Sabtu, 14 April 2012

IT DOESN’T MAKE THEIR DIFFERENT



“Punya BB, nggak?”
“Nggak…”
“Kenapa nggak punya?”
“Sengaja nggak mau punya. Gue nggak mau jadi autis…”

Hmm… Autis… seringkali autisme jadi bahan bercandaan buat mereka-mereka yang suka asyik menyendiri dan sibuk dengan dirinya sendiri. Padahal yang disebut dengan autis adalah sebuah keadaan dimana seseorang anak memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dan bergaul dengan lingkungannya disekelilingnya secara normal. Arti lingkungan di sini  adalah bukan hanya tempat dia bermain saja, tetapi juga dengan orang-orang yang berada disekitarnya.
Mendengar kata autis pun seringkali tanpa sadar kita langsung menempelkan stigma “orang aneh” di benak kita, pada orang-orang autis. Padahal, sebenarnya  mereka yang autis sebenarnya sama saja dengan kita. Hanya saja mereka membutuhkan perhatian ekstra agar dapat berkomunikasi dan bergaul dengan sekitarnya.

Still Same With Us
Sobat muda, bukan cuma autisme saja, tanpa disadari seringkali kita juga menjadikan mereka yang memiliki ketidaksempurnaan yang lain sebagai bahan bercandaan. Padahal sebenarnya mereka sama seperti kita. Mereka juga punya hati, pikiran dan perasaan yang sama dengan kita. Kalau disakiti dan dijadiin bahan bercandaan, tentunya akan merasa sedih serta sakit hati. Nah, seandainya saja yang mengalami semuanya itu adalah diri kita sendiri, tentunya akan merasakan hal yang sama juga, kan?
Seperti halnya kita, mereka yang berkebutuhan khusus juga membutuhkan perhatian. Mungkin selama ini kita cenderung cuek dan acuh tak acuh dengan keberadaan mereka. Namun ketika kita mau belajar untuk sedikit lebih memperhatikan mereka, kita baru akan menyadari betapa luar biasanya Allah dalam memelihara kita semua, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus.
Untuk dapat memperhatikan mereka yang berkebutuhan khusus, kita perlu belajar berempati. Belajar berempati jelas nggak sama dengan merasa kasihan, lho. Kalau merasa kasihan, kita akan cenderung memandang rendah mereka. Dalam hati mungkin kita akan berkata, “Kasihan sekali mereka seperti itu. Syukurlah aku nggak seperti itu.” Berempati adalah ketika kita belajar untuk turut merasakan dan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain. Ketika berteman dengan mereka yang berkebutuhan khusus ini, kita pun belajar untuk merasakan dan memahami perasaan mereka.

How Can We Learn To Care?
Sebenarnya tidaklah terlalu sulit bagi kita untuk belajar memperhatikan teman-teman yang berkebutuhan khusus. Apalagi Firman Tuhan sudah memberikan dasar yang jelas buat kita, sebagaimana yang tertulis dalam Filipi 2:1-4. Bagaimana kita sebagai satu anggota tubuh Kristus harus belajar saling memperhatikan, dan tanpa memandang rendah satu dengan lainnya. Belajar peduli terhadap sesama, bersikap baik, mau membantu serta berbagi dengan mereka adalah langkah awal yang bisa sobat muda lakukan.
Langkah berikutnya adalah ketika kita mau belajar menjadi pendengar yang baik untuk mereka, menghormati keberadaan mereka, serta memperhatikan dan melibatkan mereka agar tidak merasa sendiri, kesepian, ataupun ditinggalkan. Kemudian belajar untuk memberi, dan membantu mereka untuk merasa senang, belajar serta bertumbuh. Yang terakhir, sama halnya dengan kita, meskipun mereka berkebutuhan khusus, bukan nggak mungkin mereka juga bisa melakukan kesalahan pada kita. That’s why kita pun harus selalu punya hati yang penuh memaafkan. Jangan pernah menyimpan luka atau dendam terhadap mereka, sebab dengan demikian pula mereka akan memperlakukan kita.
Nah, nggak susah, kan, untuk belajar memperhatikan dan lebih perduli dengan mereka? Nggak usah merasa malu ataupun jengah. Selama kita mau melakukannya dengan ketulusan hati, Allah pasti akan menolong kita untuk dapat lebih memahami dan mengerti keberadaan teman-teman yang berkebutuhan khusus ini.q(ika)        (telah diterbitkan di Majalah KASUT GKI Pondok Indah Jakarta, edisi April 2012)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar