“Eh... kasihan, deh, Mia. Sekarang dia tinggal sendiri sebatang kara.
Papanya, kan, sudah lama meninggal. Sekarang, malah ia ditinggal pergi Mamanya
juga,” cerita Emmy. “Aduh, kasihan sekali Mia. Lha, Mamanya pergi kemana,”
tanya Fika bingung. “Mamanya, kan, nikah lagi. Tapi Papa barunya nggak mau
kalau Mia ikut Mamanya. Kasihan, deh. Masa ada ibu-ibu yang tega ninggalin
anaknya gitu demi suami barunya? Bener-bener keterlaluan, deh. Eh, aku
denger-denger juga, lho, Mamanya si Mia itu... bla... bla... bla...” ucap Emmy
berapi-api. Siska yang tadinya hanya mendengarkan sembari membaca buku,
akhirnya angkat bicara, “Kalian ini maunya berempati dengan Mia atau malah mau
ngegosipin dia, sih?”
Maunya, sih, memang berempati. Tapi ujung-ujungnya malah ngegosip.
Begitulah yang seringkali kita lakukan. Sadar ataupun enggak, berempati dan ngegosip
ini memang terkadang cuma beda-beda tipis. Makanya nggak heran kalau kita
awalnya bertujuan untuk berempati, akhirnya yang terjadi justru malah
ngegosipin orang lain.
Kenapa jadi ngegosip, ya?
Ngegosip memang nggak cuma didominasi oleh kaum cewek. Cowok pun ternyata
tanpa disadari juga demen bergosip, lho. Tujuan semula yang tadinya mau
berempati terhadap masalah yang dialami orang lain, akhirnya bisa jadi gosip
hanya karena kita nggak sanggup mengendalikan keinginan hati dan mulut.
Ngegosip memang hal yang paling nggak susah buat dilakukan dan paling
menyenangkan. Hanya dengan sekali sentil, jadilah gosip itu.
Nggak hanya itu, berlama-lama tinggal dalam sebuah percakapan yang nggak
terkendali memang sangat rentan bikin empati itu jadi. Balik lagi, obrolan itu
jadi nggak terkendali alias jadi ngegosip karena kita nggak mampu untuk menjaga
mulut. Apalagi yang namanya gosip, makin digosok, makin sip. Ingat nggak yang
firman Tuhan pernah bilang? Kalau sobat muda membaca Yakobus 3:5-9, kita bisa
melihat dengan jelas, kalau lidah itu nggak cuma bisa buat kita memberkati
orang lain, tapi juga bisa membuat kita mengutuk orang lain pula. Intinya,
kalau kita nggak sanggup menahan diri, menjaga mulut kita, yang tadinya
berempati bisa benar-benar jadi gosip. Jadi makin berdosalah kita.
Hati-hati gunakan mulutmu!
Masih ingat dengan lagu sekolah minggu, “Hati-hati gunakan mulutmu...”
Seperti itulah yang mestinya kita lakukan supaya nggak terjebak dengan dunia
pergosipan. Lidah memang tak bertulang. Sebentar berempati, nggak sampai lima
menit sudah jadi bergosip. So, kalau
sobat muda ingin sungguh-sungguh berempati dengan orang lain yang sedang
kesusahan, mesti kudu waspada biar nggak kejebak jadi biang gosip. Jaga hati,
jaga mulut, biar nggak kelepasan jadi ngomongin orang lain.
Ada beberapa tips buat sobat muda biar nggak kejebak jadi bergosip. First, harus tetap ingat bagaimana
perasaan orang yang sedang dibicarakan. Remember,
kalau kita sebenarnya tengah bersimpati dengan persoalan yang sedang
dihadapinya. Bayangkan saja kalau hal itu terjadi pada diri kita. Rasanya pasti
menyakitkan, bukan? Bukannya mendapat simpati, yang ada justru malah digosipin.
Second, kalau obrolannya sudah terlalu
lama dan mulai menjurus ke arah bergosip, segera alihkan pembicaraan ke topik
yang lain. Sebisa mungkin cobalah untuk menghindari agar jangan sampai upaya
kita berempati malah jadi bergosip. Third,
jangan lupa, ingatkan teman ngobrol kita saat pembicaraan mulai menjurus ke
arah pergosipan. Fourth, kalau sampai
semua upaya kita nggak ada hasil, mending cepat-capat kabur dan tinggalkan saja
obrolan gosip yang nggak berguna. Dari pada sobat muda jadi nambah dosa, lebih
baik kita menghindarinya, bukan?
Well
guys, kalau kita memang pengen berempati dengan persoalan yang dialami oleh
orang lain, wujudkanlah itu dengan niat hati yang tulus. Sungguh-sungguh karena
kita memang benar-benar mau bersimpati, ikut berbela rasa dengan apa yang
tengah dialaminya. Selebihnya, jangan pernah gunakan itu sebagai materi
bergosip, sebab dengan demikian sama halnya kita tengah menari di atas
penderitaan orang lain. Okay?(ika)
(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Juni 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar