Minggu, 31 Agustus 2008

TERIMA KASIH TUHAN…

“Aduh… coba kalau aku nggak gendut, pendek, hitam legam, dan penuh penuh jerawat… si Tedy yang ganteng itu pasti sudah naksir aku,” keluh Santi pada dirinya sendiri. Entah sudah berapa kali dalam sehari ia mengeluhkan kondisi fisiknya yang menurutnya ‘unpretty’, ketimbang mensyukuri betapa brilian otaknya yang sanggup membawanya menjadi bintang pelajar selama dua tahun berturut-turut.


Nggak seperti yang terlihat
            Sobat muda, nggak sedikit di antara kita yang bersikap sama seperti Santi. Nggak puas dengan bentuk badan, mulai deh diet mati-matian sampai kurang gizi. Nggak puas sama bentuk wajah mulai mempermaknya di sana sini. Syukur-syukur dikaruniai kekayaan, bukannya dipakai untuk hal yang lebih bermanfaat, malahan dipakai untuk operasi plastik. Kalau nggak punya duit, ya terpaksa mulai pakai make up tebal di sana-sini.
            Padahal kalau dipikir-pikir, di dalam diri kita sendiri masih banyak potensi diri yang seharusnya bisa kita kembangkan dan patut untuk lebih kita perhatikan, daripada memusingkan persoalan penampilan fisik yang mungkin saja lebih banyak ‘menipu’. Jutaan orang di luar sana bahkan hanya menampilkan wajah-wajah yang terlihat ganteng, cantik dan menawan, tetapi sesungguhnya semuanya itu hanya palsu belaka. Banyak orang yang penampilan luarnya begitu cantik dan sempurna, ternyata hatinya penuh dengan keculasan dan kecurangan.
            Bahkan nggak jarang sampai ada yang rela menukar Tuhan dengan kuasa gelap, hanya demi untuk mempertahankan kesempurnaan fisik. Pasang susuk, mantera, dan lain sebagainya, supaya orang lain yang melihatnya akan tertarik dengan kecantikan atau ketampanannya. Padahal, dibalik semuanya itu, mereka hanyalah orang yang biasa-biasa saja.

Everyone so unique
            Suatu hari di sebuah ruang gereja, seorang gadis menangis tersedu-sedu di pangkuan ibu gembala-nya. “Mengapa Tuhan begitu tidak adil? Mengapa aku dilahirkan bertubuh gendut, pendek, hitam legam, penuh jerawat? Mengapa aku tidak dilahirkan seperti Irma yang tinggi dan langsing, atau seperti Susan yang cantik dan berkulit putih? Mengapa tidak ada seorang cowok pun yang mau mendekatiku? Mengapa?” Sang ibu gembala membiarkan gadis itu melampiaskan seluruh tangisnya. Setelah ia mulai tenang, ibu gembala itu pun membawanya ke belakang gereja.
            “Perkenalkan. Ini Amanda. Dia puteri ibu satu-satunya. Yang itu suaminya, Max. Mereka baru saja menikah. Mereka baru datang dari pelayanan pekabaran Injil di Afrika,” cerita ibu gembala seraya memperkenalkan puteri dan menantunya pada gadis itu. Lamat-lamat gadis itu memperhatikan Amanda. Amanda bukanlah perempuan yang terlahir sempurna. Ia menderita kebutaan sejak lahir. Saat berusia tujuh tahun ia menjadi korban tabrak lari yang membuat kedua kakinya harus diamputasi. Menjelang remaja, tiba-tiba saja Amanda terserang penyakit tulang yang membuat tulang punggungnya bengkok. Namun jelas terlihat di mata gadis itu, Amanda bukanlah sosok yang rendah diri. Ia selalu tersenyum dan tak pernah menyesali kondisi fisik yang dimilikinya. Dari wajahnya memancarkan kecantikan hati tiada tara. Tak heran jika Max yang yang secara fisik sempurna dan terhitung tampan, begitu mencintai, mengagumi, dan menghargai isterinya. Gadis itu pun menjadi malu hati. Kini dia mengerti dan sadar, betapa selama ini dirinya tak pernah mensyukuri kesempurnaan fisik yang dimilikinya.
             Guys, Allah menciptakan kita sedemikian uniknya. So, that’s why kita tuh beda satu sama lain. Meskipun mungkin kondisi fisik kita nggak sebaik or sesempurna orang lain, semuanya itu mustinya nggak jadi alasan buat kita jadi minder, karena kita sangat berharga di mata Allah (Yesaya 43:4). Sebaliknya, kita kudu mengucap syukur atas apa yang Tuhan beri (1 Tesalonika 5:18).
             Maybe kita nggak punya fisik oke, but kita punya inner beauty yang top banget or punya kelebihan lain yang bisa dibanggakan. Mungkin kita memang nggak dikaruniai wajah yang rupawan, tapi kita punya otak yang cemerlang, jago di bidang seni, punya hati yang lemah lembut dan suka menolong orang lain. So, jangan lagi ngerasa minder hanya karena ngerasa nggak cakep, tapi ingatlah segala kebaikan dan kemurahan Allah di dalam hidup kita, dan itulah yang seharusnya kita syukuri.q (ika)     (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Agustus 2008)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar