Sabtu, 31 Oktober 2015

I FAILED



Rara sedih bukan kepalang. Label bintang kelas tak lagi mampu dipertahankannya. Gara-gara sakit typhus, tahun ini Rara mau tak mau harus melepas gelar juara kelas yang selama ini terus dipertahankannya. Bukan hanya kehilangan gelar juara, namanya pun juga harus terdepak dari jajaran peringkat 10 besar di kelasnya. Sedih, kesal, kecewa, semuanya bercampur aduk di hati Rara. Meski demikian, Rara tidak ingin membiarkannya terus berlarut-larut. Kegagalannya kali ini justru dijadikannya pemicu semangatnya untuk menjaga kesehatannya lebih baik lagi, dan berusaha untuk meraih kembali prestasinya yang sempat tertinggal.
Sobat muda, tidak semua orang mampu bersikap positif seperti Rara saat sedang menghadapi kegagalan. Padahal, seringkali ada sebuah berkat tersembunyi di balik kegagalan yang dialami. Namun justru banyak di antara kita yang kerap kali makin terhanyut dalam kegagalan yang tengah dialami. Kegagalan yang terjadi terus menerus disesali, sehingga membuat kita sulit menghadapi kenyataan. Akibatnya, kita pun semakin terpuruk dan susah untuk bangkit.

Stay calm
Pas pertama kali terima kabar ‘buruk’ tentang kegagalan yang kita alami, biasanya reaksi pertama kita adalah bingung, kecewa, sedih, panik, galau, semuanya bercampur menjadi satu. Jika kita terus membiarkan hal ini terjadi, maka hal ini akan semakin menyeret kita dalam keterpurukan atas kegagalan yang dialami. Saat mengalami kegagalan, seharusnya kita tetap tenang. Introspeksi pada diri sendiri, mengapa kita harus mengalami kegagalan ini.
Nah, tahap berikutnya adalah kita harus tetap sabar dan belajar menerima kegagalan itu. Belajar menerima bahwa kegagalan itu adalah bagian dari rencana Allah untuk mendewasakan kita. Saat kita mengalami kegagalan, bukan berarti kita hancur. Allah tentu ingin kita belajar sesuatu dari kegagalan yang kita alami. Kegagalan ini justru menjadi cambuk untuk memotivasi kita agar terus berusaha lebih baik lagi. Tanpa adanya kesabaran dan kemauan untuk belajar serta memperbaiki kegagalan yang sudah terjadi, kita tidak akan memapu meraih sebuah kesuksesan.
Terbiasa hidup nyaman di taman Eden, Adam dan Hawa adalah contoh nyata di dalam Alkitab bagaimana mereka bersabar dan bertahan serta belajar dari kesalahan dan kegagalan yang pernah mereka alami. Meskipun harus merasakan kerasnya kehidupan di luar taman Eden, mereka tetap percaya bahwa Allah punya rencana yang baik atas kehidupan mereka.

It’s not the end
Satu kegagalan, bukanlah akhir dari segalanya. Ingat bagaimana Thomas Alva Edison berjuang menemukan lampu pijar? Bukan hanya satu atau dua kali kegagalan yang harus dialaminya. Tapi 9998 kegagalan harus dia telan sebelum akhirnya ia meraih sukses di usahanya yang ke 9999. Demikian pula dengan Ayub yang tidak hanya kehilangan harta bendanya, tetapi juga anak-anaknya bahkan ia masih harus tertimpa sakit penyakit parah. Belum lagi ia harus dijauhi oleh teman-temannya serta menerima banyak hinaan. Bahkan sang istri pun mulai tidak mendukungnya.
Bayangkan saja seandainya kita di posisi Ayub atau Thoamas Alfa Edison, belum tentu kita bisa bertahan dan sekuat mereka dalam menghadapi kegagalan. Namun satu hal yang pasti, saat menghadapi kegagalan, hidup kita tidak akan berhenti sampai di situ saja. Jangan sampai kita salah bersikap ketika menghadapi kegagalan. Sebab, baik itu sukses ataupun gagal, semuanya itu Allah ijinkan untuk terjadi dalam hidup kita agar menjadi pelajaran penting yang membuat kita semakin kuat di dalam Tuhan. 
Ketika kita gagal dan berbagai masalah datang menghampiri, Tuhan menghendaki agar kita tidak pernah menyerah dan putus asa terhadap situasi yang ada. Tuhan tidak pernah mengijinkan kegagalan menimpa kehidupan kita tanpa ada maksudnya. Tuhan tidak pernah memberikan masalah melebihi dari kekuatan yang dimiliki (I Korintus 10:13). Ketika kita diijinkan mengalami kegagalan, Dia akan selalu tetap bersama dengan kita, dan memberikan kekuatan kepada kita agar dapat menopangnya. That’s why guys, semua kegagalan pasti akn dapat kita lewati, sepanjang kita selalu mengandalkan Tuhan di dalam kehidupan kita.



(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Oktober 2015)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar