“Punya BB, nggak?”
“Nggak…”
“Kenapa nggak punya?”
“Sengaja nggak mau punya. Gue
nggak mau jadi autis…”
Hmm… Autis… seringkali autisme
jadi bahan bercandaan buat mereka-mereka yang suka asyik menyendiri dan sibuk
dengan dirinya sendiri. Padahal yang disebut dengan autis adalah sebuah keadaan dimana seseorang anak memiliki
keterbatasan dalam berkomunikasi dan bergaul dengan lingkungannya
disekelilingnya secara normal. Arti lingkungan di sini adalah bukan hanya tempat dia bermain saja,
tetapi juga dengan orang-orang yang berada disekitarnya.
Mendengar
kata autis pun seringkali tanpa sadar kita langsung menempelkan stigma “orang
aneh” di benak kita, pada orang-orang autis. Padahal, sebenarnya mereka yang autis sebenarnya sama saja dengan
kita. Hanya saja mereka membutuhkan perhatian ekstra agar dapat berkomunikasi
dan bergaul dengan sekitarnya.
Still Same With Us
Sobat
muda, bukan cuma autisme saja, tanpa disadari seringkali kita juga menjadikan
mereka yang memiliki ketidaksempurnaan yang lain sebagai bahan bercandaan.
Padahal sebenarnya mereka sama seperti kita. Mereka juga punya hati, pikiran
dan perasaan yang sama dengan kita. Kalau disakiti dan dijadiin bahan
bercandaan, tentunya akan merasa sedih serta sakit hati. Nah, seandainya saja
yang mengalami semuanya itu adalah diri kita sendiri, tentunya akan merasakan
hal yang sama juga, kan?
Seperti
halnya kita, mereka yang berkebutuhan khusus juga membutuhkan perhatian.
Mungkin selama ini kita cenderung cuek dan acuh tak acuh dengan keberadaan
mereka. Namun ketika kita mau belajar untuk sedikit lebih memperhatikan mereka,
kita baru akan menyadari betapa luar biasanya Allah dalam memelihara kita
semua, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus.
Untuk
dapat memperhatikan mereka yang berkebutuhan khusus, kita perlu belajar
berempati. Belajar berempati jelas nggak sama dengan merasa kasihan, lho. Kalau
merasa kasihan, kita akan cenderung memandang rendah mereka. Dalam hati mungkin
kita akan berkata, “Kasihan sekali mereka seperti itu. Syukurlah aku nggak
seperti itu.” Berempati adalah ketika kita belajar untuk turut merasakan dan
memahami apa yang dirasakan oleh orang lain. Ketika berteman dengan mereka yang
berkebutuhan khusus ini, kita pun belajar untuk merasakan dan memahami perasaan
mereka.
How Can We Learn To Care?
Sebenarnya
tidaklah terlalu sulit bagi kita untuk belajar memperhatikan teman-teman yang
berkebutuhan khusus. Apalagi Firman Tuhan sudah memberikan dasar yang jelas
buat kita, sebagaimana yang tertulis dalam Filipi 2:1-4. Bagaimana kita sebagai
satu anggota tubuh Kristus harus belajar saling memperhatikan, dan tanpa
memandang rendah satu dengan lainnya. Belajar peduli terhadap sesama, bersikap
baik, mau membantu serta berbagi dengan mereka adalah langkah awal yang bisa
sobat muda lakukan.
Langkah
berikutnya adalah ketika kita mau belajar menjadi pendengar yang baik untuk
mereka, menghormati keberadaan mereka, serta memperhatikan dan melibatkan
mereka agar tidak merasa sendiri, kesepian, ataupun ditinggalkan. Kemudian
belajar untuk memberi, dan membantu mereka untuk merasa senang, belajar serta
bertumbuh. Yang terakhir, sama halnya dengan kita, meskipun mereka berkebutuhan
khusus, bukan nggak mungkin mereka juga bisa melakukan kesalahan pada kita. That’s why kita pun harus selalu punya
hati yang penuh memaafkan. Jangan pernah menyimpan luka atau dendam terhadap
mereka, sebab dengan demikian pula mereka akan memperlakukan kita.
Nah,
nggak susah, kan, untuk belajar memperhatikan dan lebih perduli dengan mereka?
Nggak usah merasa malu ataupun jengah. Selama kita mau melakukannya dengan
ketulusan hati, Allah pasti akan menolong kita untuk dapat lebih memahami dan
mengerti keberadaan teman-teman yang berkebutuhan khusus ini.q(ika) (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, edisi April 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar