Batin Naomi dilanda bimbang. Sekujur
tubuhnya mulai mengeluarkan keringat dingin. Sesaat tangannya bergerak
ingin mengeluarkan catatan kecil yang sudah disiapkannya dari rumah. Namun,
mendadak Naomi mengurungkan niatnya itu. Hati kecilnya berkata, “Jangan lakukan
itu!” Tapi, pelan-pelan tangannya mulai bergerak lagi, berusaha meraih catatan
kecilnya. Namun akhirnya Naomi menghentikan segala usahanya mengambil catatan
kecil itu. Ia putuskan untuk berusaha mengerjakan sendiri soal-soal ulangan itu
tanpa menyontek. Tak perduli meski hasilnya nanti jelek karena Naomi tidak
belajar dengan maksimal, tapi hatinya merasa lega karena nilai ulangannya
adalah murni hasil usahanya sendiri, dan bukan hasil dari menyontek.
Antara ‘benar’ dan ‘salah’
Sobat muda, di zaman yang suka terbalik-balik seperti sekarang ini, kita
sering dihadapkan dengan berbagai macam persoalan hidup yang bikin kita bingung
dalam menentukan sikap. Nggak sekali dua kali, kita harus berhadapan dengan
situasi ketika ngelakuin hal yang benar ‘dianggap’ salah, ngelakuin hal yang
salah ‘dianggap benar’ tetapi bertentangan dengan hati nurani. Dalam situasi
seperti itu, nggak jarang yang terpampang di mata kita adalah pilihan untuk
melakukan hal yang salah, namun hal itu ‘dianggap benar’ olah lingkungan
sekitar kita, meski harus melanggar hati nurani.
Di tengah pergumulan untuk memilih antara melakukan yang benar tapi ‘salah’
dengan melakukan yang salah tapi ‘benar’, pada akhirnya kita lebih banyak
mengalah dan menyerah pada pilihan untuk melakukan hal yang salah namun
dianggap ‘benar’. Di mata teman-teman ataupun lingkungan sekitar saat itu, kita
mungkin akan ‘aman’ karena sudah melakukan hal yang ‘sewajarnya. Akan tetapi di
mata Tuhan, jelas apa yang kita lakukan adalah salah.
Seperti halnya kisah Naomi di atas. Di mata teman-temannya, menyontek
adalah sesuatu hal yang ‘biasa’ dilakukan demi mendapatkan nilai bagus. Tapi
jelas di mata Tuhan, menyontek adalah hal yang salah. Namun dengan pergumulan
batin yang cukup berat, Naomi akhirnya mampu mengambil keputusan yang benar,
meski mungkin dengan resiko nilai yang didapatkannya nggak sebagus yang
diharapkan.
Benar itu luar biasa
Mengambil keputusan yang
benar dan tepat dalam situasi seperti di atas kelihatannya mudah. Tapi justru
menjadi sulit ketika dihadapkan dengan kenyataan bahwa orang-orang di sekitar
kita nggak selalu bisa menerima keputusan yang seharusnya benar. Lalu, apa yang
harus kita lakukan di saat-saat seperti ini? Haruskah kita mengikuti arus dan
menjadi sama dengan orang lain pada umumnya? Pilihan untuk hidup benar adalah
sebuah pilihan yang luar biasa, saat kita sungguh-sungguh mau menjalaninya di
tengah-tengah hidup yang penuh dengan ketidakbenaran. Sebagai murid Kristus,
Allah tentu saja ingin kita semua hidup dalam kebenaran. Ingatlah bagaimana firman Allah mengajar,
menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan dan mendidik kita dalam kebenaran
(II Timotius 3:16).
Om Paulus jauh-jauh hari sudah mengingatkan kita, “Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa
yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:2). Memilih hidup benar di antara berbagai
perilaku salah yang dianggap benar memang membutuhkan perjuangan berat. Mungkin
sobat muda akan mengalami banyak tantangan. Diejek karena dianggap sok-sokan
hidup benar, atau mungkin dianggap sok suci. Namun ketika kita memilih hidup
benar seturut dengan kehendakNya, percayalah bahwa Allah akan memberikan
kekuatan ekstra kepada kita untuk tetap hidup benar seturut dengan firmanNya.
Tentu saja itu akan terjadi jika kita mau terus bersandar kepada Allah.(ika)
(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi April 2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar