“Dasar br$*!/?k! Nggak tahu
diuntung! Sudah ditolongin kelakuannya malah begitu. Gue sumpahin, deh...”
Hmm... pernah, nggak, sobat muda ngomong seperti ini? Saking kesalnya dengan
seseorang, akhirnya sumpah serapah pun keluar dari mulut kita. Bahkan tanpa
disadari, terkadang seluruh isi kebun binatang pun juga ikut-ikutan keluar dari
mulut. Buat sebagian orang, omongan kotor bahkan sumpah serapah mungkin bisa
jadi sesuatu hal yang biasa. Bukan tidak mungkin kita pun menganggapnya biasa
saja, apalagi jika emosi sedang terbakar. Tapi, buat kita yang notabene sebagai
orang kristen, mau pakai alasan apapun, sudah pasti omongan-omongan semacam ini
jelas nggak banget, deh.
Kata-kata sia-sia
Kalau ada orang yang bilang mulut itu beracun, hmm... rasa-rasanya tidak
sepenuhnya salah. Firman Tuhan sendiri dalam Yakobus 3 : 8 juga menyebutkan, “tetapi tidak seorang pun yang
berkuasa menjinakkan lidah; ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai,
dan penuh racun yang mematikan.” Inilah yang seringkali nggak kita sadari. Terkadang ketika hati
terbakar emosi, kita selalu berusaha supaya nggak terlibat perkelahian, tapi
lupa kalau akhirnya mulutlah yang kemudian lebih banyak bertindak. Marah-marah,
mengumpat, ngata-ngatain, fitnah, sampai sumpah serapah. Pada akhirnya kita pun
juga jadi lupa bahwa persoalan pun akhirnya jadi panjang gara-gara perang
kata-kata. Pertengkaran jadi semakin melebar bukan karena perbuatan tetapi
karena perkataan. Ada banyak orang yang kemudian jadi terluka dan tidak mau
saling memaafkan hanya karena perkataan yang menusuk. Jangankan orang dewasa.
Kita, anak muda ini pun paling rentan untuk mengeluarkan kata-kata yang
menyakitkan.
Sobat muda, kalau
kita ingat lagi apa sebenarnya fungsi lidah, tentu saja sebagai sarana kita
berkomunikasi dengan orang lain. Perkataan merupakan cara kita mengungkapkan
pikirann dan perasaan kita kepada orang lain. Kita bisa menjalin persahabatan,
dan menjadi saluran berkat, salah satunya juga lewat perkataan. Namun semuanya
itu juga akan menjadi sia-sia belaka, jika kita bicara tetapi yang keluar dari
mulut adalah kata-kata sia-sia. Bergosip, fitnah, umpatan, dan lain sebagainya.
Eh, tapi
bukan berarti ketika kita berkomunikasi hanya hal-hal yang manis didengar saja
yang boleh dibicarakan. Ada kalanya memang kita perlu menyampaikan kalimat yang
mungkin akan menyakiti, meski itu demi kebaikan teman bicara kita. Namun satu
hal yang harus diperhatikan. Ketika hendak berbicara alangkah baiknya jika kita
mau memikirkannya dulu, agar nantinya yang keluar dari mulut tidaklah menjadi
bumerang buat kita sendiri.
Hati-hati
gunakan mulutmu!
Masih ingat, kan, dengan lagu Sekolah Minggu yang satu ini? Hati-hati gunakan mulutmu. Hati-hati gunakan
mulutmu. Karena Bapa di sorga melihat kita semua. Hati-hati gunakan mulutmu.
Firman Tuhan juga mengingatkan, “Dengan lidah kita memuji
Tuhan, Bapa kita; dan dengan lidah kita mengutuk manusia yang diciptakan
menurut rupa Allah,” Maksudnya
jelas, bahwa dengan mulut kita bisa mengeluarkan kata-kata yang memberkati,
atau mengeluarkan kata-kata yang menyakiti. That’s
why guys, kita kudu hati-hati dengan setiap tutur kata yang diucapkan.
Kalau sobat
muda berkomitmen untuk selalu berusaha berkata-kata dengan baik dalam
berkomunikasi dengan siapapun, ada beberapa hal yang harus jadi perhatian kita.
Pertama, pemilihan kata yang tepat.
Mungkin maksud kita baik ketika hendak menyampaikan sesuatu hal. Tetapi ketika
kita salah memilih kata-kata, hasilnya justru malah jadi berantakan dan
kemudian menimbulkan pertengkaran. Itu sebabnya sebelum bicara, kita harus
bijak dalam memilih kata yang tepat supaya nggak jadi bencana. Bukan hanya
memilih kata yang tepat, tapi kita juga kudu bijak berkata-kata. Jangan sampai
kata-kata yang kita gunakan hanya untuk membenarkan diri sendiri, tapi yang
paling utama adalah untuk memperoleh kebenaran.
Kedua, straight to
the point. Sebisa mungkin kita ngomong secara langsung. Nggak pakai
perantara surat, sms, bbm, telepon, apalagi lewat orang lain. Bicara secara
langsung otomatis menghindarkan kita dari kesalahpahaman. Seringkali kita
berkomunikasi dengan perantara justru malah berpotensi meninmbulkan
kesalahpahaman, ‘coz kita nggak bisa
secara langsung melihat ekspresi wajah, juga mendengar nada suara orang yang
kita ajak bicara. Bukankah sering kita salah paham dan berantem dengan lawan
bicara hanya gara-gara salah paham dalam bahasa teks di surat, sms, bbm, maupun
media sosial bukan?
Ketiga, jangan ngegosip. Ngegosip mungkin terasa asyik. Tapi
jelas nambah-nambahin dosa. Apalagi kalo ngegosipin kejelekan orang lain dan
kemudian berujung fitnah yang tersebar kemana-mana. Bayangkan saja kalau kita
yang digosipin. Nggak enak banget bukan? Kalau lagi ngobrol dan sudah menjurus
ke arena pergosipan, mendingan langsung di cut
dan alihkan ke topik pembicaraan yang lain, biar nggak makin panjang
urusannya. Keempat, nggak boleh
emosional. Ketika kita sedang dalam kondisi emosional, entah itu sedih,
bahagia, ataupun marah sekalipun, alangkah baiknya kita justru duduk diam dan
nggak usah ngomong apa-apa. Tunggulah sampai emosi itu mereda, baru kita
berbicara. Bukankan kita seringkali menyesali perkataan yang keluar dari mulut,
di saat emosi itu tengah menyala-nyala? So,
tahan emosimu, guys.
Yang terakhir, kelima, usahakanlah agar apa yang
keluar dari mulut kita adalah kata-kata yang membangun, dan bukan kata-kata
yang menjatuhkan. Kata-kata yang postif serta menyemangati, dan bukan kata-kata
negatif serta bikin down. Efesus 4:29
mengingatkan, “Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi
pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang
mendengarnya, beroleh kasih karunia.” Well
guys, sepanjang kita mau berhati-hati dalam bertutur kata, nggak akan sulit
untuk menghindarkan diri dari lidah beracun. Asalkan kita mau mengendalikan
diri, itulah kunci utama dari setiap tutur kata kita. Selamat
berbincang-bincang, teman... (ika)
(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Agustus 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar