Beberapa
waktu belakangan ini kita dikejutkan dengan berita tentang seorang artis muda
cantik yang tengah naik daun, tertangkap polisi gara-gara kasus penyalahgunaan
narkoba. Gara-gara tersandung kasus narkoba, karir serta masa depannya pun jadi
terbengkalai. Nggak cuma artis saja yang berurusan dengan narkoba, di luar sana bahkan juga di
sekeliling kita banyak anak-anak muda yang terjerat drugs hingga masa
depannya berantakan. Sekolah nggak selesai, badan sakit-sakitan gara-gara
kecanduan, bahkan ada yang harus mendekam di penjara karenanya.
Gara-gara narkoba juga, kebebasan
mereka jadi terenggut. Kemerdekaan mereka untuk meraih cita-cita dengan mulus
jadi terhalang. Jeruji-jeruji rumah tahanan, dinding-dinding rumah sakit dan
balai rehabilitasi narkoba, menjadi saksi bisu betapa jerat narkoba itu telah
merenggut segala yang mereka miliki. Padahal semestinya mereka nggak perlu
menjadi orang-orang yang terpenjara, kalau mereka menyadari bahwa sesungguhnya
mereka adalah orang-orang yang merdeka.
Free
Will
Sejak manusia pertama diciptakan, Allah sesungguhnya
sudah memberikan karunia yang nggak terhingga buat kita. Apa itu, ya? Yup!
Benar sekali! Kehendak bebas alias kemerdekaan atawa kebebasan. Ingat ketika
Allah baru menciptakan alam semesta beserta isinya, kemudian Ia menjadikan
manusia. Saat itu Tuhan berkata bahwa manusia bebas untuk makan apa saja yang
ada di bumi. Ia juga membebaskan manusia untuk memberi nama apa saja terhadap
binatang-binatang ciptaan-Nya. Manusia juga diberi kebebasan untuk melakukan
apa saja untuk mengolah bumi. (Baca Kejadian 1).
Ini membuktikan bahwa sejak semula, Allah
telah memberikan kebebasan dan kemerdekaan itu dengan cuma-cuma. Kita punya
kebebasan untuk melakukan apa saja, sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tapi
bukan berarti kebebasan itu lantas membuat kita jadi liar dan nggak terkendali.
Kebebasan yang Allah berikan ini juga menuntut sebuah tanggung jawab, supaya
kita nggak jadi sok dan bertindak sembarangan.
Kenapa harus terpenjara?
Nah… ini dia masalahnya… Banyak anak muda, nggak
terkecuali kita tentunya, yang akhirnya jadi manusia yang nggak lagi bebas,
karena kita bertindak sembarangan. Kita nggak bisa mengendalikan keinginan kita
dan menjadi liar, sehingga jatuh ke dalam dosa. Ketika kita sudah jatuh dalam
dosa inilah, lagi-lagi kita menjadi manusia yang tidak bebas dan terpenjara.
Hmm… kok bisa, ya?
Misalnya aja nih, gara-gara nggak mau nilai ulangan
jeblok, kita akhirnya memutuskan untuk mencontek pada saat ulangan. Ketika
pertama kali mencontek, kita selalu
dihantui rasa takut dan bersalah. Takut kalau ketahuan dan nanti dihukum guru.
Kita jadi nggak bisa bebas mengerjakan soal ulangan, karena selalu merasa
was-was. Padahal sebenarnya kita nggak perlu merasa seperti itu kalau sebelumnya
kita belajar giat, sehingga nggak perlu mencontek.
Itu baru pertama kali. Kalau ternyata pengalaman
pertama ini ternyata berjalan mulus alias nggak ketahuan, yang kedua, ketiga
dan seterusnya menjadi sesuatu hal yang biasa dan membuat kita ketagihan. Kita
justru menjadi semakin malas belajar, karena sudah merasakan ‘kenyamanan’
mencontek. Nggak perlu capek-capek mikir dan belajar untuk mendapatkan nilai
yang bagus. Tanpa disadari, kita pun sudah diperbudak oleh kemalasan. Nggak ada
lagi perasaan bersalah, karena itu sudah menjadi kebiasaan. Lagi-lagi kita
menjadi manusia yang nggak bebas, hanya gara-gara kita nggak bisa mengendalikan
kemalasan. Sampai pada akhirnya kita kena batunya. Ketahuan mencontek, nilai
jeblok, sampai nggak naik kelas. Sekali lagi kita dipenjarakan oleh rasa malu
dan juga penyesalan.
Bebas bertanggung jawab
Semestinya kita nggak perlu jadi orang-orang yang
terbelenggu dosa, kalau kita benar-benar bertanggung jawab dengan kebebasan
yang diberikan Allah kepada kita. Sama
halnya ketika orangtua kita memberi kebebasan supaya kita bisa hang out dan have fun dengan teman-teman kita. Tentu saja ada syarat yang mereka
berikan. Jangan sampai semuanya itu mengganggu prestasi belajar kita. Artinya,
kita diberikan kebebasan untuk mengatur waktu sendiri, kapan kita mau main,
kapan pula waktunya kita harus belajar. Kalau kita bisa melakukannya dengan
baik, tentu saja nggak akan menjadi masalah dan malah menjadi sesuatu hal yang
menyenangkan bukan?
So, apa yang harus kita lakukan supaya tetap bisa menikmati
kebebasan itu? Jawabannya cuma satu. Belajar untuk mengendalikan diri sendiri.
Ketika kita mampu mengendalikan diri, kita juga jadi nggak gampang untuk jatuh
ke dalam belenggu dosa. Belajar mengendalikan diri itu bisa mencakup banyak hal.
Belajar mengendalikan diri untuk nggak nyontek ketika ulangan, belajar untuk
nggak kebablasan main game sampai lupa belajar, belajar untuk nggak boros
dengan uang jajan yang diberikan ortu, dan masih banyak lagi.
Pendek kata, kalau kita sanggup
mengendalikan diri, kebebasan itu akan selamanya bisa dinikmati. Sebaliknya, kalau kita nggak sanggup
mengendalikan diri, siap-siap saja untuk menerima kenyataan bahwa hidup kita
bakal dibelenggu oleh keinginan yang nggak akan pernah ada puasnya juga nggak
pernah akan ada habisnya. Firman Tuhan dalam Amsal 25:28 mengingatkan, “Orang
yang tak dapat mengendalikan diri adalah seperti kota yang roboh temboknya.” Artinya, kalau
kita nggak bisa mengendalikan diri, hidup kita akan lebih mudah untuk
dihancurkan dan diombang-ambingkan oleh berbagai keinginan. Nah, sekarang
pilihan itu ada di tangan kita sendiri. Mau jadi orang yang merdeka, atau jadi
orang yang terbelenggu? It’s up to you…q(ika) (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, Edisi Agustus 2008)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar