita menyimpan dendam, semakin lama pula kita akan memikirkan bagaimana cara membalasnya. Kepala kita pun akan semakin dipenuhi dengan pikiran-pikiran untuk membuat trik-trik balas dendam. Walhasil ketika kita berusaha mewujudkannya, yang timbul berikutnya adalah pertengkaran-pertengkaran, saling dendam dan saling balas yang tak akan ada habisnya. Persis seperti yang dibilang di Amsal 10:12A, “Kebencian menimbulkan pertengkaran,…” Jelas hal ini justru akan makin menyakiti kita. Masa enak, sih, hidup dengan terus-terusan bermusuhan? Pastinya hidup jadi nggak tenang, kan?

Let it go…
Bukan hal mudah memang untuk bisa memberi maaf dan melupakannya. Apalagi buat anak-anak muda seperti kita yang bawaannya seringkali emosian. Tapi coba, deh, kita belajar dari Allah. Berapa banyak sebetulnya sakit hati yang Ia miliki karena dosa-dosa yang selalu kita buat. Banyak banget bukan? Malahan boleh dibiang sampai nggak bisa dihitung lagi saking banyaknya. Tapi Ia mau mengampuni semua kesalahan kita dan bahkan mengirim Yesus untuk menebus segala dosa kita.
Sobat muda, nggak ada salahnya, kok, kalau kita mau belajar mengampuni dan melupakan kesalahan orang lain. Jangan biarkan hidup kita terus menerus dikuasai oleh kebencian, amarah serta dendam yang nggak ada untungnya sama sekali. Ingat yang Om Paulus pernah bilang, “Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian.” (Kolose 3:13).
Awalnya memang akan terasa berat dan menyakitkan. Rasa nggak terima pasti akan berkecamuk di pikiran kita. Tapi kalau kita minta pertolongan dari Allah, Ia pasti akan menolong dan memampukan kita untuk dapat mengampuni dan melenyapkan segala benci serta dendam di hati kita. Chayoq(ika)       (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi April 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar