“Von, gimana, dong? Entar nyokap gue ngamuk, nih...”
“Lho, itu, kan, masalah lo. Bukan masalah gue...!”
“Yah... gimana, sih? Lo, kan, temen gue. Masa lo gitu, sih?”
Nah, pernah, nggak, sobat muda terlibat dalam percakapan seperti ini?
Seringkali, meski mungkin itu hanya bercanda, kita suka bilang, “Itu, kan,
masalahmu.” Sadar atau nggak, keseringan melontarkan kalimat ini, bikin kita
mulai terjangkit penyakit cuek. Maksudnya, kita mulai nggak perduli lagi dengan
persoalan yang dihadapi oleh teman kita. “Ah, tapi itu memang bukan urusanku.
Males, ah, ikut campur.” Begitu biasanya kita berusaha ngeles.
Emphaty=Helping
Bukan maksudnya mau ikut campur, sih, tapi nggak ada salahnya, kok, kita
tetap care dengan persoalan yang dihadapi
oleh teman kita. Setidaknya, ketika kita care
dan menunjukkan empati, teman kita yang tengah punya persoalan ini jadi sedikit
terhibur dan merasa dikuatkan, karena ada kita yang mau perduli dengan
masalahnya. Mungkin saja kita nggak bisa menolong menyelesaikan masalahnya.
Tetapi kehadiran dan kepedulian kita menjadi obat serta penopang tersendiri
baginya.
Saat kita berusaha cuek dengan persoalan orang lain, pernah ngebayangin
nggak, sih, kalau kita lagi punya masalah, terus hanya sekedar pengen cerita
dan numpahin unek-unek, ada teman yang kemudian bilang,”Itu, kan, masalah lo!”
Rasanya pasti nyesek banget. Serasa
kalau kita ini dicuekin dan nggak dibutuhin ketika ada masalah. That’s why guys, biar gimanapun simpati
kita buat teman yang sedang kesusahan tetap dibutuhkan. Mungkin kita nggak bisa
ikut campur dan hanya sekedar jadi teman curhat. Sedikit empati dan perhatian
yang kita berikan, sedikit banyak akan dapat membantu meringankan beban yang
sedang dipikul oleh teman kita.
Being the true friends
Menjadi teman sejati
bukanlah hal yang mudah pula. Terkadang kita enggan dan takut untuk ikut campur
masalahnya, membuat kita jadi membatasi diri dan terkesan cuek dengan teman
kita. Menjadi teman sejati pun membutuhkan keberanian dari kita untuk menegur jika
teman kita itu punya kesalahan, dan menolongnya untuk kembali ke jalan yang
benar.
Kadang-kadang kita
mengasihi teman atau sahabat kita dengan cara yang salah. Kita membiarkannya
jatuh dalam kesalahan, hanya karena kita nggak mau menegur untuk kesalahan yang
dibuatnya, karena kita takut dia akan marah dan sakit hati dengan teguran kita.
Padahal teguran itu justru dibutuhkannya agar ia tidak jatuh dalam kesalahan
yang sama. Inilah yang kadang-kadang juga membuat kita enggan untuk care dengan persoalan teman kita.
“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi
seorang saudara dalam kesukaran.” (Amsal 17:17). Inilah yang seharusnya kita
lakukan. Kalau Firman Tuhan saja sudah bilang seperti itu, sudah semestinya
pula kita jadi teman sejati buat teman kita yang tengah bermasalah. Jangan
hanya jadi teman ketika senang-senang. Tapi kita juga kudu tetap ada di
sampingnya ketika teman kita ada dalam persoalan.
Sobat muda, seperti Yesus
yang selalu menjadi sahabat sejati bagi kita, mulai sekarang, ayo kita belajar
untuk menjadi sahabat sejati bagi teman kita. Belajar untuk lebih perduli lagi
dengan orang-orang di sekeliling kita. Jangan kita menjadi pribadi yang cuek
dan nggak mau tahu dengan persoalan orang lain. Tapi kita belajar untuk sedikit
lebih perduli dan berempati dengan persoalan yang dihadapi oleh teman dan
orang-orang di sekeliling kita, supaya kita juga mampu menjadi penolong dan
menguatkan mereka yang tengah dilanda persoalan hidup.(ika)
(Telah dimuat di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta Selatan, Edisi Juni 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar