Senin, 24 Juni 2013

BEREMPATI ATAU BERGOSIP?



 
 “Eh... kasihan, deh, Mia. Sekarang dia tinggal sendiri sebatang kara. Papanya, kan, sudah lama meninggal. Sekarang, malah ia ditinggal pergi Mamanya juga,” cerita Emmy. “Aduh, kasihan sekali Mia. Lha, Mamanya pergi kemana,” tanya Fika bingung. “Mamanya, kan, nikah lagi. Tapi Papa barunya nggak mau kalau Mia ikut Mamanya. Kasihan, deh. Masa ada ibu-ibu yang tega ninggalin anaknya gitu demi suami barunya? Bener-bener keterlaluan, deh. Eh, aku denger-denger juga, lho, Mamanya si Mia itu... bla... bla... bla...” ucap Emmy berapi-api. Siska yang tadinya hanya mendengarkan sembari membaca buku, akhirnya angkat bicara, “Kalian ini maunya berempati dengan Mia atau malah mau ngegosipin dia, sih?”
Maunya, sih, memang berempati. Tapi ujung-ujungnya malah ngegosip. Begitulah yang seringkali kita lakukan. Sadar ataupun enggak, berempati dan ngegosip ini memang terkadang cuma beda-beda tipis. Makanya nggak heran kalau kita awalnya bertujuan untuk berempati, akhirnya yang terjadi justru malah ngegosipin orang lain.

Kenapa jadi ngegosip, ya?
Ngegosip memang nggak cuma didominasi oleh kaum cewek. Cowok pun ternyata tanpa disadari juga demen bergosip, lho. Tujuan semula yang tadinya mau berempati terhadap masalah yang dialami orang lain, akhirnya bisa jadi gosip hanya karena kita nggak sanggup mengendalikan keinginan hati dan mulut. Ngegosip memang hal yang paling nggak susah buat dilakukan dan paling menyenangkan. Hanya dengan sekali sentil, jadilah gosip itu.
Nggak hanya itu, berlama-lama tinggal dalam sebuah percakapan yang nggak terkendali memang sangat rentan bikin empati itu jadi. Balik lagi, obrolan itu jadi nggak terkendali alias jadi ngegosip karena kita nggak mampu untuk menjaga mulut. Apalagi yang namanya gosip, makin digosok, makin sip. Ingat nggak yang firman Tuhan pernah bilang? Kalau sobat muda membaca Yakobus 3:5-9, kita bisa melihat dengan jelas, kalau lidah itu nggak cuma bisa buat kita memberkati orang lain, tapi juga bisa membuat kita mengutuk orang lain pula. Intinya, kalau kita nggak sanggup menahan diri, menjaga mulut kita, yang tadinya berempati bisa benar-benar jadi gosip. Jadi makin berdosalah kita.

Hati-hati gunakan mulutmu!
Masih ingat dengan lagu sekolah minggu, “Hati-hati gunakan mulutmu...” Seperti itulah yang mestinya kita lakukan supaya nggak terjebak dengan dunia pergosipan. Lidah memang tak bertulang. Sebentar berempati, nggak sampai lima menit sudah jadi bergosip. So, kalau sobat muda ingin sungguh-sungguh berempati dengan orang lain yang sedang kesusahan, mesti kudu waspada biar nggak kejebak jadi biang gosip. Jaga hati, jaga mulut, biar nggak kelepasan jadi ngomongin orang lain.
Ada beberapa tips buat sobat muda biar nggak kejebak jadi bergosip. First, harus tetap ingat bagaimana perasaan orang yang sedang dibicarakan. Remember, kalau kita sebenarnya tengah bersimpati dengan persoalan yang sedang dihadapinya. Bayangkan saja kalau hal itu terjadi pada diri kita. Rasanya pasti menyakitkan, bukan? Bukannya mendapat simpati, yang ada justru malah digosipin.
Second, kalau obrolannya sudah terlalu lama dan mulai menjurus ke arah bergosip, segera alihkan pembicaraan ke topik yang lain. Sebisa mungkin cobalah untuk menghindari agar jangan sampai upaya kita berempati malah jadi bergosip. Third, jangan lupa, ingatkan teman ngobrol kita saat pembicaraan mulai menjurus ke arah pergosipan. Fourth, kalau sampai semua upaya kita nggak ada hasil, mending cepat-capat kabur dan tinggalkan saja obrolan gosip yang nggak berguna. Dari pada sobat muda jadi nambah dosa, lebih baik kita menghindarinya, bukan?
 Well guys, kalau kita memang pengen berempati dengan persoalan yang dialami oleh orang lain, wujudkanlah itu dengan niat hati yang tulus. Sungguh-sungguh karena kita memang benar-benar mau bersimpati, ikut berbela rasa dengan apa yang tengah dialaminya. Selebihnya, jangan pernah gunakan itu sebagai materi bergosip, sebab dengan demikian sama halnya kita tengah menari di atas penderitaan orang lain. Okay?(ika)




(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Juni 2013)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar